PENDAHULUAN
Reformasi membawa
perubahan disegala bidang salah satunya adalah otonomi daerah. Penerapan
otonomi daerah dengan dasar dsentrealisari ini didasari oleh keinginan
menciptakan demokrasi, pemerataan, dan efisiensi. Desentralisasi
berimplikasi kebijakan bangs harus
berasal dari masyarakat bawah ke atas, bukan lagi dari atas ke bawah.
Realitanya dalam bidang
pendidikan sepertinya tidak berjalan sesuai keadaan. Kebijakan-kebijakan yang
ada pada saat ini terkesan berasal dan disusun langsung oleh Dinas pendidikan
tanpa memperhatikan partisipasi dari masyarakat. Padahal pendidikan yang
seharusnya berpusat di masyarakat, harus untuk rakyat, sehingga harus
berpedoman pada rakyat.
Keterbukaan dan
kesempatan untuk bertpartisipasi dalam bidang pendidikan harus dimanfaatkan
dengan baik yakni dengan cara setiap mengambil kebijakan pemerintah harus
menerapkan sistem botom up, yakni kebijakan yang berasal dari kondisi
masyarakat (bawah ke atas).
Dari beberapa temuan
analisis diatas maka dalam paper ini saya akan menyajikan materi Desentralisasi Pendidikan di Indonesia (Analisis Kebijakan
Pendidikan Islam terhadap Peraturan Pemerintah Daerah)
A.
PENGERTIAN
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Secara umum
desentralisai pendidikan adalah pelimpahan wewenang (autority) dan
tanggung jawab (responsibility) dari institusi pendidikan tingkat pusat
kepada institusi pendidikan di tingkat daerah hingga pada tingkat sekolah.
Desentralisasi mengandung arti pelimpahan kekuasaan oleh pusat kepada aparat
pengelola pendidikan yang ada di daerah pada tingkat propinsi maupun lokal,
sebagai perpanjangan aparat pusat untuk meningkatkan efisiensi kerja dalam
pengelolaan pendidikan di daerah.[1]
Dalam
praktiknya, desentralisasi pendidikan berbeda dengan desentralisasi bidang
pemerintahan lainnya, kalau desentralisasi bidang-bidang pemerintahan lain
berada pada pemerintahan di tingkat kabupaten/kota, maka desentralisasi
dibidang pendidikan tidak berhenti pada tingkat kabupaten/kota, tetapi justru
sampai pada lembaga pendidikan atau sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan
pendidikan. Dalam praktik desentralisasi pendidikan itulah maka dikembangkanlah
yang dinamakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).[2]
Dapat
disimpulkan bahwa desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model
pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan
keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan
serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini
dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara
internasional.
B.
KONSEP
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Bak Hak dan
Kewajiban Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah. Pada bagian
ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan bahwa “Masyarakat berhak
berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program
pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya
dalam penyelenggaraan pendidikan”.[3]
Konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang
luas, mencakup filosofi, tujuan, format dan isi pendidikan serta manajemen
pendidikan itu sendiri. Implikasinya adalah setiap daerah otonomi harus
memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas dan jauh ke depan dengan melakukan
pengkajian yang mendalam dan meluas tentang trend perkembangan penduduk
dan masyarakat untuk memperoleh konstruk masyarakat di masa depan dan tindak
lanjutnya.
Kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi
diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat
suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun suatu
strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan
martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui
otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.
C.
TUJUAN
DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Tujuan dari
desentralisasi adalah:[4]
1.
Mencegah pemusatan keuangan;
2.
Sebagai usaha pendemokrasian
Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pemerintahan.
3.
Penyusunan program-program untuk
perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga dapat lebih realistis.
Tujuan utama desentralisasi adalah
untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan utnuk mengurangi beban kerja
pemerintah pusat dalam upaya mensejahterakan masyarakat yang ada di daerah.
dengan kata lain tujuan desentralisasi adalah untuk merangsang kepekaan elit
lokal terhadap tuntutan dan kebutuhan masyarakat daerah.
D.
LANDASAN
YURIDIS KEBIJAKAN TENTANG DESENTRALISASI PENDIDIKAN
Desentralisasi secara yuridis tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang secara
resmi sebagai pengganti dari Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999, diterangkan
bahwa pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintah yang menjadi urusan pemerintah (pusat), dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.[5]
Urusan
pemerintah dibagi sedemikian rupa antara pemerintah dan pemerintah daerah.
Dijelaskan pula selanjutnya yaitu pemerintah daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah.[6]
Selanjutnya pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.[7]
Sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi yang
mengarah pada pendidikan yaitu penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber
daya manusia potensial.[8]
E.
ANALISIS
DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Sistem
pendidikan yang berlaku di Indonesia secara sentralistis yang hampir kasat mata
sudah kelihatan sejak rezim orde baru. Banyak yang menilai bahwa pendidikan
pada masa orba tersebut didesain untuk kepentingan politik. Beberapa mata
pelajaran, pelatihan-pelatihan, serta program pendidikan lain lebih diarahkan
kepada peneguhan nilai-nilai yang kemudian dimanfaatkan dengan baik oleh rezim
penguasa. Kondisi tersebut telah dikritik secara habis-habisan oleh YB.
Mangunwijaya. Tokoh yang satu ini banyak mengkritik sistem pendidikan nasional
pada masa rezim orba yang cenderung sentralistik dan banyak diintervensi oleh
penguasa. Pendidikan kemudian hanya berfungsi sebagai alat (media) untuk
melanggengkan kekuasaan rezim.[9]
Beberapa
kelemahan dan ketimpangan pendidikan yang dikelola secara sentralistis ini
sudah kelihatan sejak dimulai dari pemberlakuan satu kurikulum secara
nasional, sampai dengan peranan pusat yang sangat dominan dalam pengelolaan
guru (sekolah negeri). Memasuki Indonesia baru yang ditandai dengan gerakan
reformasi total, maka pada tahun 1999 mulailah dicetuskan berbagai agenda
reformasi, termasuk reformasi dalam dunia pendidikan yang ditandai dengan
proses desentralisasi yang diimplementasikan pemerintah melalui UU nomor 22
tahun 1999 tentang otonomi daerah kemudian diubah menjadi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Melalui Undang-Undang tersebut dapat
ditangkap prinsip-prinsip dan arah dalam pengelolaan sektor pendidikan dengan
mengacu pada pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
kabupaten/kota.
Konsep
desentralisasi pendidikan ini pada mulanya memang banyak membawa harapan bagi
kalangan pakar dan praktisi pendidikan kita. Orang banyak yang menaruh optimis
jika pendidikan di Indonesia akan mengalami perubahan-perubahan yang cukup
signifikan. Namun dalam praktiknya, masih banyak kalangan yang meragukan
eksistensi kebijakan pendidikan nasional Indonesia. Berbagai kebijakan
pendidikan justru dianggap kontroversial sehingga mimbulkan berbagai kritik.
Untuk itu, pemerintah perlu berbenah diri dalam memaknai serta mengaplikasikan
makna desentralisasi secara menyeluruh demi menciptakan pendidikan yang
berkualitas.
Meskipun
demikian, kebijakan desentralisasi pendidikan tidak harus disimpulkan gagal
untuk dilaksanakan. Ada hal-hal yang merupakan kekuatan dan peluang bagi
keberhasilan implementasi berikutnya. Berikut ini disajikan hasil analisis SWOT
terhadap implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan di Indonesia. Berikut
ini hasil identifikasinya melalui analisis SWOT.[10]
1.
Strength (Kekuatan)
Jika digunakan analisis SWOT
terhadap implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan ini, maka ada
beberapa hal yang dapat diidentifikasikan sebagai faktor kekuatan, yaitu:
a.
Secara politis kebijakan
desentralisasi pendidikan telah dikenal luas oleh masyarakat dan merupakan
kebijakan yang populis.
b.
Jiwa dan ruh kebijakan
desentralisasi pendidikan telah lama diidamkan oleh masyarakat, khususnya dalam
menghadapi era persaingan bebas yang mengharuskan masyarakat kita memiliki
kompetensi dan daya kompetitif yang tinggi.
c.
Kebijakan ini merupakan bentuk nyata
dari diakuinya eksistensi pemerintah daerah dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan bidang pendidikan di daerah masing-masing.
2. Weakness (Kelemahan)
Disamping adanya kekuatan-kekuatan
sebagaimana dikemukakan di atas, kebijakan ini juga memiliki sisi kelemahannya,
antara lain adalah:
a.
Tidak meratanya kemampuan dan
kesiapan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan desentralisasi
pendidikan, khususnya pemerintah daerah di wilayah terpencil. Bahkan untuk
wilayah tertentu implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan secara penuh
justru cenderung menjadi masalah tersendiri di daerah tersebut.
b.
Tidak meratanya kemampuan keuangan
daerah (Pendapatan Asli Daerah) dalam menopang pembiayaan pendidikan di
daerahnya masing-masing, terutama daerah-daerah miskin.
c.
Belum adanya pengalaman dari
masing-masing pemerintah daerah untuk mengatur sendiri pembangunan pendidikan
di daerahnya sesuai dengan semangat daerah yang bersangkutan. Sehingga
dikhawatirkan implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan akan dijadikan
komoditas bagi pemerintah daerah tertentu untuk tujuan-tujuan jangka pendek.
d.
Belum bersihnya aparat birokrasi
dari mentalitas dan budaya korupsi.
e.
Belum jelasnya pos-pos anggaran
untuk pendidikan.
3. Opportunity (Peluang)
Berikut ini diinventarisir sejumlah
faktor yang diduga kuat dapat menjadi faktor peluang bagi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
a.
Adanya semangat yang kuat dari
masyarakat untuk menjadikan implementasi kebijakan ini (harus) berhasil, karena
munculnya kebijakan ini disadari bersama sebagai keinginan masyarakat banyak.
b.
Adanya semangat dari kalangan
masyarakat untuk turut serta mengawasi pelaksanaan kebijakan desentralisasi
pendidikan di daerah masing-masing. Bahkan muncul banyak LSM atau lembaga
non-pemerintah yang merelakan diri memonitor dan mengawasi pelaksanaan
kebijakan ini.
4. Threat (Ancaman/Tantangan)
Selanjutnya adalah faktor ancaman.
Ada beberapa faktor yang diduga menjadi faktor ancaman bagi implementasi
kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
a.
Tidak meratanya hasil prestasi
pendidikan dilihat secara nasional karena sangat dimungkinkan munculnya variasi
kualitas di masing-masing lembaga pendidikan, baik di dalam satu wilayah
daerah, maupun dibandingkan dengan daerah yang lain.
b.
Faktor tidak meratanya kualitas guru
di masing-masing daerah juga diduga sebagai ancaman.
KESIMPULAN
Desentralisasi pendidikan merupakan
suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain.
Melalui pendidkan yang desentralis bergaya demokratis akan melahirkan
masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab. Masyarakat yang demokratis akan
mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi dan
menjunjung nilai-nilai positif.
Desntralisasi pendidikan masih terdapat kelemahan-kelemahan
yakni apabila penyerahan wewenang tersebut hanyalah sekadar memindahkan
birokrasi pendidikan dari sentralisasi pendidikan ke tingkat daerah. Maka desentralisasi
tersebut akan mempunyai nasib yang tidak pernah menemukan solusi terbaik untuk
mengentaskan keterpurukan pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, kita perlu
menelaah kembali tentang pentingnya analisis SWOT yang menjadi tolak ukur
keberhasilan desentralisasi pendidikan di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah. Otonomi Pendidikan. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada. 2010.
Mu’arif. Liberalisasi
Pendidikan: Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa. Yogyakarta: Pinus.
2008.
Mulyasa, E. Manajemen
Berbasis Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2005.
http://immakhasanah.blogspot.com/2013/03/makalah-desentralisasi-pendidikan.html.
UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pasal 2 (3)
UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pasal 10 (1)
UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pasal 10 (2)
UU No. 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah, pasal 13 (1/f)
Mata Kuliah :
Analisis Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.
Usman Abu Bakar, M.A
[1] E. Mulyasa, Manajemen
Berbasis Sekolah, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2005), hlm 22
[3] Imma khasanah,
http://immakhasanah.blogspot.com/2013/03/makalah-desentralisasi-pendidikan.html,
di unduh pada tanggal 14 Maret 2015.
[4] Bella Putri, http://makalah-pendidikankewarganegaraan.blogspot.com/2013/05/makalah-sentralisasi-dan-desentralisasi.html, di unduh pada
tanggal 14 Maret 2015.
[9] Mu’arif, Liberalisasi
Pendidikan: Menggadaikan Kecerdasan Kehidupan Bangsa, (Yogyakarta: Pinus,
2008), hlm. 7.
[10] http://titikcerdas.blogspot.com/2012/05/desentralisasi-pendidikan.html
Title : DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA (Analisis Kebijakan Pendidikan Islam terhadap Peraturan Pemerintah Daerah)
Description : PENDAHULUAN Reformasi membawa perubahan disegala bidang salah sa...
Description : PENDAHULUAN Reformasi membawa perubahan disegala bidang salah sa...
0 Response to "DESENTRALISASI PENDIDIKAN DI INDONESIA (Analisis Kebijakan Pendidikan Islam terhadap Peraturan Pemerintah Daerah)"
Post a Comment