PENDAHULUAN
Bertanya dan menjawab adalah suatu
kegiatan yang bernilai edukatif. Bertanya adalah suatu bentuk yang sangat
mulia, sebab dari situlah muncul berbagai mutiara-mutiara ilmu yang dapat
menyinari seluruh ruangan yang gelap. Namun menjawabpun juga lebih utama apabila
sesuai dengan pertanyaan dan psikologis orang yang bertanya. Sebab ada dalil:
كلم
الناس بقدر عقولهم
“Berbicaralah
dengan manusia sesuai dengan kadar kemampuan akalnya”
Rasulullah tidak
pernah jemu terhadap pertanyaan para sahabat meskipun dari pertanyaan yang sama
أي الأعمال أفضل namun
dengan jawaban yang berbeda, dan tentunya pada orang yang berbeda pula seperti
dalam permasalahan amalan yang paling utama.
Bentuk amal yang
utama tidaklah sedikit. Segala sesuatu yang bernilai ibadah dan harus
didapatkan itulah yang utama. Sehingga keutaman itu bersifat individual bukan
kolektif.
Tulisan ini membahas
bagaimana metode Rasulullah dalam menerapkan metode belajar melalui tanya jawab
yang ditinjau dari segi psikologis. Adapun pertanyaan tersebut memuat tentang
amalan-amalan yang utama.
A.
Metode Menjawab Pertanyaan
Menjawab pertanyaan tidaklah mudah sebab pertanyaan itu datangnya
dari orang lain sementara orang yang ditanya belum tentu mengetahui keadaan
orang lain (yang bertanya). Sehingga sering terjadi kesalahpahaman atau
ketidaktahuan namun menjawab dengan sembarangan.
Dalam istilah ilmu nahwu antara mutakallim dan mustami’
harus saling memahamkan (mufid). Begitu juga percakapan antara guru dan
murid dalam melakukan tanya jawab.
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk
pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat
pula dari siswa kepada guru.[1]
Namun pertanyaan yang dilontarkan oleh guru kepada siswa biasanya karena ingin
mengetes kemampuan anak didiknya, berbeda dengan pertanyaan siswa kepada guru,
ia bertanya memang berasal dari sesuatu yang belum ia ketahui.
Metode tanya jawab adalah yang tertua dan banyak digunakan dalam
proses pendidikan, baik dilingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah.[2]
Metode ini sering digunakan oleh Rasulullah dan para sahabat pada waktu dulu.
Metode tanya jawab memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan
sebagai berikut :
Ø Kelebihan Metode Tanya Jawab
1.
Pertanyaan
dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun ketika itu siswa sedang
ribut, yang mengantuk kembali tegar dan hilang kantuknya.
2.
Merangsang
siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir, termasuk daya ingatan.
3.
Mengembangkan
keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Ø Kekuranga Metode Tanya Jawab
1.
Siswa
merasa takut, apalagi bila guru kurang dapat mendorong siswa untuk berani,
dengan menciptakan suasana yang tidak tegang, melainkan akrab.
2.
Tidak
mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan mudah dipahami
siswa.
3.
Waktu
sering banyak terbuang, terutama apabila siswa tidak bisa menjawab pertanyaan
sampai dua atau tiga orang.
4.
Dalam
siswa yang banyak, tidak mungkin cukup waktu untuk memberikan pertanyaan kepada
siswa.
B.
Amalan-amalan yang Paling Utama
1.
Iman
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah ditanya, “Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab,
“Iman kepada Allah dan rasul-Nya.” Ditanyakan lagi, “Lantas apa?” Beliau
menjawab, “Jihad fi sabilillah.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Lantas apa?”
Beliau menjawab, “Haji mabrur.”
Secara bahasa iman artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian
iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan
lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan
demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa
Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya,
kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal
perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepadaNya,
sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan
RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada
RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada
Allah, malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian,
maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada
Allah, maka akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan
merasakan kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah
sesungguhnya adalah untuk kebaikan manusia.
2.
Jihad
Secara bahasa (etimologi), lafazh jihad diambil dari kata:
جَهَدَ
: اَلْـجَهْدُ، اَلْـجُهْدُ = اَلطَّاقَةُ، اَلْمَشَقَّةُ، اَلْوُسْعُ.
Artinya: kekuatan, usaha, susah payah, dan kemampuan.[3]
Menurut istilah (terminologi), arti jihad adalah:
اَلْـجِهَادُ
: مُـحَارَبَةُ الْكُفَّارِ وَهُوَ الْمُغَالَبَةُ وَاسْتِفْرَاغُ مَا فِـيْ
الْوُسْعِ وَالطَّاقَةِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ
“Jihad adalah memerangi orang kafir, yaitu berusaha dengan
sungguh-sungguh mencurahkan kekuatan dan kemampuan, baik berupa perkataan atau
perbuatan.”[4]
Dikatakan
juga:
اَلْـجِهَادُ
وَالْمُجَاهَدَةُ: اِسْتِفْرَاغُ الْوُسْعِ فِـيْ مُدَافَعَةِ الْعَدُوِّ.
“Jihad artinya mencurahkan segala kemampuan
untuk memerangi musuh.”
Jihad ada tiga macam yaitu Jihad melawan musuh yang nyata, jihad
melawan setan, jihad melawan hawa nafsu. Tiga macam jihad ini termaktub di
dalam Al-Qur-an :
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ، هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَٰذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ، فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ، فَنِعْمَ الْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan
jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan
kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula)
dalam (Al-Qur-an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan
agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat
dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia-lah
Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” [Al-Hajj/22 :
78]
3.
Haji
mabrur
Haji mabrur merupakan idaman setiap orang yang menunaikan ibadah
haji. Bukan saja karena besar pahalanya berupa surga jannatunna’im, tapi
juga ampunan Allah dan keridhoanNya merupakan hal penting untuk setiap muslim
yang mengharapkan kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat.
Haji mabrur atau haji yang diterima oleh Allah SWT, lawannya adalah
haji mardud (haji yang ditolak Allah). Kalau didefinisikan, haji mabrur adalah
haji yang dilaksanakan secara sempurna dengan memenuhi semua syarat, wajib dan
rukunnya dan selama dalam ibadah haji tersebut tidak ada rafats (omong
kotor), fusuq (kedurhakaan) dan tidak ada jidal (bantah-bantahan
atau pertengkaran). Rasulullah pernah menyatakan : Barangsiapa yang melakukan
ibadah haji karena Allah kemudian tidak berkata kotor dan tidak melakukan
perbuatan-perbuatan fasik atau durhaka, ia akan pulang tanpa dosa sebagaimana
ketika ia dilahirkan ibunya.
Adapun ciri-ciri haji mabrur adalah sebagai berikut berikut[5] :
1. Ibadah haji dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah, bukan karena
gengsi atau niat keliru lainnya.
2. Biaya untuk naik haji berasal dari harta yang halal dan tidak
tercampur sedikitpun dengan harta haram.
3. Menafkahkan hartanya dengan ikhlas, lapang dada, dan sesuai dengan
kemampuannya, tidak berlebihan dan tidak kikir.
4. Berlaku sabar dan tabah selama ibadah haji.
5. Bersikap tawadlu’ dan khusyu’, tidak merasa sombong atau takabur.
6. Berprilaku baik selama haji.
7. Bersyukur kehadirat Allah atas semua nikmat dan karuniaNya.
8. Yakin bahwa ibadah hajinya akan diterima oleh Allah.
9. Memelihara semua pahala yang telah ia usahakan selama haji. Ia
memulai hidup baru setelah haji, dengan berbagai amalan baik yang menambah
keimanan dan ketakwaannya
4.
Sholat
tepat waktu
Ada seorang lelaki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bahwa, “Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau
menjawab, “sholat pada waktunya.” Ditanyakan lagi, “Lantas apa?” Beliau
menjawab, “birr al-walidain.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Lantas
apa?” Beliau menjawab, “jihad fisabilillah.”
Awal shalat
ditandai dengan berkumandangnya azan, tetapi pasar, kantor, terminal serta
tempat-tempat lain masih saja hiruk pikuk dipenuhi umat muslim. Mereka tidak
bergegas memenuhi panggilan azan ini, bahkan ada juga yang melalaikan sholat
lima waktu. Menunaikan shalat tepat waktu berarti melatih diri untuk disiplin.
Bila kita mulai dari disiplin shalat, maka kita akan terbiasa melakukan
disiplin-displin dalam kegiatan lainnya. Shalat tepat waktu bisa menjadi ukuran
disiplin bagi seorang muslim.
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah
saw. pernah bersabda :
“…Seandainya orang-orang mengetahui
pahala azan dan barisan (shaf) pertama, lalu mereka tidak akan memperolehnya
kecuali dengan ikut undian, niscaya mereka akan berundi. Dan
seandainya mereka mengetahui pahala menyegerakan shalat pada awal waktu,
niscaya mereka akan berlomba-lomba melaksanakannya. Dan seandainya mereka
mengetahui pahala shalat Isya dan Subuh, niscaya mereka akan mendatanginya
meskipun dengan jalan merangkak.” (HR. Bukhari).
Keutamaan
shalat tepat waktu juga bisa menjadikan seseorang lembut hati dan dikaruniai
kesehatan. Untuk Shalat Isya’ Nabi biasa mengerjakannya pada sebagian besar
waktu malam[6].
“Telah
bersabda Rasulullah saw.”Sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku suruh
mereka mengundurkan isya hingga sepertiga atau seperdua malam.” (HR.Ahmad, Ibnu
Majah,Tirmizi).
5.
Berbakti
kepada orangtua
Birrul
walidaini yaitu ihsan atau berbuat baik dan bakti kepada
orang tua dengan memenuhi hak-hak kedua orang tua serta menaati perintah
keduanya selama tidak melanggar syariat.
Lawan katanya
yaitu “Aqqul walidain”, yaitu durhaka kepada orang tua dengan melakukan
apa yang menyakiti keduanya dengan berbuat jahat baik melalui perkataan ataupun
perbuatan serta meninggalkan kebaikan kepada keduanya[7].
Hukum bakti kepada
orang tua wajib ‘ainiy (mutlak) sedangkan durhaka kepada keduanya haram.
Cara berbakti kepada orang tua menurut
Al-Qur’an, adalah sebagaimana digambarkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an berikut :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا
إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ
مِنْ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (الإسراء
23- 24)
Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia.” (Al Isra(17):23)
Perkataan “Ah” saja termasuk suatu dosa kepada orang tua apalagi
membentak, memukul, atau hal lainnya yang lebih kejam. Selain itu juga perlu
berlemah lembut kepada orang tua selalu mendoakan keduanya agar dikasihi oleh
Allah SWT.
Perintah berbakti kepada orang tua setelah perintah untuk beribadah
kepada Allah tanpa mempersekutukannya. Hal ini menggambarkan pentingnya
berbakti kepada orang tua. Dalam ayat lain Allah SWT menjelaskan bahwa
bersyukur kepada orang tua (dengan berbakti kepada keduanya) merupakan
kesyukuran kepada Allah SWT, karena Allah menciptakan semua manusia dari rahim
orang tua.
6.
Tulul
qiyam
حَدَّثَنَا
ابْنُ حَنْبَلٍ يَعْنِي أَحْمَدَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ قَالَ قَالَ ابْنُ جُرَيْجٍ
أَخْبَرَنِي عُثْمَانُ بْنُ أَبِي سُلَيْمَانَ عَنْ عَلِيٍّ الْأَزْدِيِّ عَنْ
عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُبْشِيٍّ الْخَثْعَمِيِّ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ أَيُّ الْأَعْمَالِ
أَفْضَلُ قَالَ طُولُ الْقِيَامِ (سنن ابي داود، مكتبة الشاملة، ج: 4، ص: 94)
Rasulullah SAW
ditanya “amal apa yang paling utama”? beliau menjawab “tulu al-qiyam”
Tulul qiyam (طُولُ اْلقِيَامِ)
adalah berdiri lama untuk membaca dan berdoa di dalam shalat sesuai dengan yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Termasuk didalamnya adalah qunut sebab qunut
diartikan dengan arti khusus yakni berdiri lama ketika i’tidal dan membaca doa.
عَنْ جَابِرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ: أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ اْلقُنُوتِ. (رواه مسلم وأحممد وابن
ماجه والترمذى وصححه)
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Nabi
saw bersabda: Shalat yang paling utama adalah berdiri lama (untuk membaca doa qunut).”
[HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi].
7.
Sabar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,
“Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “sabar dan dermawan.”
dikatakan bahwa, “Amalan apakah yang paling sempurna?” Beliau menjawab,
“sebaik-baiknya akhlak.”
Sabar
berasal dari kata “sobaro-yasbiru” yang artinya
menahan. Dan menurut istilah, sabar adalah menahan diri dari kesusahan dan
menyikapinya sesuai syariah dan akal, menjaga lisan dari celaan, dan menahan
anggota badan dari berbuat dosa dan sebagainya. Itulah pengertian sabar yang
harus kita tanamkan dalam diri kita. Dan sabar ini tidak identik dengan cobaan
saja. Karena menahan diri untuk tidak bersikap berlebihan, atau menahan diri
dari pemborosan harta bagi yang mampu juga merupakan bagian dari sabar. Sabar
harus kita terapkan dalam setiap aspek kehidupan kita. Bukan hanya ketika kita
dalam kesulitan, tapi ketika dalam kemudahaan dan kesenangan juga kita harus
tetap menjadikan sabar sebagai aspek kehidupan kita.
Macam-Macam Sabar
Sabar
itu ada berbagai macam, antara lain :
a.
Sabar dalam menjalankan perintah Allah SWT
b.
Sabar
dari apa yang dilarang Allah SWT
c.
Sabar
terhadap apa yang telah ditakdirkan Allah SWT
8.
Dermawan
Sifat
dermawan adalah sifat yang harus ditanamkan dalam diri setiap
muslim. Menurut kamus bahasa indonesia, dermawan diartikan sebagai pemurah
hati atau orang yang suka berderma (beramal dan bersedekah). Menurut
istilah dermawan bisa diartikan memberikan sebagian harta yang dimilikinya
untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan dengan senang hati tanpa
keterpaksaan. Orang yang dermawan adalah orang yang senang jika bisa membantu
orang lain yang sedang ditimpa kesusahan. Dengan memiliki sifat yang dermawan
maka hidupnya akan lebih bahagia karena dengan kedermawanannya maka akan
melapangkan dadanya. Secara sosial orang yang dermawan akan disenangi banyak orang,
sehingga orang pun tidak enggan untuk bergaul dengannya. Sedangkan kebalikannya
adalah sifat tamak.Orang yang tamak hidupnya selalu tidak tenang.
Keutamaan
Dermawan
Dermawan
memiliki beberapa keutamaan, seperti:
Ø Menyelamatkan seseorang dari kekufuran
Ø Akan diberi kemudahan dari segala persoalan hidup
yang dihadapinya
Ø Dapat mencegah
murka Allah,
Semua orang pasti ingin hidup berkecukupan atau bahkan
kaya. Namun, banyak yang keliru duga, ia mengira bahwa perbuatan kikir akan
mangantarkannya menjadi seorang yang kaya raya. Padahal, itu logika setan
saja. ''Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kalian dengan kemiskinan dan
menyuruh berbuat keji (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan
karunia-Nya kepada kalian.Dan Allah mahaluas (karunia-Nya) lagi maha
mengetahui.''(QS.Al-Baqarah [2]: 268).
9.
Budi pekerti
Budi pekerti terdiri dari dua kata yaitu Budi dan Pekerti. Budi
yang berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. pekerti berarti
kelakuan.
Secara etimologi Jawa budi berarti nalar, pikiran atau
watak. sedangkan pekerti berarti watak, tabiat atau akhlak.
Kata Budi pekerti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tingkah
laku, perangai, akhlak. Budi pekerti mengandung makna perilaku yang baik,
bijaksana, serta manusiawi. Di dalam perkataan itu tercermin sifat, watak
seseorang dalam perbuatan sehari-hari. Budi pekerti sendiri mengandung
pengertian yang positif, namun mungkin pelaksanaannya yang negatif.
Penerapannya tergantung pada manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan rohani
manusia yakni pemikiran, rasa, dan karsa yang akhirnya muncul menjadi perilaku
yang dapat terukur dan menjadi kenyataan dalam kehiduapan.
Ada juga yang berpendapat bahwa budi pekerti atau moral dalam
pengartian yang terluas adalah pendidikan. Dengan kata lain budi pekerti
mempelajari arti diri sendiri (kesadaran diri) dan penarapan dari arti itu
dalam bentuk tindakan. Penerapan tindakan berarti memperoleh pengalaman
dunia nyata atau lingkungan hidup yang sangat berperan dalam pembelajaran budi
pekerti[8].
10.
Idkholu al-surur
حدثنا
محمد بن العباس المؤدب قال : نا محمد بن بشير الكندي قال : نا علي بن هاشم بن
البريد، عن كثير النواء قال : حدثني أبو مريم الأنصاري ، وكان ابن خمسين ومائة سنة
قال : سمعت عمر بن الخطاب ، يقول : سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم : أي الأعمال
أفضل ؟ قال : « إدخالك السرور على مؤمن أشبعت جوعته ، أو كسوت عريه ، أو قضيت له
حاجة » « لم يرو هذا الحديث عن كثير النواء إلا علي بن هاشم ، تفرد به : محمد بن
بشير ، ولا يروى عن عمر إلا بهذا الإسناد »(المعجم الاوسط للطبراني، مكتبة
الشاملة، ج: 11، ص: 316)
Penggambaran idkholu surur dalam hadis ini adalah memberikan makan
pada orang yang lapar, memberikan sandangan untuk menutupi aurat orang lain,
atau mendatangi hajatnya orang lain.
Idkholu al-surur sendiri
adalah memberikan kebahagiaan kepada orang lain baik dalam bentuk fisik maupun
materi. contoh lain tentang idkholu surur adalah :
Ø
Pertemuan dengan wajah berseri-seri
Sesungguhnya pertemuan antar sesama muslim adalah sebaik-baik
pertemuan di muka bumi. Di dalamnya terkandung rasa cinta, keikhlasan, kejujuran
dan kegembiraan. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam menekankan
kepada kita akan pentingnya pertemuan. Beliau bersabda:"
Janganlah sedikitpun kamu menyepelekan kebaikan meski (hanya) dalam bentuk
menjumpai saudaramu dengan wajah yang berseri-seri." (HR. Muslim).
Ø Saling
Memberi Nasehat
Memberi nasehat adalah bukti perhatian dan kecintaan seseorang
kepada orang yang ia nasehati. Dalam komunitas masyarakat muslim, nasehat
adalah kebutuhan muthlak, baik nasehat itu bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Bahkan dalam hadits riwayat Tamim Ad Dari disebutkan, Rasul ShallahuAlaihi
wa Sallam bersabda:"Agama adalah nasehat, kami bertanya untuk
siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab, untuk Allah, RasulNya dan para
pemimpin umat Islam serta orang-orang pada umumnya." (HR. Muslim)
Ø
Memenuhi Undangan
Sungguh amat membahagiakan bila kita mengundang kawan dan kolega
dalam suatu acara yang kita selenggarakan kemudian mereka datang. Sebaliknya
akan sangat kita sesalkan dan bahkan menyakitkan bila mereka menolak datang.
Karena itu, memenuhi undangan berarti membahagiakan orang lain, mematri hakekat
persaudaraan dan menambah kecintaan sesama muslim. Di samping, ia juga pertanda
kemurnian jiwa.
Untuk itu, ajaran Islam sangat menekankan pentingnya masalah ini.
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah Radhiallahu Anhu, bah-wasanya Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sal-lam bersabda: "Bila di antara kamu diundang
makan maka penuhilah, bila menghendaki (untuk makan) maka makanlah dan bila
menghendaki (untuk tidak makan) maka tinggalkanlah (janganlah kamu
makan)." (HR.Muslim)
Ø
Menjenguk Orang Sakit
Di antara hak seorang muslim atas muslim lainnya -seperti
ditegaskan dalam hadits riwayat Muslim- adalah bila ia sakit maka ia berhak
untuk dijenguk. Hak adalah sesuatu yang harus dimiliki. Sebagaimana orang fakir
miskin berhak atas sebagian harta orang-orang kaya. Maka orang sakit mesti
dijenguk, sehingga mendapatkan hak-nya. Karena itu, akan sangat mulia bila
lembaga-lembaga keagamaan atau sosial memperhatikan orang-orang sakit terutama
dari kalangan fakir miskin dengan misalnya memberikan santunan obat-obatan,
makanan bahkan membebaskannya dari biaya rumah sakit.
11.
Dzikir kepada Allah
عن
الأعمش ، عن أبي إسحاق ، عن عبد الرحمن بن يزيد قال : قال : رجل لسلمان : أي
الأعمال أفضل ؟ قال : « ذكر الله أكبر » (شعب الايمان للبيهقى، مكتبة الشاملة، ج:
2، ص: 232)
Dalam kitab Su’bul iman diterangkan bahwa ada seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah “amal apa yang paling utama”? Rasulullah menjawab
“dzikir kepada Allah”.
Kata "dzikr" menurut bahasa artinya ingat. Sedangkan
dzikir menurut pengertian syariat adalah mengingat Allah SWT dengan maksud
untuk mendekatkan diri kepadaNya. Kita diperintahkan untuk berdzikir kepada
Allah untuk selalu mengingat akan kekuasaan dan kebesaranNya sehingga kita bisa
terhindar dari penyakit sombong dan takabbur.
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya." (QS. Al-Ahzab : 41).
Berdzikir dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dalam keadaan
bagaimamanapun, kecuali ditempat yang tidaksesuai dengan kesucian Allah.
Seperti bertasbih dan bertahmid di WC.
"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191).
Bentuk dan Cara berdzikir :
o
Dzikir
dengan hati, yaitu dengan cara bertafakur, memikirkan ciptaan Allah sehingga
timbul di dalam fikiran kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa.
o
Dzikir
dengan lisan (ucapan), yaitu dengan cara mengucapkan lafazh-lafazh yang didalammya
mengandung asma Allah yang telah diajarkan oleh Rasulullah kepada ummatnya.
Contohnya adalah : mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil, sholawat,
membaca Al-Qur'an dan sebagainya.
o Dzikir dengan perbuatan, yaitu dengan cara melakukan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi larangan-laranganNya.
12.
Istiqomah
أنا
يزيد بن هارون ، أنا شعبة بن الحجاج ، عن سعد بن إبراهيم ، عن أبي سلمة ، عن عائشة
، قالت : سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم : أي الأعمال أفضل ؟ قال : « أدومها
وإن قل » (مسند عبد بن حميد، مكتبة الشاملة، ج: 4، ص: 142)
Hadis ini
menerangkan bahwa amal yang paling utama adalah kelanggengan amal tersebut
walaupun sedikit. Konsep ini yang disebut sebagai istiqomah.
Secara etimologis, istiqomah berasal dari istaqoma-yastaqimu yang berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlak
istiqomah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman
sekalipun menghadapi berbagai macam rintangan dan godaan.
Perintah dalam
beristiqomah dinyatakan dalam al-Aquran dan sunnah: “Maka karna itu serulah
( mereka kepada agama itu ) dan istiqomahlah sebagaimana diperintahkan kepadamu
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka”. ( Qs. Asy Sura : 42 : 15 ).
Iman yang sempurna adalah iman
yang mencakup tiga dimensi yaitu hati, lisan dan amal perbuatan. Seorang yang
beriman harus dapat beristiqomah dalam tiga dimensi tersebut.
Dalam Qs.
Funshshilat 41 : 30 – 32 dijelaskan beberapa buah yang akan dipetik oleh orang
yang beristiqomah baik didunia maupun di akhirat. Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa buah dari istiqomah adalah :
Ø Orang yang beristiqomah
akan dijauhkan oleh Allah dari rasa takut dan sedih yang negatif. Misalnya
takut mnghadapi masa depan, takut menyatakan kebenaran namun orang yang
beristiqomah senantiasa akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupannya didunia
karena akan dilindungi oleh Allah.
Ø Akan mendapatkan
lindungan oleh Allah yang dijamin akan mendapatkan kesuksesan dalam kehidupan
perjuangan di dunia.
13.
Menjauhkan perkara haram
حديث
" قيل يا رسول الله : أي الأعمال أفضل ؟ قال : اجتناب المحارم ولا يزال فوك
رطبا من ذكر الله تعالى ، ،(تخريج احاديث الاحياء،
مكتبة الشاملة، ج: 1، ص: 175)
Hadis ini menerangkan bahwa amal yang paling utama adalah
menjauhkan perkara haram dan keterusan mulut untuk berdzikir kepada Allah.
Maimun bin Mihran rahimahullah mengatakan: “Berdzikir kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan lisan adalah kebaikan. Yang lebih dari itu adalah
seorang hamba mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala bermaksiat, kemudian
dia menahan diri darinya.”
Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata: “Bukanlah takwa itu
dengan (amalan sunnah seperti) bangun di waktu malam (bertahajjud) dan berpuasa
di siang hari. Bukan pula dengan menghubungkan antara keduanya. Akan tetapi
takwa adalah menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan dan
meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan. Jika bersamaan dengan
itu terdapat suatu amalan (sunnah) maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.”
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya
mengembalikan 1/6 dirham (uang perak) dari harta yang haram itu lebih utama
dari 100.000 dirham yang diinfaqkan (sebagai amalan sunnah) di jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.”
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata: Diriwayatkan dari
sebagian salaf: “Meninggalkan 1/6 dirham dari hal-hal yang dibenci Allah
Subhanahu wa Ta’ala itu lebih utama daripada 500 kali haji.”
Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Kesimpulan dari ucapan-ucapan
tersebut menunjukkan bahwa menjauhi perkara-perkara yang haram meskipun
sedikit adalah lebih utama daripada memperbanyak amalan-amalan yang sifatnya
sunnah. Karena meninggalkan keharaman-keharaman adalah wajib, sedangkan
amalan-amalan tersebut hukumnya sunnah.”[9]
C.
Metode Rasulullah dalam Menjawab Pertanyaan Sahabat tentang Amalan
yang Paling Utama
Amalan-amalan diatas semuanya ada kaitannya dengan psikologi, namun
yang menjadi titik tekan dari pembahasan tulisan ini bukanlah pada muatan
matannya, tapi lebih menekankan pada metode Rasulullah dalam memberikan jawaban terhadap pertanyaan
sahabat أي الأعمال أفضل.
Metode tersebut dengan memperhatikan situasi dan kondisi para
sahabat. Sehingga dengan metode tersebut sahabat tidak terbebani atas
amalan-amalan dalam hadis tersebut.
Hadis-hadis
yang menerangkan tentang ibadah yang paling utama sangat banyak. Beberapa hadis
tersebut adalah :
حَدَّثَنِي سُلَيْمَانُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ
الْوَلِيدِ ح وحَدَّثَنِي عَبَّادُ بْنُ يَعْقُوبَ الْأَسَدِيُّ أَخْبَرَنَا
عَبَّادُ بْنُ الْعَوَّامِ عَنْ الشَّيْبَانِيِّ عَنْ الْوَلِيدِ بْنِ
الْعَيْزَارِ عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ الصَّلَاةُ لِوَقْتِهَا وَبِرُّ
الْوَالِدَيْنِ ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.[10]
Maksud dari hadis tersebut adalah ada seorang lelaki yang bertanya
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa, “Amalan apakah
yang paling utama?”. Beliau menjawab, “sholat pada waktunya.” Ditanyakan lagi,
“Lantas apa?” Beliau menjawab, “birr al-walidain.” Kemudian beliau
ditanya lagi, “Lantas apa?” Beliau menjawab, “jihad fisabilillah.”
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ
بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ أَوْ أَيُّ الْأَعْمَالِ خَيْرٌ قَالَ إِيمَانٌ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قِيلَ ثُمَّ أَيُّ شَيْءٍ قَالَ الْجِهَادُ سَنَامُ
الْعَمَلِ قِيلَ ثُمَّ أَيُّ شَيْءٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ ثُمَّ حَجٌّ
مَبْرُورٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ قَدْ رُوِيَ مِنْ
غَيْرِ وَجْهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ.[11]
Hadis
tersebut menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah ditanya, “Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “Iman
kepada Allah dan rasul-Nya.” Ditanyakan lagi, “Lantas apa?” Beliau menjawab,
“Jihad fi sabilillah.” Kemudian beliau ditanya lagi, “Lantas apa?” Beliau
menjawab, “Haji mabrur.”
حدثنا حسين بن علي عن زائدة عن الحسن عن جابر بن
عبد الله أنه قال : قيل : يا رسول الله ؟ أي الاعمال أفضل ، قال : " الصبر
والسماحة ، قيل : أي المؤمنين أكمل إيمانا قال : أحسنهم خلقا ".[12]
Hadis tersebut menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah ditanya, “Amalan apakah yang paling utama?”. Beliau
menjawab, “sabar dan dermawan.” dikatakan bahwa, “Amalan apakah yang paling
sempurna?” Beliau menjawab, “sebaik-baiknya akhlak.”
Banyaknya jawaban yang berbeda terhadap amalan-amalan dari bentuk
pertanyaan yang sama أي
الأعمال أفضل؟ “amalan apa yang paling utama”? tidaklah mengurangi derajat
Rasulullah sebagai sang pemberi pencerah atas jawaban umat islam. Justru
Rasulullah memberikan jawaban atas dasar hati nurani dari para sahabat yang
bertanya. Rasulullah tidak sembarangan menjawab atas pertanyaan sahabat.
Rasulullah mempunyai bashiroh (mata batin) untuk mengetahui psikologis
sahabat, sehingga beliau menjawab pertanyaan kepada umat sesuai dengan keadaan
porsinya, keadaan kemampuan dirinya, juga melihat situasi kondisi yang
sekiranya sahabat mampu untuk melakukannya.
Begitu
juga dengan keadaan yang sekarang ini, seandainya Rasulullah masih hidup
mungkin beliau akan menjawab “belajarlah” bagi orang yang sedang menuntu ilmu, “shodaqohlah”
bagi orang yang kaya, “menikahlah” bagi orang yang sudah mampu dan berkeinginan
untuk menikah, dan lain sebagainya. Hal ini dapat diidentifikasi dari adanya
sebuah hadis yang masih mempunyai kaitan dengan hadis-hadis diatas, yaitu :
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ وَحُسَيْنُ
بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ أَبِي
الْأَحْوَصِ وَأَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ وَبِرُّ
الْوَالِدَيْنِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَوْ اسْتَزَدْتُ لَزَادَنِي
قَالَ حُسَيْنٌ اسْتَزَدْتُهُ.[13]
Perowi hadis tersebut bertanya amal apa yang paling utama? Rasulullah
menjawab birrul walidain dan jihad
fisabilillah, namun apabila Abdillah (perowi hadis tersebut) minta
ditambahkan lagi atas jawaban Rasulullah maka pasti Rasul menjawabnya lagi. Dan
tentunya jawabannya urut sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan Abdillah.
Dari sini makna psikologis yang telah diterapkan oleh Rasulullah
terhadap para sahabat dapat kita terapkan kepada diri kita, keluarga, teman,
dan orang lain. Satu contoh bagi anak kecil yang paling utama ia lakukan adalah
mengetahui siapa Tuhannya, siapa Nabinya, setelah itu baru belajar sholat.
Ketika menginjak dewasa yang paling utama ia lakukan adalah meningkatkan
belajarnya agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Dan pada saatnya sudah tua
nanti yang paling utama adalah ibadah secara sungguh-sungguh sebab secara adat
kebiasan usia tua adalah usia mendekati kematian.
D.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat saya simpulkan bahwa metode yang
dilakukan Rasulullah dalam menjawab pertanyaan sahabat perlu kita terapkan pada
anak didik kita, keluarga kita, atau sesama muslim agar senantiasa mendapatkan
pencerahan, hidayah, dan tidak terlalu memberatkan.
Amal merupakan tindakan yang harus dilakukan apalagi atas perintah
Rasulullah SAW. dimana beliau
menyampaikan jawaban atas amal-amal tersebut berdasarkan bashiroh nabi
dan kemampuan psikologis yang bertanya. Tidak terkecualikan juga atas perintah
orangtua, guru, dan orang lain sekira hal tersebut tidak bertentangan dengan
syariat.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Baihaqi,
Syu’bu al-Iman, Maktabah al-Syamilah, juz 2, hlm. 232.
Al-Tobroni,
Al-Mu’jam al-Ausath, Maktabah al-Syamilah, juz 11, hlm. 316.
Djamarah, Syaiful
Bahri. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Asdi Mahasatya. 2006.
http://ikadi.or.id/artikel/ibrah/233-ciri-ciri-haji-mabrur.html
http://ziemensislam.blogspot.com/p/keutamaan-sholat-tepat-waktu.html
http://www.solusiislam.com/2013/05/anjuran-untuk-berbakti-kepada-orang-tua.html
http://titiensatria.blogspot.com/2012/08/arti-dari-kata-budi-pekerti.html
Muhammad, Abi
Abdilah. Shohih al-Bukhori, Maktabah al-Syamilah, juz 23, hlm. 66.
Musnad Abdu
ibnu Khumaid, Maktabah al-Syamilah, juz 4, hlm. 142.
Musnad Ahmad,
Maktabah al-Syamilah, juz 8, hlm. 311.
Mushonnif ibnu
Abi Syaibah, Maktabah al-Syamilah, juz 7, hlm. 222.
Takhrij
akhaditsi al-Ihya’, Maktabah al-Syamilah, juz 1, hlm. 175.
Sunan Abi
Dawud, Maktabah al-Syamilah, juz 4, hlm. 94.
Sunan
al-Tirmidzi, Maktabah al-Syamilah, juz 6, hlm. 217-218.
[1] Syaiful Bahri
Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT Asdi Mahasatya,
2006), hlm. 94.
[2] Ibid,
hlm. 95.
[3] Lihat Lisaanul
‘Arab (II/395-396), Mu’jamul Wasiith (I/142).
[4] Lihat pula An-Nihaayah
fii Ghariibil Hadiits (I/319), karya Ibnul Atsir.
[5] http://ikadi.or.id/artikel/ibrah/233-ciri-ciri-haji-mabrur.html
[6]
http://ziemensislam.blogspot.com/p/keutamaan-sholat-tepat-waktu.html
[7]
http://www.solusiislam.com/2013/05/anjuran-untuk-berbakti-kepada-orang-tua.html
[8]
http://titiensatria.blogspot.com/2012/08/arti-dari-kata-budi-pekerti.html
[9] Lihat Majalah
Asy Syari’ah, no.47/IV/1430 H/2009, rubrik Permata Salaf
[10] Abi Abdilah
Muhammad bin Isma’il, Shohih al-Bukhori, Maktabah al-Syamilah, juz 23,
hlm. 66.
[11] Sunan
al-Tirmidzi, Maktabah al-Syamilah, juz 6, hlm. 217-218.
[12] Mushonnif ibnu
Abi Syaibah, Maktabah al-Syamilah, juz 7, hlm. 222.
[13] Musnad Ahmad,
Maktabah al-Syamilah, juz 8, hlm. 311.
Title : METODE RASULULLAH DALAM MENJAWAB PERTANYAAN SAHABAT TENTANG AMALAN YANG PALING UTAMA (Studi Hadis Perspektif Psikologis)
Description : PENDAHULUAN Bertanya dan menjawab adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Bertanya adalah suatu bentuk yang sangat mul...
Description : PENDAHULUAN Bertanya dan menjawab adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Bertanya adalah suatu bentuk yang sangat mul...
0 Response to "METODE RASULULLAH DALAM MENJAWAB PERTANYAAN SAHABAT TENTANG AMALAN YANG PALING UTAMA (Studi Hadis Perspektif Psikologis)"
Post a Comment