SANTRI SALAF MENGUPAS TUNTAS KAJIAN KEISLAMAN KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (PERSPEKTIF FIQIH DAN TASAWWUF) | KISS BLOG >

GUDANG MAKALAH

KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (PERSPEKTIF FIQIH DAN TASAWWUF)


A.    Latar Bekakang Masalah
Allah menciptakan manusia didunia ini hanyalah untuk menyembah atau beribadah kepada-Nya. Ketika manusia mengikuti segala yang diperintahkan oleh Allah, dengan melaksanakan kewajiban yang ditetapkan untuknya dan menghindari yang diharamkan, maka hal itu adalah kunci untuk memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan yang tidak akan didapatkan kecuali bagi orang-orang bersedia menyembah kepada Allah SWT.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia dimuka bumi ini. Dalam ajaran islam manusia diwajibkan melaksanakan ibadah yang diatur dengan syariah Islam, dan ibadah yang paling pokok dalam ajaran Islam adalah melaksanakan shalat. Kewajiban shalat ini menjadi hal yang utama karena amal dari shalatlah yang akan menjadi dihisab pertama kali oleh Allah SWT diakhirat nanti. Seperti disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.
اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ عَلَيْهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ لَهُ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ (رواه الطبراني)[1]
Artinya : “Amalan yang pertama dihisab (dinilai) dari seorang hamba pada hari kiamat adalah ialah shalat. Jika ia baik, maka baiklah seluruh amalnya, sebaliknya jika ia jelek, maka jeleklah amalnya”. (HR. Thabrani)
Hadis tersebut menunjukkan bahwa ibadah sholat adalah ibadah yang sangat penting. Shalat merupakan tiang agama. Shalat adalah titik sentral dasar curahan kebaikan serta lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya. Jika shalatnya tidak baik, dalam arti kurang disadari dan dihayati apa yang terkandung didalamnya, maka bisa menimbulkan pengaruh yang tidak baik pula. Dan sebaliknya kalau shalatnya itu dikerjakan dengan baik, khusyuk, serta dengan tuma’ninah sebagaimana yang dikehendaki dalam shalat itu sendiri, maka insya Allah akan membuahkan perbuatan-perbuatan lain yang baik, bisa menjadikan pelakunya berbudi luhur, jujur, konsekwen, dan sebagainya.[2]
Shalat mempunyai kedudukan yang paling utama diantara ibadah-ibadah yang lain, tetapi akan lebih utama lagi apabila shalat itu dilakukan dengan cara berjamaah, baik dirumah, mushola ataupun masjid. Shalat jama’ah mempunyai nilai yang lebih, sama nilainya dengan shalat perorangan ditambah dua puluh tujuh derajat. Sebagimana diriwayatkan Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ : صَلاةُ الْجَمَاعَةِ اَفْضَلُ مِنْ صَلاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً. متفق عليه.[3]
Artinya: “Dari Ibnu Umar sesungguhnya Nabi bersabda“shalat jama’ah itu lebih utama dari pada sholat sendirian dengan selilsih dua puluh tujuh derajat”.
Karena selain pahala yang berlipat ganda, shalat berjamaah juga akan menumbuhkan rasa kebersamaan yang kuat, seseorang tidak akan hidup tanpa adanya orang lain. Sehari saja jika tidak keluar rumah, tidak bertemu teman terasa dunia ini sepi. Begitu pula dengan shalat, shalatpun kalau dilakukan bersama teman dan orang lain (berjamaah) akan lebih mengasikkan dibanding dengan shalat sendirian, sehingga kita lebih semangat.
Dalam sejarah perkembangan islam yang telah terukir dengan indah, Rasulullah telah menekankan betapa pentingnya arti kebersamaan. Nilai kebersamaan yang beliau ajarkan ini tidak hanya berhasil mencetak orang-orang yang berada di samping beliau menjadi masyarakat yang ideal, melainkan juga membuat lawan-lawanya bertekuk lutut didepan ajaran beliau. Dengan menjalankan shalat berjamaah, seorang muslim talah dilatih untuk senantiasa memiliki dan mempertahankan nilai kebersamaan yang luhur tersebut.[4]
Banyak umat Islam yang menganggap remeh urusan shalat berjamaah. Kenyataan ini dapat kita lihat di sekitar kita dengan perkataan ‘Masih bagus mau shalat, dari pada tidak mau shalat’, sehingga tidak berjamaah pun dianggap sudah menjadi muslim yang baik, layak mendapat surga dan ridha Allah. Padahal, Rasulullah dan para sahabat tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah kecuali jika ada halangan yang syar’i. Ketika Rasulullah sakit ia tetap melaksanakan shalat berjamaah di masjid sebagai imam hingga ketika sakitnya semakin parah beliau memerintahkan abu bakar untuk mengimami shalat berjamaah. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dalam kitab bukhori dan Muslim, sampai pernah hendak membakar rumah para sahabat yang enggan berjamaah. Kisah ini seharusnya dapat membuka mata kita betapa pentingnya berjamaah dalam melaksanakan rukun Islam kedua ini.
Shalat berjamaah sudah ditentukan waktunya. Waktunya shalat ditandai dengan adzan yang dikumandangkan. Saat itulah shalat dilaksanakan. Amalan siang tidak akan diterima diwaktu malam dan amalan malam tidak akan diterima diwaktu siang adalah shalat. Jelasnya, dengan hal ini seorang harus disiplin dalam shalatnya, bahwa tidak ada alasan bagi seseorang untuk meninggalkan shalat karena kesibukan, yakni dengan mengakhirkan shalat atau seseorang mengganti, memajukan atau mengundurkan waktu pelaksanaanya. ketika sudah waktunya mereka harus bergegas untuk menjalankannya.
Sikap hidup seseorang berupa patut dan taat terhadap segala peraturan atau disiplin baik langsung maupun tidak langsung merupakan suatu cerminan dari kerajinan atau kemalasan seseorang dalam hal mengerjakan shalat, jika mereka disiplin untuk kemungkinan besar dia itu yang rajin melaksanakan ibadah shalat.
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَاءِ وَٱلْمُنكَرِ (الانكبوت : 45)
Artinya : “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar” (QS. Al Ankabut : 45)
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa kerjakanlah shalat secara sempurna seraya mengharapkan keridhoannya dan kembali kepadanya dengan khusyu’ serta merendahkan diri. Sebab jika shalat dikerjakan dengan cara demikian maka ia akan mencegah dari perbuatan kekejian dan kemunkaran. Shalat yang di kehendaki Islam bukanlah semata-mata sejumlah bacaan yang diucapkan oleh lisan, sejumlah gerakan yang dilakukan oleh anggota badan tanpa di sertai kesadaran akan kekhusyu’an hati. Tetapi shalat yang diterima adalah shalat yang terpenuhi ketentuan-ketentuannya baik dilihat dari perspektif fiqihnya maupun tasawwufnya, yakni syarat sah sholatnya, rukun sholatnya, perhatian fikirannya, kedudukan hatinya dan kehadiran keagungan seakan-akan berada di hadapannya. Sebab tujuan utama dari shalat adalah agar manusia selalu mengingat Tuhannya yang maha tinggi. Hal tersebut akan bisa tercapai bagi orang-orang yang berdisiplin dalam menjalankan sholat yang sebenar-benarnya.
Dari uraian tersebut di atas, maka muncullah inspirasi dari penyusun untuk membuat tesis ini dengan judul “KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMAAH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (Perspektif Fiqih dan Tasawwuf).


B.     Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan penulis angkat dalam penelitian ini adalah :
1.      Bagaimana shalat berjamaah dalam perspektif fiqih dan Tasawwuf?
2.      Bagaimana cara membentuk akhlakul karimah dalam perspektif tasawwuf?
3.      Bagaimana pengaruh kedisiplinan shalat berjamaah dalam membentuk akhlakul karimah dari perspektif fiqih dan tasawwuf?
                                                                                            
C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui shalat berjamaah dalam perspektif fiqih dan tasawwuf
2.      Untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan akhlakul karimah dari perspektif tasawwuf.
3.      Untuk mengetahui pengaruh kedisiplinan shalat berjamaah dalam membentuk akhlakul karimah dari perspektif fiqih dan tasawwuf.

D.    Kegunaan Penelitian
1.      Secara teoritis penelitian ini berguna sebagai sumbangsih pemikiran atau input yang dapat memperkaya informasi dalam rangka meningkatkan ibadah shalat jamaah dan hubungannya dengan pembentukan akhlakul karimah.
2.      Secara praktis penelitian ini berguna sebagai paparan yang mendiskripsikan betapa besar dan kuatnya pengaruh shalat jamaah terhadap pribadi seorang muslim dan memberikan pemikiran tentang pentingnya shalat jamaah.
3.      Diharapkan dapat berguna bagi kepentingan umum baik di dalam pelaksanaan ibadah shalat jamaah maupun dalam merealisasikan akhlak mulia dalam kehidupan.

E.     Penegasan Istilah
Untuk menghindari salah paham dalam persepsi atau penafsiran, maka penulis menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan istilah dan pembatasan dalam penelitian ini.
1.      Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata “disiplin” dibentuk kata benda, dengan awalan ke- dan akhiran –an, yaitu : kedisiplinan, yang artinya suatu hal yang membuat manusia untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan kehendak-kehendak langsung, dorongan-dorongan keinginan atau kepentingan-kepentingan kepada suatu cita-cita tujuan tertentu untuk mencapai efek yang lebih besar.[5]
Sedangkan yang dimaksud kedisiplinan disini adalah kedisiplinan melaksanakan sholat jamaah dari perspektif fiqih dan tasawwuf yang dapat membentuk akhlakul karimah.


2.      Shalat Berjamaah
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam dan ma’mum walaupun satu. [6]
3.      Akhlakul karimah
Akhlakul karimah yang dimaksud adalah akhlakul karimah yang bersumber dari Al-Qur.an dan As-Sunnah.
4.      Perspektif Fikih
Perspektif fikih yang dimaksud adalah perspektif fikih tentang shalat jamaah yang memumat tentang sholat berjamaah secara dhahir (jelas)
5.      Perspektif Tasawwuf
Perspektif tasawwuf yang dimaksud adalah perspektif tasawwuf tentang shalat jamaah secara bathin (dalam) dan membahas akhlakul karimah.
F.     Tinjauan Pustaka
1.      Analisis Teoritis
Shalat menurut bahasa adalah doa, sedangkan menurut syariat sholat adalah ucapan atau perbuatan tertentu yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[7]
Sholat mempunyai pengertian mengkonsentrasikan akal pikiran kepada Allah untuk sujud kepada-Nya dan bersyukur serta meminta pertolongan kepadanya atau berarti doa.[8]
Shalat menempati rukun kedua setelah membaca kedua kalimat syahadat, serta menjadi lambang hubungan yang kokoh antara Allah dan hamba-Nya.[9]
Allah mewajibkan kita mengerjakan shalat sebanyak lima kali dalam sehari. Akan tetapi setiap pelaksanaan dan praktik mengenai shalat berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada yang yang mengikuti aturan yang sudah diperintahkan oleh Rasulullah Saw., namun ada juga yang tidak mengikuti aturan nabi.[10]
Shalat jamaah adalah suatu ikatan pertalian yang terdiri dari imam dan ma’mum walaupun satu. Shalat jamaah merupakan kekhususan untuk umat sekarang ini.[11] Jadi umat sebelum nabi Muhammad tidak disyariatkan adanya jamaah.
Menurut Muhammad bin Qosim dan Imam Rafi’i dalam kitab Fathul Qorib, hukum shalat berjamaah bagi laki-laki adalah sunnah mu’akkad. Sedangkan menurut Imam Nawawi shalat jamaah adalah fardu kifayah.[12]
Dalam kitab i’anatuttholibin Imam Abi Bakar Utsman Syato’ menukil pendapatnya Imam Al Manawi berkata bahwa hikmah disyariatkannya jama’ah adalah terselenggaranya rangkaian kerukunan diantara orang-orang yang sholat, karena itu disyariatkan dilaksanakan di masjid supaya bisa saling bertemu antar tetangga di waktu-waktu sholat.[13] Melaksanakan shalat lima waktu dengan berjamaah termasuk ibadah termulia dan cara terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.[14] Kesempatan saling bertemu di masjid itulah sebagai langkah awal membangun kebersamaan dalam segala bidang, sehingga dalam diri mereka dan lingkungan masyarakat setempat terpancar siraman ruhani yang dapat membentuk akhlakul karimah.
Akhlakul karimah berasal dari dua kata yakni akhlak dan karimah. akhlak berarti budi pekerti, tingkah laku, perangai, sedangkan karimah berarti kemuliaan, kedermawanan, murah hati, dermawan.[15] Selanjutnya Partanto dan Al Barry mendefinisikan akhlakul karimah sebagai akhlak mulia (agung atau luhur).[16] Akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Maka dengan demikian, akhlakul karimah dalam penelitian ini adalah sikap positif yang melekat pada diri seseorang yang diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan yang merupakan manifestasi keimanan dan keislamannya.
2.      Kerangka Berfikir
Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat jama’ah melebihi shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh tujuh derajat.” 
 Pada shalat jamaah terkandung didalamnya makna ta`awun `alal biri wa taqwa (tolong menolong dalam kebajikan dan takwa) serta amar ma`ruf dan nahi mungkar.  Hal ini terlihat pada saat implementasinya, dimana kaum muslimin bersama-sama berdiri dihadapan Allah di dalam barisan (shaff) yang teratur  dengan dipimpin oleh seorang imam, ibarat sebuah bangunan yang kokoh sehingga mencerminkan kekuatan dan persatuan kaum muslimin.
Shalat berjama`ah merupakan bentuk penanaman akhlakul karimah yakni melahirkan rasa kelembutan dan kasih sayang sesama muslim, menghilangkan sifat kesombongan dan besar diri serta dapat mempererat ikatan persaudaran seagama (ukhuwah islamiyah) maka terjadilah interaksi langsung antara kalangan tua dengan yang muda dan antara orang kaya dan yang miskin.
Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah swt (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia (akhlakul karimah) tidak lahir begitu saja sebagai kodrat manusia, atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifetasi seumur hidup melalui pembelajaran atau pendidikan akhlak yang sistematis.
Pendidikan akhlak yang sistematis adalah pendidikan yang terdapat dalam sholat jamaah. Sebab didalamnya mengandung nilai  jasmani maupun rohani. Nilai jasmani merupakan efek dari adanya peraturan dhohir yang sudah di kemas dalam perspektif fikih seperti mulai ketika bersuci membersihkan diri dari hadas dan najis. Sedangkan nilai rohani merupakan efek dari adanya peraturan bathin yang sudah di kemas dalam perspektif tasawwuf seperti khusyuk dalam shalat berjamaah. Sehingga dengan peraturan dhahir dan bathin tersebut akan menimbulkan pengaruh positif seperti munculnya akhlakul karimah dalam diri seseorag. Dalam hal ini penulis membantu memberikan sumbangsih bagaimana membentuk akhlakul karimah yang bersifat sistematis melalui tesis yang berjudul Kedisiplinan Shalat Berjama’ah Dalam Membentuk Akhlakul Karimah (Perspektif Fiqih Dan Tasawwuf).

G.    Metode Penelitian
1.      Desain Penelitian
a.         Pendekatan
Penelitian ini mengggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantitatif lainnya.[17]
b.        Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan atau library research (kepustakaan)[18], yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam - macam materi yang terdapat di ruang kepustakaan, misalnya : buku, majalah, naskah, catatan, dan lain - lain yang berhubungan dengan judul tersebut.
2.      Sumber Data
Dalam mengumpulkan data skripsi ini, peneliti menggunakan metode kepustakaan atau library research, yaitu mengumpulkan data atau karya tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustakaan. Pengumpulan data kepustakaan dapat dilakukan dengan beberapa sumber yang dipergunakan, yaitu :
a.         Sumber data primer
Sumber primer  yaitu hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan karya peneliti atau teoritisi yang orisinil[19]. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah Kitab Fathul Mu’in tentang Shalat Jamaah.



b.      Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diambil atau didapat dari sumber kedua, tidak langsung diselidiki.[20] Sumber data sekunder dijadikan sebagai sumber data yang dapat digunakan untuk sarana pendukung dalam memahami masalah yang akan diteliti. Adapun yang dijadikan sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku  dan kitab - kitab salaf yang relevan dengan judul.
3.      Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data.[21] Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan library research yaitu mencari data dengan cara melakukan penelusuran terhadap buku-buku, sejumlah tulisan perpustakaan, dan menelaahnya.
4.      Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data digunakan beberapa metode diantaranya :
a.        Analisis deskriptif, yaitu bertujuan memberikan predikat kepada variabel yang diteliti susuai dengan tolok ukur yang sudah ditentukan.[22]  Analisis ini hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan.  
b.        Analisis deduktif, yaitu berpikir dari suatu pengetahuan yang sifatnya umum dan bertitik tolak dari pengetahuan umum itu kita kehendaki meneliti kejadian khusus.[23] Metode ini digunakan dalam pembahasan yang bersifat teoritis, yaitu untuk menganalisa buku-buku literatur yang ada guna memberikan penjelasan dan permasalahan yang secara garis besar kemudian dijelaskan lebih rinci sehingga akan mudah dipahami. 
c.        Analisis Induksi, yaitu suatu metode yang mempelajari kaidah-kaidah atau data yang bersifat khusus kekmudian mengadakan analisa untuk mengambil kesimpulan yang bersifat umum.[24]
d.       Analisis isi, atau seringkali disebut analisis dokumen, adalah telaah sistematis atas catatan-catatan atau dokumen-dokumen sebagai sumber data[25]  

H.    Sistematika Penulisan Tesis
Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai tesis ini, maka secara global penulis merinci dalam sistematika penulisan ini sebagai berikut :
Bab I, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, berisi tentang shalat berjamaah dalam perspektif fikih dan tasawwuf yang meliputi pengertian shalat berjamaah, hukum shalat berjamaah, syarat sah shalat berjamaah, keutamaan sholat berjamaah, hikmah sholat berjamaah dalam perspektif tasawuf.
Bab III berisi tentang akhlakul karimah dalam perspektif tasawwuf yang meliputi pengertian akhlakul karimah, dasar-dasar akhlakul karimah, manfaat akhlakul karimah, faktor-faktor yang mempengaruhi akhlakul karimah.
Bab  IV, berupa analisis terhadap kedisiplinan shalat berjamaah dalam membentuk akhlakul karimah (perspektif fikih dan taswwuf), implikasi sholat berjamaah terhadap lingkungan kehidupan.
Bab V, adalah penutup dari serangkaian pembahasan yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.


DAFTAR PUSTAKA
Al Bustani, Fuad Ifram. Munjid Aththullahm. Beirut : Darul Masyriq. 1956.
Al-Khuli, Hilmi. Menyingkap Rahasia Gerakan-gerakan Shalat. Jogjakarta: Diva Press. 2012.
Al Malibari, Syaikh Zainudin. Fathul Mu’in. Semarang : Thoha Putra.
Arikunto, Suharsimi. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. 2005.
   . Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta. 1998.
As-suyuti, Jalaluddin. Al-Jāmi’u as-soghīr. Al Maktabah as-Syamilah.
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1993.
Faisal, Sanapiah. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional. 1982.
Forum KALIMASADA (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo. Kearifan Syariat, Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, dan Sosiohistiris. Kediri : Lirboyo Press & Annajma. 2013.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset. 1989.
Hadjar, Ibnu.  Dasar-dasar metodologi penelitian kwantitatif dalam pendidikan. Jakarta : Raja grafindo persada. 1996.
Ilahim, Fadhl. Shalat Berjamaah bersama Rasulullah. Yogyakarta : Manhaj. 2010.
Mahful M. Meninggalkan Shalat? Batas Hukum dan Sanksinya. Surabaya : Pustaka Progresif. 2003
Mitsly, Lubna. Kesalahan-kesalahan yang Paling Sering dilakukan Saat Shalat, Jogjakarta : Diva Press. 2011.
Mleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Remaja Rosdakarya. 2006.
Muhammad. Fathul Qorib. Semarang : Toha Putra
Muslim, Abi al-Husain. Shahih Muslim. Semarang : Toha Putra.
Narbuko, Cholil. Metodologi Riset. Semarang : IAIN Press. 1980.
Partanto,  A dan M. Dahlan Al Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola. 1994.
Utsman, Abi Bakar I’ānatuttālibīn. Beirut : Dar al-Fikr. 2007.



[1] Jalaluddin as-suyuti, Al-Jāmi’u as-soghīr, Al Maktabah as-Syamilah, juz 10, hlm. 291
[2] Mahful M, Meninggalkan Shalat? Batas Hukum dan Sanksinya, (Surabaya : Pustaka Progresif, 2003), cet.IV, hlm. 27.
[3] Abi al-Husain Muslim, Shahih Muslim, (Semarang : Toha Putra), juz 1, hlm. 122.
[4] Forum KALIMASADA (Kajian Ilmiah Tamatan Siswa 2009) Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Lirboyo, Kearifan Syariat, Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, dan Sosiohistiris, (Kediri : Lirboyo Press & Annajma, 2013), cet.VI, hlm. 205.
[5] Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 89.
[6] Abi Bakar Utsman bin Muhammad Syato’, I’ānatuttālibīn, (Beirut : Dar al-Fikr, 2007), jilid 2, hlm.3.
[7] Syaikh Zainudin Al Malibari, Fathul Mu’in (Semarang : Thoha Putra), hlm. 3.
[8] Fuad Ifram al Bustani, Munjid Aththullahm, (Beirut : Darul Masyriq, 1956), hlm. 411.
[9] Hilmi Al-Khuli, Menyingkap Rahasia Gerakan-gerakan Shalat, (Jogjakarta: Diva Press, 2012), cet. XVIII, hlm. 27.
[10] Lubna Mitsly, Kesalahan-kesalahan yang Paling Sering dilakukan Saat Shalat, (Jogjakarta : Diva Press, 2011), hlm. 8.
[11] Abi Bakar Utsman bin Muhammad Syato’, op.cit., jilid 2, hlm.3.
[12] Muhammad bin al-Qosim, Fathul Qorib, (Semarang : Toha Putra), hlm.
[13] Ibid. h. 3
[14] Fadhl Ilahim, Shalat Berjamaah bersama Rasulullah, (Yogyakarta : Manhaj, 2010), hlm. 57.
[15] A. Partanto, dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), h. 309.
[16] ibid
[17] Lexy J. Mleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta : Remaja Rosdakarya, 2006),  Cet. 22, hlm.6.
[18] Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), hlm. 16.
[19] Ibnu Hadjar,  Dasar-dasar metodologi penelitian kwantitatif dalam pendidikan, (Jakarta : Raja grafindo persada, 1996), hlm. 83.
[20] Cholil Narbuko, Metodologi Riset, (Semarang : IAIN Press, 1980), hlm.71
[21] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), cet. Ke-7, hlm.100
[22] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian., op.cit., hlm. 386
[23] Sutrisno Hadi,  Metodologi Research., op.cit., hlm. 27
[24] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1998), hlm. 120.
[25] Sanapiah Faisal, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm. 133
Title : KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (PERSPEKTIF FIQIH DAN TASAWWUF)
Description : A.     Latar Bekakang Masalah Allah menciptakan manusia didunia ini hanyalah untuk menyembah atau beribadah kepada-Nya. Ketika manusia m...

0 Response to "KEDISIPLINAN SHALAT BERJAMA’AH DALAM MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH (PERSPEKTIF FIQIH DAN TASAWWUF) "

Contact me

Isi Pesan*

*wajib diisi

Gadget