A.
Pendahuluan
Hampir di setiap sudut kehidupan, kita akan menyaksikan begitu banyak
orang yang bekerja. Apalagi bagi seorang muslim bekerja dimaknai sebagai suatu
upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, pikir, dan
zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba
Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khairu ummah).[1]
Atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa dengan hanya bekerja
manusia itu memanusiakan dirinya.
Keberhasilan kerja seseorang ditentukan oleh adanya etos kerja tinggi
yang tertanam dalam dirinya. Dengan cara memahami dan meyakini ajaran-ajaran
agama yang berhubungan dengan penilaian ajaran agama tersebut terhadap kerja,
akan menumbuhkan suatu etos kerja pada diri seseorang. Pada perkembangan
selanjutnya etos kerja ini akan menjadi pendorong keberhasilan kerjanya.
Persoalannya bagaimana konsep etos kerja dalam Islam yang digali dari al-Quran
dan al-Hadis.
Mereka yang beretos kerja memiliki semacam semangat untuk memberikan
pengaruh positif kepadanya bahkan kepada lingkungannya. Keberadaan dirinya
diukur oleh sejauh mana potensi yang dimilikinya memberikan pengaruh mendalam
bagi orang lain.[2]
B. Hakikat Etos Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia ‘etos’ adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan
sosial, dan etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan
keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Sedangkan dalam pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila, suatu etos kerja dapat dikatakan dimuat di bawah sila
yang kelima, yaitu: sikap adil terhadap sesama, keseimbangan antara hak dan
kewajiban, menghormati hak-hak orang lain, suka memberi pertolongan dengan
tujuan agar yang ditolong bisa berdiri sendiri, bekerja keras dan menghargai
hasil karya orang lain.
Sejalan dengan itu, Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos
kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya dalam melakukan suatu hal.
Hal tersebut akan dilakukannya dengan
sebaik-baiknya, dan sesempurna mungkin yang dihiasi dengan kejujuran dan
semangat kerja. Sehingga apa yang telah dilakukannya bermanfaat bagi diri
sendiri dan orang lain. Selain itu, setiap tindakan yang dilakukannya juga
disertai oleh rasa tanggung jawab.
Dengan dimikian, etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat
bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat
membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak akan
memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang
memadai tentang pekerjaan yang ditangani.[3]
C. Tasawuf dan Etos Kerja
Kita pasti pernah mendengar pernyataan bahwa orang Indonesia itu malas,
tidak disiplin, tidak mau bekerja keras. Hal ini didukung oleh kenyataan berupa
kebiasaan yang disebut “ jam karet“.maksudnya kalau mengerjakan sesuatu tidak
tepat waktu atau selalu terlambat, yang lalu diasumsikan sebagai perwujudan
sikap malas tadi.
Jika hal itu benar, persoalanya, mengapa orang Indonesia bersikap mental
demikian? Menjawab pertanyaan ini, sebagian orang menyalahkan tasawuf. Menurut mereka, orang Indonesia bermental
seperti itu karena dulu Islam
tersebar di Nusantara ini melalui perdagangan dan tasawuf.
Tasawuf dianggap mengandung ajaran yang melemahkan etos kerja. Misalnya
dalam tasawuf ada yang disebut wara’ ( menjauhi perbuatan dosa ), zuhud ( hidup
sederhana), qanaah (merasa puas apa yang dimiliki), faqr (kemiskinan) dan
lain-lain. Ditambah lagi ada kebiasaan membaca wirid,zikir dan doa yang menyita
banyak waktu,sehingga mengurangi kesempatan untuk mencari uang.
Memang tasawuf memiliki ajaran seperti itu tetapi tidak dimaksudkan
supaya orang jadi malas, tidak disiplin dan tidak bekerja keras. Ajaran tasawuf itu bertujuan agar tidak
mencari uang dengan cara yang haram, lupa pada ajaran agama setelah kaya atau
menyesali Tuhan ketika hidup miskin.
Karena itu, yang salah bukan tasawuf,tetapi persepsi orang terhadap
ajaran tasawuf itulah yang keliru. Misalnya wara’ yang berarti menjauhi
perbuatan dosa. Ajaran ini tidak bermaksud supaya orang tidak perlu bekerja
untuk menghindari perbuatan dosa.
Menghindari perbuatan dosa itu dimaksudkan supaya orang dalam bekerja
tidak mengerjakan pekerjaan yang haram, seperti mencuri,merampok,melakukan KKN
(korupsi, kolusi, dan nepotisme)Karena orang harus bisa bekerja mencari rizki
dengan mengerjakan pekerjaan yang halal.
Kemudian dikalangan pengamal tasawuf/tarekat ada kebiasaan membaca wirid,
dzikir dan doa yang berlangsung berjam-jam, sehingga menyita banyak waktu.
Tetapi hal ini tidak perlu dilakukan pada siang hari (jam kerja).Membaca wirid,
dzikir dan doa dapat dilakukan pada malam hari atau pada hari libur, sehingga
tidak mengganggu pekerjaan.
Praktik semacam itu misalnya dilakukan oleh para pengikut tarekat
Syadziliyah di Kudus Jawa Tengah. Mereka bekerja keras sepanjang hari dan malam
hari mereka berdzikir dan beribadah. Mereka
mengamalkan hadist yang menyatakan bekerjalah untuk duniamu seolah-olah engkau
akan hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seoalah-olah engkau akan
mati besok.
Jelaslah bahwa tasawuf tidak melemahkan etos kerja.Bahkan kalau diingat
bahwa tasawuf itu menghendaki orang membersihkan dirinya dari perbuatan tercela
(mazmumah), lalu mengisinya dengan perbuatan terpuji (mahmudah), maka dapat
dikatakan bahwa tasawuf menimbulkan etos kerja yang kuat. Karena diantara
perbuatan terpuji itu adalah mencari nafkah untuk memenuhi keperluan diri
sendiri dan keluarga. Itu berarti bahwa orang yang bertasawuf harus bekerja
keras mencari nafkah. Jadi kalau
ada orang yang mengaku bertasawuf tetapi malas bekerja ,maka tasawufnya keliru.
Dengan demikian bila masih ada sikap malas,tidak disiplin, tidak mau
bekerja keras dalam masyarakat Indonesia selayaknya tidak menyalahkan tasawuf,
seperti kesan yang berkembang selama ini.
Faktor penyebab sikap negatif itu bukan tasawuf, tetapi harus dicari faktor lain di luar tasawuf. Pada dasarnya tasawuf itu baik dan
benar, tetapi persepsi orang terhadapnya sering keliru.Ini disebabkan oleh
mentalitas masyarakat Indonesia yang sudah rusak akibat berbagai pengalaman
sejarah yang menyakitkan selama ini. Mentalitas masyarakat yang rusak
menyebabkan persepsi terhadap ajaran agama kadang-kadang keliru, seperti
persepsi terhadap tasawuf. Karena
persepsi yang keliru itu harus dilacak pada kerusakan mental masyarakat. Mentalitas masyarakat Indonesia mulai
rusak ketika mengalami penjajahan selama ratusan tahun. Penjajahan ini menyebabkan masyarakat menderita lahir batin,
seperti hidup miskin, kecewa, frustasi, stress, pesimitis, tidak merasa punya
masa depan dan sebagainya. Ini kemudian menjungkirbalikan nilai-nilai yang
dihayati dalam masyarakat.
Misalnya yang positif menjadi negatif.
Setelah dijajah sekian lama bangsa Indonesia bangkit melawan penjajah. Perjuangan bangsa ini membuahkan hasil
dengan tercapainya kemerdekaan, tetapi perjuangan itu memerlukan pengorbanan
besar yang juga membawa penderitaan lahir batin. Setelah itu terjadi pergolakan di berbagai daerah dan hal ini juga menimbulkan penderitaan
lahir batin dikalangan masyarakat.
Penderitaan lahir batin yang dialami masyarakat sekian lama akibat
penjajahan ,revolusi kemerdekaan, pergolakan, represi dan krisis yang
berkepanjangan tidak hanya merusak dan menjungkirbalikan tatanan
masyarakat,tetapi juga merusak mentalitas dan cara berpikir. Akibatnya
nilai-nilai positif dari budaya dan
agama sering dipersepsikan secara keliru.
Inilah misalnya yang dialami oleh tasawuf. Tasawuf yang sebenarnya mengandung etos kerja yang kuat
dipersepsikan sebagai faktor yang melemahkan etos kerja. Untuk memperbaiki
persepsi yang keliru ini selain mentalitas masyarakat perlu dibangun kembali,
juga ada baiknya dilakukan reinterpretasi terhadap sikap-sikap dan ajaran tasawuf,
seperti wara’, zuhud, qana’ah, faqr, dan lain-lain. Memang ada diantara sufi
atau pengikut tarekat yang bersikap eskapis, menjauhi kehidupan dunia. Tetapi
hal ini bukan ajaran tasawuf. Sufi atau pengikut tarekat bersikap seperti ini
karena terlalu berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. Sebab
dalam mencari kehidupan dunia orang sering bergelimang dengan dosa. Misalnya memperoleh rizki dengan cara
yang haram atau syubhat.
Lagi pula menganggap tasawuf itu melemahkan etos kerja bertentangan
dengan ajaran dasar islam yang mewajibkan manusia bekerja. Padahal tasawuf
sebagai bagian dari ajaran Islam tidak mungkin bertentangan dengan ajaran dasar
ini. Kalau bertentangan dengan ajaran dasar Islam, maka berarti tasawuf itu
keliru atau persepsi terhadapnya salah. Menurut
ajaran dasar Islam, bekerja itu wajib, setidaknya untuk memenuhi keperluan diri
sendiri, keluarga dan umat.Tasawuf pun sejalan dengan ajaran dasar Islam ini, sehingga
tasawuf tidak melemahkan etos kerja, tetapi malah sebaliknya yaitu
memperkuatnya.[4]
D. Konsep Etos Kerja dalam Tasawuf
Untuk meningkatkan semangat atau etos kerja dalam diri kita, para ahli
sufi telah mengajarkan kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan
mereka sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf. Diantaranya, sikap Optimisme,
Istiqamah, Sabar, Ikhlas, Ridha, Qana’ah, Takwa, Takut, Tawakal, Tobat, Zuhud,
Wara’, Syukur, Cinta, Rindu, Shidiq, Syaja’ah, Takdir, Malu, Zikir, Doa,
Tafakkur, Uzlah, Kemiskinan, dan Kematian.[5]
Sikap Optimisme atau harapan jelas mempunyai tujuan yang dapat membuat
semangat kerja seseorang menjadi kuat, karena untuk menciptakan sikap optimisme
ini membutuhkan usaha yang besar pula. Jika harapannya untuk bertemu dengan
Allah, maka ia harus berusaha keras untuk mendekatkan diri kepadanya-Nya. Namun jika ia
berharap kehidupan didunianya lebih baik, maka ia harus bekerja keras dan
bersungguh-sungguh. Untuk itu, tasawuf dapat mengajak kita untuk bekerja keras
untuk mencapai apa yang kita inginkan, namun apabila harapan itu tidak tercapai
maka kita tidak boleh berputus asa, karena hal ini sangat bertentangan dengan
sikap optimisme. Apapun pekerjaan yang kita lakukan, maka kita harus tetap
memiliki sikap optimisme, agar apa yang kita harapkan dapat dikabulkan oleh
Allah SWT.
Selanjutnya adalah sikap Istiqamah
atau sikap teguh terhadap sesuatu, istiqamah merupakan salah satu hal penting
dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan sikap teguh atau konsisten yang kita
miliki, maka dengan mudah kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Konsisten disini kita bisa lihat dari berbagai segi, terutama dalam hal tingkah
laku yang akan kita perbuat. Seseorang yang tidak memiliki konsisten maka ia
akan selalu gagal dalam melakukan pekerjaannya. Istiqamah yang dimaksud adalah
berhubungan dengan perbuatan yang baik, dan tidak merugikan bahkan menyalahi
aturan agama.
Sikap Sabar juga perlu dalam
pengembangan semangat kerja, didalam suatu pekerjaan kita pasti akan
mendapatkan suatu kesulitan. Misalnya kita merasa lelah, atau kita merasa tidak
mampu melakukan pekerjaan yang harus kita lakukan, maka tanpa kesabaran kita
tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Rasa semangat kerja akan lebih tinggi jika kita ingat untuk bersabar
dalam menjalankan perintah tuhan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, untuk
memenuhi kebutuhan semua itu juga memerlukan biaya besar yang hanya kita
dapatkan dengan bersabar dan kerja keras.
Sikap Ikhlas merupakan dasar
etos kerja yang paling ideal, karena dengan sikap ikhlas seseorang tidak akan
pernah mengenal lelah dalam menjalankan pekerjaannya. Berbeda dengan seseorang
yang tidak memiliki sikap ikhlas, ia akan merugikan banyak pihak terutama
dirinya sendiri. Sikap ikhlas juga membuat seseorang melakukan jujur dalam
pekerjaannya. Dengan demikian, seseorang akan bertanggung jawab atas pekerjaan
yang ia lakukan, ia juga sadar bahwa pekerjaan yang ia lakukan bukan hanya
menguntungkan dirinya, namun juga untuk orang lain.
Ridha berarti senang, juga
merupakan sikap yang diperlukan dalam meningkatkan semangat kerja. Ridho disini
berarti senang terhadap segala perintah tuhan, termasuk perintah mencari
nafkah. Hal itu berarti kita sebagai umat islam
harus berusaha keras dalam menghadapi hidup. Mencari nafkah merupakan
salah satu tindakan ridha terhadap Allah, dan jika kita telah ridho maka
pekerjaan seberat apapun kita akan merasa mudah dan senang.
Kemudian sikap Qana’ah, yaitu
sikap merasa cukup dengan apa yang telah diperoleh. Seberapa pun upah yang kita
dapatkan kita harus merasa sabar dan bersyukur. Karena sekecil apapun rezeki
itu, janganlah kita mudah putus asa, percayalah semuanya telah ditentukan oleh
Tuhan. Sedangkan apabila kita
mendapatkan rezeki yang lebih, janganlah kita menghamburkannya dengan perbuatan
yang dilarang oleh tuhan. Tujuan qana’ah mengajarkan kita untuk merasa cukup
dengan apa yang kita punya, karena agar kita tidak terdorong terhadap perbuatan
yang sangat dibenci Allah, seperti korupsi ataupun mencuri. Sikap qana’ah juga
dimaksudkan agar orang tidak mencari uang yang haram hanya karena pekerjaan
halalnya tidak menghasilkan uang sebanyak yang diperlukan.[6]
Takwa yang berarti menjaga atau
memelihara, dimaksudkan agar kita selalu menjaga diri terhadap perbuatan yang
tercela. Memelihara rasa takut untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan
diri sendiri bahkan menghancurkan peradaban manusia. Dengan
takwa kita dapat membangun dunia tanpa melewati batasan agama.
Kemudian sikap Tawakal, yaitu
sikap berserah diri kepada Tuhan, atas apa yang telah kita lakukan. Apapun
hasil yang Allah berikan maka kita harus tabah menerimanya. Usaha yang
dilakukan terus menerus juga merupakan salah satu tindakan semangat kerja yang
ditanamkan oleh sikap tawakal.
Tobat mengandung etos kerja
yang tinggi, karena pada intinya tobat adalah memperbaiki diri dari perbuatan
yang tercela kembali kepada perbuatan yang terpuji sebagaimana yang telah
diajarkan agama islam, yaitu dengan cara mencari dan mengembalikan harta haram
yang telah diperoleh. Sehingga tobat dapat meningkatkan semangat kerja kita
untuk mencari nafkah halal dan mengembalikannya kembali dengan rezeki yang
halal.
Zuhud merupakan salah satu
sikap yang diajarkan tasawuf, yaitu mengingatkan kepada umat manusia agar tidak
terlalu cinta terhadap kekayaan yang ada didunia ini. Sikap zuhud tidak berarti membuat hidup
kita melarat, sehingga membuat kita malas bekerja. Zuhud hanya mengajarkan kita
untuk mencari nafkah yang halal dan tidak menghambur-hamburkan uang kita dengan
perbuatan maksiat. Dengan demikian, zuhud berarti bukan tidak perlu kerja keras
mencari uang.Bekerja keras itu boleh, malah wajib kalau diniatkan mencari
nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.Tetapi setelah uang itu
diperoleh tidak boleh dihamburkan atau membuat lupa pada Allah,seperti tidak
mengeluarkan zakat atau meninggalkan shalat karena alasan sibuk bekerja.[7]
Wara’ juga termasuk salah satu
sikap yang diajarkan dalam tasawuf, wara’ berarti berpantang. Maksudnya, kita
harus meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat atau haram. Wara’ juga
Bertujuan untuk mengendalikan hawa nafsu kita terhadap kekayaan didunia ini.
Untuk memakmurkan hidup kita, dengan sikap wara’ kita tidak akan melakukan
perbuatan yang diharamkan agama.
Dengan rasa Syukur kita juga
dapat meningkatkan semangat kerja, maksudnya kita dapat berterima kasih kepada
Allah SWT, terhadap nikmat yang kita peroleh, berterima kasih tidak hanya
dilakukan dengan lisan, juga harus diikuti dengan tindakan. Misalnya, dengan bekerja
lebih keras. Bekerja disini dalam rangka taat kepada Allah, sehingga pekerjaan
itu tidak boleh sedikitpun ternodai oleh perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Cinta merupakan hal terpenting
dalam meningkatkan semangat kerja. Telah kita ketahui, cinta terhadap Allah
adalah cinta yang utama, cinta terhadap diri sendiri dan keluarga dapat kita
tempatkan dibawah cinta kepada Allah. Dengan rasa cinta itu, sebagai muslim
maka semangat kerja kita akan semakin tinggi. Dorongan semangat bekerja itu
dapat berasal dari cinta yang kita miliki, yaitu cinta kepada Allah karena kita
ingin bertakwa kepada-Nya, dan cinta kepada keluarga karena kita ingin
memberikan kebahagiaan kepada mereka dengan memberika nafkah yang halal.
Sikap yang selanjutnya adalah Rindu,
rindu disini adalah rindu terhadap Allah yang berada di atas rindu keluarga dan
rindu apapun. Sikap rindu itu akan memacu seseorang untuk selalu berbuat aktif,
baik dalam urusan agama maupun urusan duniawi. Seseorang akan semangat bekerja
jika dia merasa rindu dengan keluarganya. Dengan demikian, rindu merupakan
sikap yang dapat menumbuhkan semangat kerja yang kuat, dengan rindu keluarga
berarti dia rindu terhadap Allah, Karena rindu terhadap Allah harus berada di
atas rindu keluarga.
Kemudian Shidiq, shidiq adalah benar
atau jujur. Maksudnya, benar atau jujur dalam perbuatan ataupun ucapan. Sikap
shidiq dimaksudkan agar orang bekerja dengan jujur. Jujurnya seseorang dapat
kita lihat pada pekerjaan dan ucapannya. Dengan demikian, shidiq dapat meningkatkan semangat kerja seseorang
menjadi kuat. Maka tanpa bekerja, seseorang akan sulit membuktikan kejujurannya
terhadap orang lain.
Syaja’ah yang berarti berani,
maksudnya berani melakukan perbuatan yang benar, meskipun menanggung resiko
yang sangat berat. Seperti halnya dalam pekerjaan, seseorang pasti terkadang
merasa sulit dalam menghadapi pekerjaannya yang disebabkan oleh rasa takut,
namun jika dia mempunyai keberanian yang tinggi, maka segala kesulitan itu
dapat diatasinya. Dengan demikian syaja’ah juga dapat menumbuhkan semangat
kerja yang kuat.
Takdir adalah sebuah ketentuan
Tuhan tentang segala sesuatu yang belum terjadi didunia ini. Setiap orang telah
ditakdirkan tuhan untuk memiliki pikiran, kemampuan, kemauan, dan kebebasan
yang bertujuan agar seseorang dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dia dan
keluarga. Sehingga manusia ditakdirkan untuk bekerja keras mencari nafkah.
Orang yang menyadari takdir yang digariskan Tuhan itu maka dia akan semangat
bekerja sehingga dapat mensejahterakan hidupnya. Sebaliknya, jika seseorang
mengingkari takdirnya, maka hidupnya akan selalu mendapatkan kesulitan. Takdir
seperti itu harus diterima secara
ikhlas,karena tentu ada hikmahnya.misalnya kalau orang itu kaya mungkin saja
lupa pada Allah.Padahal kalau ia miskin mungkin sekali selalu berusaha dekat
dengan Allah dengan banyak beribadah, seperti kisahnya Tsa’labah.Tsa’alabah
adalah seorang sahabat nabi Muhammad SAW yang miskin. Dia rajin beribadah
bersama Nabi. Suatu waktu dia meminta kepada nabi berdoa kepada Allah supaya
dia dikayakan. Lalu Nabi bertanya:
apakah Anda siap menjadi orang kaya. Karena Nabi khawatir nanti setelah kaya lupa beribadah.Tsa’labah
pun menyatakan siap. Kemudian Nabi
berdoa sehingga usaha tsa’alabah berkembang pesat dan menjadi kaya. Setelah kaya kekhawatiran Nabi terbukti, yaitu Tsa’labah sering meninggalkan
ibadah. Allahpun kemudian murka
dan usaha Tsa’labah merosot dan akhirnya kembali jadi orang miskin.
Rasa Malu juga sangat penting
dalam meningkatkan semangat kerja, malu disini malu terhadap Allah dan diri
sendiri saat kita hendak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Mempunyai rasa malu juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Malu
untuk berbuat jahat, maka dapat mendorong seseorang untung berbuat baik. Begitu
juga dalam hal pekerjaan, seseorang akan malu melakukan kesalahan dalam
pekerjaannya, maka dia akan terdorong untuk bekerja keras sehingga tidak
melakukan pekerjaan yang salah.
Dengan menyebut nama Allah atau Wirid,
mengerjakan sholat sunah, membaca Al quran, zikir, dan doa, selain
mendapatkan pahala bagi yang mengerjakannya, juga dapat membuat ketenangan hati
dan pikiran orang tersebut. Sehingga
sangat penting untuk meningkatkan semangat kerja. Tanpa ketenangan itu, kita
tidak akan merasa tenang, bahkan dapat menyebabkan pekerjaan kita menjadi
hancur atau tidak maksimal.
Seperti halnya wirid, dengan memperbanyak Zikir orang akan selalu ingat terhadap Allah dan perintah-Nya,
seperti bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga. Dengan demikian zikir juga
dapat meningkatkan semangat kerja yang kuat. Zikir juga dapat memberikan
ketenangan hati dan pikiran, sehingga masyarakat zaman sekarang yang banyak
mengalami stress dan dapat mengganggu jiwa dan pikiran mereka, dengan
memperbanyak zikir orang yang merasa stress itu dapat merasa lebih tenang dalam
melakukan pekerjaannya.
Doa adalah suatu tidakan
memohon terhadap Tuhan untuk mendapatkan kebahagian baik di dunia dan di
akhirat. Harus kita sadari bahwa doa tidak dapat berdiri sendiri, dengan hanya
berdoa Tuhan tidak akan pernah mengabulkannya. Doa harus diikuti dengan usaha
atau ikhtiar yang sungguh-sungguh, dengan begitu permohonan itu akan
dikabulkan.
Tafakkur berarti perenungan,
maksudnya kita perlu merenungkan ciptaan Allah yang ada dimuka bumi ini.
Tafakkur adalah perbuatan wirid yang dapat mendekatkan diri kita terhadap Allah
SWT. Tafakkur juga dapat memunculkan kerinduan kita terhadap perintah-Nya,
salah satunya mencari nafkah untu keluarga.
Selain itu tafakkur juga dapat membuat hati dan pikiran kita tenang
dalam melakukan pekerjaan kita. Oleh sebab itu, tafakkur juga menjadi salah
satu peningkatan semangat kerja yang kuat.
Uzlah yaitu mengasingkan diri,
yakni mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat, sehingga dapat menjauhkan
diri dari perbuatan maksiat serta melatih kita untuk membiasakan diri melakukan
ibadah. Oleh sebab itu dengan melakukan uzlah kita dapat menenangkan hati dan
pikiran, sehingga dapat meningkatkan kembali semangat kerja kita dalam memenuhi
kewajiban kita untuk mencari nafkah.
Dalam ajaran tasawuf, Kemiskinan atau
farq artinya seseorang pada dasarnya adalah miskin secara spiritual dan
material. Dengan kemiskinan itu, seseorang akan terdorong untuk selalu
mendekatkan diri kepada-Nya dengan banyak beribadah dan akan berkerja keras
untuk mencari rezeki yang halal dan banyak. Sehingga dengan konsep kemiskinan
itu, sikap semangat kerja seseorang akan lebih terpacu. Lalu faqr menurut
(Sudirman.2003),yang berarti kemiskinan. Maksudnya manusia pada dasarnya
miskin, tidak punya apa-apa. Kalau orang itu kaya, maka hartanya sebenarnya
adalah milik Allah yang dititipkan kepadanya. Sebaliknya, kalau orang itu hidup miskin tidak boleh berkeluh
kesah sambil menyalahkan orang lain atau Allah. Kalau mau menyalahkan lebih baik ditunjukan kepada diri sendiri. Sebab hidup miskin mungkin
disebabkan oleh kelemahan dan kesalahan diri sendiri, misalnya bekerjanya belum
keras, tidak disiplin atau pekerjaanya memerlukan ketrampilan khusus yang dia
belum kuasai.
Jelasnya faqr tidak berarti bahwa orang sebaiknya hidup miskin, sehingga
seolah-olah tidak harus bekerja keras, tetapi kalau hasilnya sedikit tidak memenuhi keperluan hidup, sehingga
terpaksa hidup miskin, maka kenyataan itu harus diterima secara ikhlas sebagai
takdir Allah yang tidak bisa ditolak. Karena barangkali Allah memang sudah
mentakdirkan orang itu hidup miskin.[8]
Peningkatan semangat kerja yang terakhir adalah dengan ingat Kematian. Jika mengingat kematian tidak
harus dengan menjauhi urusan dunia, tetapi melakukan perbuatan yang nyata
dikehidupan dunia. Dengan ingat kematian pun kita akan membuat sikap kita untuk
lebih berani menghadapi sebuah kematian. Itu berarti, sikap berani mati yang
kita miliki dapat mendorong kita untung lebih semangat bekerja sampai akhir
hayat kita. Orang yang ingat mati maka adalah orang yang sadar bahwa hidup
didunia ini adalah sementara, dengan begitu dia akan mempergunakan waktunya
sebaik-baiknya untuk melakukan ibadah dan bekerja keras dalam mencari nafkah
untuk keluarganya. Semoga kita termasuk orang yang dapat melakukan sikap-sikap
atau perbuatan yang dapat meningkatkan semangat kerja seperti yang dilakukan
para sufi dalam mengamalkan ajaran tasawuf.[9]
E. Etos Kerja Orang Indonesia
Setiap bangsa sudah tentu memiliki etos kerjanya sendiri yang terbentuk
oleh perkembangan kebudayaanya sendiri dan senantiasa akan menjadi ciri khas
bangsa tersebut. Bukan maksud
untuk melecehkan bangsa sendiri, namun dari pengalaman penulis buku ini yang
dengan hidup diantara bangsa-bangsa lain didunia, kita sadari bahwa etos kerja kita masih sangat rendah dan
rentang distribusinya semakin rendah di daerah yang jauh dari pusat
pemerintahan. Apakah hal tersebut
karena terinduksi pepatah jawa “
alon-alon asal klakon atau mangan gak mangan asal kumpul , yang apabila diindonesiakan padanannya
adalah “biar lambat asal selamat dan tidak perlu pergi jauh-jauh asalkan tetap berkumpul” atau
pepatah kita yang salah “hujan emas dinegeri orang lebih baik hujan batu
dinegeri sendiri”, masih banyak pepatah lama baik secara kedaerahan maupun
secara nasional mengakar dalam masyarakat.
Namun akhir-akhir ini dengan semakin terbukanya dunia dalam kompetisi
lapangan kerja, maka mau tidak mau bangsa kitapun harus merubah etos kerja yang
tidak produktif dan marginal seperti tersebut diatas kearah profesionalisme.
Marilah kita belajar dari berbagai bangsa lain yang etos kerjanya juga sangat
variatif namu produktif seperti dikemukakan Sinamo (2005) sebagai berikut :
a.
Bandingkan
dengan etos kerja Musashi, (1584-1645)
1.
Berpikirlah
dengan membuang semua ketidak jujuran
2.
Bentuklah
dirimu sendiri di jalan yang benar
3.
Pelajarilah
semua seni
4.
Pahamilah
jalan semua pekerjaan
5.
Pahamilah
keunggulan dan kelemahan dari segala sesuatu
6.
Kembangkan
mata yang tajam dalam segala hal
7.
Pahamilah
apa yang tidak terlihat oleh mata
8.
Berikan
perhatian bahkan pada hal-hal yang terkecil sekalipun
9.
Jangan
melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak realistis
b.
Etos
kerja jepang
1.
Bersikap
benar dan bertanggung jawab
2.
Berani
dan kesatria
3.
Murah
hati dan mencintai
4.
Bersikap
santun dan hormat
5.
Bersikap
tulus dan sungguh-sungguh
6.
Menjaga
martabat dan kehoramatan
7.
Mengabdi
dan loyal
C. Etos kerja Korea selatan
1. Kerja keras
2. Disiplin
3. Berhemat
4. Menabung
5. Mengutamakan pendidikan
d. Etos kerja Jerman
1. Bertindak rasional
2. Berdisiplin tinggi
3. Bekerja keras
4. Berorientasi sukses material
5. Tidak mengumbar kesenangan
6. Hemat dan bersahaja
7. Menabung dan berinvestasi
Gambaran diatas menjadi bukti bagaimana ketatnya dunia usaha modern saat
ini, sehingga keteledoran sesaat
berakibat fatal bagi banyak hal. Untuk memperbaiki kondisi umat Islam khusus
orang Indonesia yang berhubungan erat dengan etos kerja tersebut, maka
diperlukan langkah-langkah praktis yang bisa membantunya, yang menurut hemat
penulis adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam
tersebut mampu dijabarkan dalam etos kerja yang produktif bagi masyarakat
Indonesia. Atas dasar pertimbangan tesebut, maka untuk meningkatkannya dapat
ditempuh jalan sebagai berikut :
1.
Berilah
perhatian kepada setiap kejadian yang ada disekitar Anda sekecil apapun, karena
tidak ada peristiwa yang sifatnya mendadak, melainkan telah ada peristiwa
sebelumnya yang lepas dari nperhatian kita.
2.
Buatlah
pengamatan dengan seksama atau berulang-ulang terhadap peristiwa yang yang
menjadi perhatian kita,serta ambilah pelajaran dengan mengidentifikasi antara
faktor dominan dan faktor ikutan dari setiap kejadian.
3.
Apabila
bisa, dokomentasikanlah setiap peristiwa tersebut sekalipun tidak ada hubungan
dengan anda saat itu, karena siapa tahu peristiwa seruapa akan menimpa Anda
atau keluarga Anda pada kesempatan lain.
4.
Ketiga
langkah diatas akan menjadi pengkayaan bagi siapapun yang melakukanya sehingga
akan memudahkan baginya untuk mengembangkan diri dalam melakukan amalan lainya
sekalipun diluar bidangnya selama ini.
5.
Kalau
Anda telah mampu melangkah sampai kelevel empat, jangan lah anda berbangga
dahulu karena apapun yang yang telah kita dapat sebenarnya belum benar-benar
matang sebagai ide untuk memotivasi orang lain.
6.
Apabila
konsepsi tersebut telah matang maka langkah berikutnya diujicobakan dalam skala
kecil untuk melihat respon yang terjadi, dan respon tersebut akan menjadi input
data baru untuk penyempurnaan konsepsi.
7.
Majulah
anda dengan konsep yang matang tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada
disekitar kita tanpa harus ragu, karena Anda telah siap sebagai motivator,
rubahlah dunia dengan penuh keyakinan dan jangan ikuti sifat si peragu…sejak
kapan kebenaran diragukan!.[10]
Toto Tasmara mengatakan
bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata-mata bahwa
bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab
itulah dinamakan jihad fisabilillah.[11]
Ciri-ciri orang yang
memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan
tingkah lakunya, diantaranya:
1. Orientasi kemasa depan.
Artinya semua kegiatan
harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju,
lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih
keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya
untuk mempersiapkan hari esok.[12]
2. Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu.
Kerja santai, tanpa
rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai
Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3
(tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan
membina komunikasi sosial, firman Allah:
وَالْعَصْرِ.
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)[13]
3.
Bertanggung jawab.
Semua masalah diperbuat
dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun
kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan
kesalahan di bawah. Allah berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا.
Artinya:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu
berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu
bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muk`a-muka kamu dan
mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali
pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S.
Al-Isra’: 7)[14]
4. Hemat dan sederhana.
Seseorang yang memiliki
etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus
berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam
mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena
boros adalah sikapnya setan.
5. Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau
kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai
secara wajar tanpa merugikan orang lain.
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Artinya:
Dan bagi tiap-tiap
umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah
kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan
mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)[15]
Sebagai orang yang
ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan exercise atau
latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung aset atau kemampuan diri
karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan sebagai persiapan untuk
bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi diri. Karena hal itu
sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah motto dalam dirinya: “The
best fortune that can come to a man, is that he corrects his defects and makes
up his failings” (Keberuntungan yang baik akan datang kepada seseorang
ketka dia dapat mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari kegagalannya.[16]
Kunci etos kerja Islam
adalah memberikan kebebasan individu untuk memilih sektor kerja menurut
kemampuannya. Setiap orang bebas mempergunakan haknya untuk memilih mana yang
terbaik untuk melakukan kebajikan. Kebebasan itu telah menjadi ‘modal awal’
setiap individu untuk memperkuat etos kerja.
Adalah Afzalurrahman
dalam bukunya Muhammad Sebagai Pedagang, sangat mementingkan manusia sebagai
figur sentral (1995: 74). Karena individulah yang pada prakteknya akan
menanggung sendiri perbuatnnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain
itu, kehidupan sosial bukanlah masalah kesejahteraan umum, tapi kesejahteraan
setiap individu. Dan setiap individu merupakan ujian yang nyata apakah sistem
sosialnya baik atau buruk. Seberapa jauh bisa membantu peningkatan setiap
individu dalam pemanfaatan kemampuan mereka.[17]
Islam lebih menghargai
seseorang yang melakukan usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ini terekam dari kisah Adurrahman bin
‘Auf yang sangat kukuh dengan etos kerjanya. Sahabat Nabi ini dikenal piawai
dalam berdagang dan sangat disegani karena termasuk orang kaya Makkah, tapi
rela meninggalkan seluruh kenikmatan harta dan status sosilanya, karena dengan
compang-camping ikut hijrah ke Madinah. Ketika ditawari berbagai fasilitas oleh
Sa’ad bin Rabî’ (sahabat karibnya), dengan halus menolaknya sambil berkata; cukuplah
bagiku engkau tunjukkan pasar”
Etos kerja Islam, bagi M. Qurais Shihab sebagai pemadatan dari konsep
‘kerja adalah keniscayaan sekaligus ibadah” (2007:304-305). Ahli tafsir
terkemuka dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an ini, menegaskan keniscayaan
bekerja itu disangga oleh keberadaan anugerah daya yang diberikan Allah swt.
Fisik yang menghasilkan kegiatan, fikiran untuk ilmu pengetahuan, kalbu yang
memberikan spirit profetik seperti kindahan, iman, merasa, dan hubungan dengan
Allah swt. Dan yang paling penting, daya itu menghasilkan semangat juang,
kemampuan menghadapi tantangan plus menanggulangi kesulitan.[18]
F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja
Etos (etika) kerja dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1.
Agama
Dasar pengkajian kembali makna etos kerja di Eropa
diawali oleh buah pikiran Max Weber.Salah satu unsur dasar dari kebudayaan
modern, yaitu rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir
dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem
nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para
penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai
oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan
beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang
dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya
pembangunan atau modernisasi.Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi
dalam protestanisme mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin
tinggi, bekerja tekun sistematik, berorientasi sukses (material), tidak
mengumbar kesenangan-namun hemat dan bersahaja (asketik), dan suka menabung
serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya kapitalisme
di dunia modern.Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and
the Spirit of Capitalism (1958), berbagai studi tentang etos kerja
berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum
mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan
tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).[19]
2.
Budaya
Luthans (2006) mengatakan bahwa sikap mental, tekad,
disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya.
Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja.
Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat
yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan
memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem
nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa
sama sekali tidak memiliki etos kerja.[20]
3.
Sosial
politik
Menurut Siagian (1995), tinggi atau rendahnya etos kerja
suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang
mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras
mereka dengan penuh.
4.
Kondisi
lingkungan (geografis)
Siagian (1995) juga menemukan adanya indikasi
bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan
alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan
usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang
pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.[21]
5.
Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber
daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai
etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada
pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan
pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula
aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).[22]
6.
Motivasi
intrinsik individu
Anoraga (2009) mengatakan bahwa
individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi
tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari
oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi
kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.Menurut Herzberg (dalam
Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya bukan bersumber dari luar diri,
tetapi yang tertanam (terinternalisasi) dalam diri sendiri, yang sering disebut
dengan motivasi intrinsik. Ia membagi faktor pendorong manusia untuk melakukan
kerja ke dalam dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor motivator.
Faktor hygiene merupakan faktor dalam kerja yang hanya akan
berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan menyebabkan ketidakpuasan.
Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya motivasi, tetapi ia tidak
menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik, yang
termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja,
kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika
sebuah organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi
tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak
menjadi penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi ekstrinsik.[23]
Faktor
yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana
ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa
puas sebagai manusia. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik dalam pekerjaan
yang meliputi pencapaian sukses (achievement), pengakuan (recognition),
kemungkinan untuk meningkat dalam karier (advancement), tanggungjawab
(responsibility), kemungkinan berkembang (growth possibilities),
dan pekerjaan itu sendiri (the work itself). Hal-hal ini sangat
diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan menggerakkan pegawai hingga
mencapai performa yang tertinggi.
F. Kesimpulan
Dapat disimpulkan, bahwa etos menyangkut semangat hidup, termasuk
semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar
dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak akan
memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang
memadai tentang pekerjaan yang ditangani.
Untuk meningkatkan etos kerja masyarakat Indonesia, para ahli sufi telah
mengajarkan kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan mereka
sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf. Di antaranya, sikap Optimisme,
Istiqamah, Sabar, Ikhlas, Ridha, Qana’ah, Takwa, Takut, Tawakal, Tobat, Zuhud,
Wara’, Syukur, Cinta, Rindu, Shidiq, Syaja’ah, Takdir, Malu, Zikir, Doa,
Tafakkur, Uzlah, Kemiskinan, dan Kematian.
Dengan memahami apa itu etos kerja, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya diharapkan akan merubah etos kerja masyarakat Indonesia akan
meningkat produktifitas dan profesionalitas kerjanya. Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua
lini organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud
bangsa Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.
Semoga kita termasuk orang yang dapat melakukan sikap-sikap atau
perbuatan yang dapat meningkatkan etos kerja seperti yang dilakukan para sufi
dalam mengamalkan ajaran tasawuf.
Daftar Pustaka
Anoraga, Pandji.Manajemen Bisnis.
Rineka Cipta, Jakarta. 2009
Bertens, K. Etika.Gramedia,
Jakarta. 1994
Diakses dari: http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/
Drs. H. Kafrawi Ridwan. MA. Metode
Dakwah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT. Golden Terayon
Press, 1987),
Lihat al-Qur’an dan Terjemah,
Luthans,
Fred.. Perilaku Organisasi. Andi, Yogyakarta. 2006
Prof.Dr.Ika Rocchdjatun
Sastrahidayat.Membangun Etos Kerja & Logika berpikir Islami.Malang.UIN-Malang
Press.2009
Siagian,
Prof. Dr. Sondang P. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Rineka Cipta,
Jakarta. 1995.
Sinamo, Jansen..Delapan Etos
Kerja Profesional: Navigator Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana, Bogor.
Sudirman
Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta :
Prenada Media.2003
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani. 2002
Tebba, Sudirman. Bekerja dengan Hati. Jakarta : Bee Media
Indonesia. 2006
Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim,
(Jakarta: Labmend, 1991)
[1]
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta
: Gema Insani.hlm 25
[3]
Sudirman Tebba. Bekerja dengan Hati. Jakarta : Bee Media
Indonesia. hlm 12
[4] Sudirman Tebba.Tasawuf
Positif. Jakarta : Prenada Media.hlm 145-154
[5] Sudirman Tebba. Bekerja
dengan Hati. Jakarta : Bee Media Indonesia.hlm 20
[6] Sudirman Tebba.Tasawuf
Positif. Jakarta : Prenada Media.hlm 148
[8] Sudirman Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta : Prenada
Media.hlm 149
[9] Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta
: Gema Insani.hlm 34
[10] Ika Rocchdjatun Sastrahidayat.Membangun Etos Kerja
& Logika berpikir Islami.Malang.UIN-Malang Press.hlm 57-66
[11] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta:
Labmend, 1991), , hl. 12
[12] Drs. H. Kafrawi Ridwan. MA. Metode Dakwah dalam
Menghadapi Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1987),
hl. 29
[13] Lihat al-Qur’an dan Terjemah, Surat Al-Ashr :
1-3
[14]
Lihat al-Qur’an dan Terjemah Surat
Al-Isra’ : 7
[15] Lihat al-Qur’an dan Terjemah Surat Al-Baqarah :
148
[16] Diakses dari: http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/
[17] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta:
Labmend, 1991), hal. 17.
[18] Diakses dari: http://hbis.wordpress.com/2007/11/27/etos-kerja/
[19] Sinamo, Jansen..Delapan
Etos Kerja Profesional: Navigator Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana,
Bogor. 2005
[22]
Bertens, K. Etika.Gramedia, Jakarta.
1994.
No comments:
Post a Comment