GUDANG MAKALAH

Saturday, 16 August 2014

MEMBANGUN ETOS KERJA ISLAM DI INDONESIA DENGAN BERTASAWUF



A.        Pendahuluan

Hampir di setiap sudut kehidupan, kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja. Apalagi bagi seorang muslim bekerja dimaknai sebagai suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, pikir, dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah).[1] Atau dengan kata lain dapat juga kita katakan bahwa dengan hanya bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.
Keberhasilan kerja seseorang ditentukan oleh adanya etos kerja tinggi yang tertanam dalam dirinya. Dengan cara memahami dan meyakini ajaran-ajaran agama yang berhubungan dengan penilaian ajaran agama tersebut terhadap kerja, akan menumbuhkan suatu etos kerja pada diri seseorang. Pada perkembangan selanjutnya etos kerja ini akan menjadi pendorong keberhasilan kerjanya. Persoalannya bagaimana konsep etos kerja dalam Islam yang digali dari al-Quran dan al-Hadis.
Mereka yang beretos kerja memiliki semacam semangat untuk memberikan pengaruh positif kepadanya bahkan kepada lingkungannya. Keberadaan dirinya diukur oleh sejauh mana potensi yang dimilikinya memberikan pengaruh mendalam bagi orang lain.[2]
B.     Hakikat Etos Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ‘etos’ adalah pandangan hidup yang khas dari suatu golongan sosial, dan etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Sedangkan dalam pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila, suatu etos kerja dapat dikatakan dimuat di bawah sila yang kelima, yaitu: sikap adil terhadap sesama, keseimbangan antara hak dan kewajiban, menghormati hak-hak orang lain, suka memberi pertolongan dengan tujuan agar yang ditolong bisa berdiri sendiri, bekerja keras dan menghargai hasil karya orang lain.
Sejalan dengan itu, Ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya dalam melakukan suatu hal. Hal tersebut akan dilakukannya  dengan sebaik-baiknya, dan sesempurna mungkin yang dihiasi dengan kejujuran dan semangat kerja. Sehingga apa yang telah dilakukannya bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selain itu, setiap tindakan yang dilakukannya juga disertai oleh rasa tanggung jawab.         
Dengan dimikian, etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak akan memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan yang ditangani.[3]


C.    Tasawuf dan Etos Kerja
Kita pasti pernah mendengar pernyataan bahwa orang Indonesia itu malas, tidak disiplin, tidak mau bekerja keras. Hal ini didukung oleh kenyataan berupa kebiasaan yang disebut “ jam karet“.maksudnya kalau mengerjakan sesuatu tidak tepat waktu atau selalu terlambat, yang lalu diasumsikan sebagai perwujudan sikap malas tadi.
Jika hal itu benar, persoalanya, mengapa orang Indonesia bersikap mental demikian? Menjawab pertanyaan ini, sebagian orang menyalahkan tasawuf. Menurut mereka, orang Indonesia bermental seperti itu karena dulu Islam tersebar di Nusantara ini melalui perdagangan dan tasawuf.
Tasawuf dianggap mengandung ajaran yang melemahkan etos kerja. Misalnya dalam tasawuf ada yang disebut wara’ ( menjauhi perbuatan dosa ), zuhud ( hidup sederhana), qanaah (merasa puas apa yang dimiliki), faqr (kemiskinan) dan lain-lain. Ditambah lagi ada kebiasaan membaca wirid,zikir dan doa yang menyita banyak waktu,sehingga mengurangi kesempatan untuk mencari uang.
Memang tasawuf memiliki ajaran seperti itu tetapi tidak dimaksudkan supaya orang jadi malas, tidak disiplin dan tidak bekerja keras. Ajaran tasawuf itu bertujuan agar tidak mencari uang dengan cara yang haram, lupa pada ajaran agama setelah kaya atau menyesali Tuhan ketika hidup miskin.
Karena itu, yang salah bukan tasawuf,tetapi persepsi orang terhadap ajaran tasawuf itulah yang keliru. Misalnya wara’ yang berarti menjauhi perbuatan dosa. Ajaran ini tidak bermaksud supaya orang tidak perlu bekerja untuk menghindari perbuatan dosa.
Menghindari perbuatan dosa itu dimaksudkan supaya orang dalam bekerja tidak mengerjakan pekerjaan yang haram, seperti mencuri,merampok,melakukan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme)Karena orang harus bisa bekerja mencari rizki dengan mengerjakan pekerjaan yang halal.
Kemudian dikalangan pengamal tasawuf/tarekat ada kebiasaan membaca wirid, dzikir dan doa yang berlangsung berjam-jam, sehingga menyita banyak waktu. Tetapi hal ini tidak perlu dilakukan pada siang hari (jam kerja).Membaca wirid, dzikir dan doa dapat dilakukan pada malam hari atau pada hari libur, sehingga tidak mengganggu pekerjaan.
Praktik semacam itu misalnya dilakukan oleh para pengikut tarekat Syadziliyah di Kudus Jawa Tengah. Mereka bekerja keras sepanjang hari dan malam hari mereka berdzikir dan beribadah. Mereka mengamalkan hadist yang menyatakan bekerjalah untuk duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan beramalah untuk akhiratmu seoalah-olah engkau akan mati besok.
Jelaslah bahwa tasawuf tidak melemahkan etos kerja.Bahkan kalau diingat bahwa tasawuf itu menghendaki orang membersihkan dirinya dari perbuatan tercela (mazmumah), lalu mengisinya dengan perbuatan terpuji (mahmudah), maka dapat dikatakan bahwa tasawuf menimbulkan etos kerja yang kuat. Karena diantara perbuatan terpuji itu adalah mencari nafkah untuk memenuhi keperluan diri sendiri dan keluarga. Itu berarti bahwa orang yang bertasawuf harus bekerja keras mencari nafkah. Jadi kalau ada orang yang mengaku bertasawuf tetapi malas bekerja ,maka tasawufnya keliru.
Dengan demikian bila masih ada sikap malas,tidak disiplin, tidak mau bekerja keras dalam masyarakat Indonesia selayaknya tidak menyalahkan tasawuf, seperti kesan yang berkembang selama ini. Faktor penyebab sikap negatif itu bukan tasawuf, tetapi harus dicari faktor lain di luar tasawuf. Pada dasarnya tasawuf itu baik dan benar, tetapi persepsi orang terhadapnya sering keliru.Ini disebabkan oleh mentalitas masyarakat Indonesia yang sudah rusak akibat berbagai pengalaman sejarah yang menyakitkan selama ini. Mentalitas masyarakat yang rusak menyebabkan persepsi terhadap ajaran agama kadang-kadang keliru, seperti persepsi terhadap tasawuf. Karena persepsi yang keliru itu harus dilacak pada kerusakan mental masyarakat. Mentalitas masyarakat Indonesia mulai rusak ketika mengalami penjajahan selama ratusan tahun. Penjajahan ini menyebabkan masyarakat menderita lahir batin, seperti hidup miskin, kecewa, frustasi, stress, pesimitis, tidak merasa punya masa depan dan sebagainya. Ini kemudian menjungkirbalikan nilai-nilai yang dihayati dalam masyarakat. Misalnya yang positif menjadi negatif.
Setelah dijajah sekian lama bangsa Indonesia bangkit melawan penjajah. Perjuangan bangsa ini membuahkan hasil dengan tercapainya kemerdekaan, tetapi perjuangan itu memerlukan pengorbanan besar yang juga membawa penderitaan lahir batin. Setelah itu terjadi pergolakan di berbagai daerah  dan hal ini juga menimbulkan penderitaan lahir batin dikalangan masyarakat.
Penderitaan lahir batin yang dialami masyarakat sekian lama akibat penjajahan ,revolusi kemerdekaan, pergolakan, represi dan krisis yang berkepanjangan tidak hanya merusak dan menjungkirbalikan tatanan masyarakat,tetapi juga merusak mentalitas dan cara berpikir. Akibatnya nilai-nilai positif dari budaya dan agama sering dipersepsikan secara keliru.
Inilah misalnya yang dialami oleh tasawuf. Tasawuf yang sebenarnya mengandung etos kerja yang kuat dipersepsikan sebagai faktor yang melemahkan etos kerja. Untuk memperbaiki persepsi yang keliru ini selain mentalitas masyarakat perlu dibangun kembali, juga ada baiknya dilakukan reinterpretasi terhadap sikap-sikap dan ajaran tasawuf, seperti wara’, zuhud, qana’ah, faqr, dan lain-lain. Memang ada diantara sufi atau pengikut tarekat yang bersikap eskapis, menjauhi kehidupan dunia. Tetapi hal ini bukan ajaran tasawuf. Sufi atau pengikut tarekat bersikap seperti ini karena terlalu berhati-hati agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. Sebab dalam mencari kehidupan dunia orang sering bergelimang dengan  dosa. Misalnya memperoleh rizki dengan cara yang haram atau syubhat.
Lagi pula menganggap tasawuf itu melemahkan etos kerja bertentangan dengan ajaran dasar islam yang mewajibkan manusia bekerja. Padahal tasawuf sebagai bagian dari ajaran Islam tidak mungkin bertentangan dengan ajaran dasar ini. Kalau bertentangan dengan ajaran dasar Islam, maka berarti tasawuf itu keliru atau persepsi terhadapnya salah. Menurut ajaran dasar Islam, bekerja itu wajib, setidaknya untuk memenuhi keperluan diri sendiri, keluarga dan umat.Tasawuf pun sejalan dengan ajaran dasar Islam ini, sehingga tasawuf tidak melemahkan etos kerja, tetapi malah sebaliknya yaitu memperkuatnya.[4]
D.    Konsep Etos Kerja dalam Tasawuf
Untuk meningkatkan semangat atau etos kerja dalam diri kita, para ahli sufi telah mengajarkan kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan mereka sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf. Diantaranya, sikap Optimisme, Istiqamah, Sabar, Ikhlas, Ridha, Qana’ah, Takwa, Takut, Tawakal, Tobat, Zuhud, Wara’, Syukur, Cinta, Rindu, Shidiq, Syaja’ah, Takdir, Malu, Zikir, Doa, Tafakkur, Uzlah, Kemiskinan, dan Kematian.[5]
Sikap Optimisme atau harapan jelas mempunyai tujuan yang dapat membuat semangat kerja seseorang menjadi kuat, karena untuk menciptakan sikap optimisme ini membutuhkan usaha yang besar pula. Jika harapannya untuk bertemu dengan Allah, maka ia harus berusaha keras untuk mendekatkan diri kepadanya-Nya. Namun jika ia berharap kehidupan didunianya lebih baik, maka ia harus bekerja keras dan bersungguh-sungguh. Untuk itu, tasawuf dapat mengajak kita untuk bekerja keras untuk mencapai apa yang kita inginkan, namun apabila harapan itu tidak tercapai maka kita tidak boleh berputus asa, karena hal ini sangat bertentangan dengan sikap optimisme. Apapun pekerjaan yang kita lakukan, maka kita harus tetap memiliki sikap optimisme, agar apa yang kita harapkan dapat dikabulkan oleh Allah SWT.
Selanjutnya adalah sikap Istiqamah atau sikap teguh terhadap sesuatu, istiqamah merupakan salah satu hal penting dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan sikap teguh atau konsisten yang kita miliki, maka dengan mudah kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan. Konsisten disini kita bisa lihat dari berbagai segi, terutama dalam hal tingkah laku yang akan kita perbuat. Seseorang yang tidak memiliki konsisten maka ia akan selalu gagal dalam melakukan pekerjaannya. Istiqamah yang dimaksud adalah berhubungan dengan perbuatan yang baik, dan tidak merugikan bahkan menyalahi aturan agama.
Sikap Sabar juga perlu dalam pengembangan semangat kerja, didalam suatu pekerjaan kita pasti akan mendapatkan suatu kesulitan. Misalnya kita merasa lelah, atau kita merasa tidak mampu melakukan pekerjaan yang harus kita lakukan, maka tanpa kesabaran kita tidak akan mampu menyelesaikan pekerjaan itu. Rasa semangat kerja akan  lebih tinggi jika kita ingat untuk bersabar dalam menjalankan perintah tuhan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji, untuk memenuhi kebutuhan semua itu juga memerlukan biaya besar yang hanya kita dapatkan dengan bersabar dan kerja keras.
Sikap Ikhlas merupakan dasar etos kerja yang paling ideal, karena dengan sikap ikhlas seseorang tidak akan pernah mengenal lelah dalam menjalankan pekerjaannya. Berbeda dengan seseorang yang tidak memiliki sikap ikhlas, ia akan merugikan banyak pihak terutama dirinya sendiri. Sikap ikhlas juga membuat seseorang melakukan jujur dalam pekerjaannya. Dengan demikian, seseorang akan bertanggung jawab atas pekerjaan yang ia lakukan, ia juga sadar bahwa pekerjaan yang ia lakukan bukan hanya menguntungkan dirinya, namun juga untuk orang lain.
Ridha berarti senang, juga merupakan sikap yang diperlukan dalam meningkatkan semangat kerja. Ridho disini berarti senang terhadap segala perintah tuhan, termasuk perintah mencari nafkah. Hal itu berarti kita sebagai umat islam  harus berusaha keras dalam menghadapi hidup. Mencari nafkah merupakan salah satu tindakan ridha terhadap Allah, dan jika kita telah ridho maka pekerjaan seberat apapun kita akan merasa mudah dan senang.
Kemudian sikap Qana’ah, yaitu sikap merasa cukup dengan apa yang telah diperoleh. Seberapa pun upah yang kita dapatkan kita harus merasa sabar dan bersyukur. Karena sekecil apapun rezeki itu, janganlah kita mudah putus asa, percayalah semuanya telah ditentukan oleh Tuhan.  Sedangkan apabila kita mendapatkan rezeki yang lebih, janganlah kita menghamburkannya dengan perbuatan yang dilarang oleh tuhan. Tujuan qana’ah mengajarkan kita untuk merasa cukup dengan apa yang kita punya, karena agar kita tidak terdorong terhadap perbuatan yang sangat dibenci Allah, seperti korupsi ataupun mencuri. Sikap qana’ah juga dimaksudkan agar orang tidak mencari uang yang haram hanya karena pekerjaan halalnya tidak menghasilkan uang sebanyak yang diperlukan.[6]
Takwa yang berarti menjaga atau memelihara, dimaksudkan agar kita selalu menjaga diri terhadap perbuatan yang tercela. Memelihara rasa takut untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri bahkan  menghancurkan peradaban manusia. Dengan takwa kita dapat membangun dunia tanpa melewati batasan agama.
Kemudian sikap Tawakal, yaitu sikap berserah diri kepada Tuhan, atas apa yang telah kita lakukan. Apapun hasil yang Allah berikan maka kita harus tabah menerimanya. Usaha yang dilakukan terus menerus juga merupakan salah satu tindakan semangat kerja yang ditanamkan oleh sikap tawakal.
Tobat mengandung etos kerja yang tinggi, karena pada intinya tobat adalah memperbaiki diri dari perbuatan yang tercela kembali kepada perbuatan yang terpuji sebagaimana yang telah diajarkan agama islam, yaitu dengan cara mencari dan mengembalikan harta haram yang telah diperoleh. Sehingga tobat dapat meningkatkan semangat kerja kita untuk mencari nafkah halal dan mengembalikannya kembali dengan rezeki yang halal.
Zuhud merupakan salah satu sikap yang diajarkan tasawuf, yaitu mengingatkan kepada umat manusia agar tidak terlalu cinta terhadap kekayaan yang ada didunia ini. Sikap zuhud tidak berarti membuat hidup kita melarat, sehingga membuat kita malas bekerja. Zuhud hanya mengajarkan kita untuk mencari nafkah yang halal dan tidak menghambur-hamburkan uang kita dengan perbuatan maksiat. Dengan demikian, zuhud berarti bukan tidak perlu kerja keras mencari uang.Bekerja keras itu boleh, malah wajib kalau diniatkan mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarga.Tetapi setelah uang itu diperoleh tidak boleh dihamburkan atau membuat lupa pada Allah,seperti tidak mengeluarkan zakat atau meninggalkan shalat karena alasan sibuk bekerja.[7]
Wara’ juga termasuk salah satu sikap yang diajarkan dalam tasawuf, wara’ berarti berpantang. Maksudnya, kita harus meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat atau haram. Wara’ juga Bertujuan untuk mengendalikan hawa nafsu kita terhadap kekayaan didunia ini. Untuk memakmurkan hidup kita, dengan sikap wara’ kita tidak akan melakukan perbuatan yang diharamkan agama.
Dengan rasa Syukur kita juga dapat meningkatkan semangat kerja, maksudnya kita dapat berterima kasih kepada Allah SWT, terhadap nikmat yang kita peroleh, berterima kasih tidak hanya dilakukan dengan lisan, juga harus diikuti dengan tindakan. Misalnya, dengan bekerja lebih keras. Bekerja disini dalam rangka taat kepada Allah, sehingga pekerjaan itu tidak boleh sedikitpun ternodai oleh perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Cinta merupakan hal terpenting dalam meningkatkan semangat kerja. Telah kita ketahui, cinta terhadap Allah adalah cinta yang utama, cinta terhadap diri sendiri dan keluarga dapat kita tempatkan dibawah cinta kepada Allah. Dengan rasa cinta itu, sebagai muslim maka semangat kerja kita akan semakin tinggi. Dorongan semangat bekerja itu dapat berasal dari cinta yang kita miliki, yaitu cinta kepada Allah karena kita ingin bertakwa kepada-Nya, dan cinta kepada keluarga karena kita ingin memberikan kebahagiaan kepada mereka dengan memberika nafkah yang halal.
Sikap yang selanjutnya adalah Rindu, rindu disini adalah rindu terhadap Allah yang berada di atas rindu keluarga dan rindu apapun. Sikap rindu itu akan memacu seseorang untuk selalu berbuat aktif, baik dalam urusan agama maupun urusan duniawi. Seseorang akan semangat bekerja jika dia merasa rindu dengan keluarganya. Dengan demikian, rindu merupakan sikap yang dapat menumbuhkan semangat kerja yang kuat, dengan rindu keluarga berarti dia rindu terhadap Allah, Karena rindu terhadap Allah harus berada di atas rindu keluarga.
Kemudian Shidiq, shidiq adalah benar atau jujur. Maksudnya, benar atau jujur dalam perbuatan ataupun ucapan. Sikap shidiq dimaksudkan agar orang bekerja dengan jujur. Jujurnya seseorang dapat kita lihat pada pekerjaan dan ucapannya. Dengan demikian, shidiq  dapat meningkatkan semangat kerja seseorang menjadi kuat. Maka tanpa bekerja, seseorang akan sulit membuktikan kejujurannya terhadap orang lain.
Syaja’ah yang berarti berani, maksudnya berani melakukan perbuatan yang benar, meskipun menanggung resiko yang sangat berat. Seperti halnya dalam pekerjaan, seseorang pasti terkadang merasa sulit dalam menghadapi pekerjaannya yang disebabkan oleh rasa takut, namun jika dia mempunyai keberanian yang tinggi, maka segala kesulitan itu dapat diatasinya. Dengan demikian syaja’ah juga dapat menumbuhkan semangat kerja yang kuat.
Takdir adalah sebuah ketentuan Tuhan tentang segala sesuatu yang belum terjadi didunia ini. Setiap orang telah ditakdirkan tuhan untuk memiliki pikiran, kemampuan, kemauan, dan kebebasan yang bertujuan agar seseorang dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dia dan keluarga. Sehingga manusia ditakdirkan untuk bekerja keras mencari nafkah. Orang yang menyadari takdir yang digariskan Tuhan itu maka dia akan semangat bekerja sehingga dapat mensejahterakan hidupnya. Sebaliknya, jika seseorang mengingkari takdirnya, maka hidupnya akan selalu mendapatkan kesulitan. Takdir seperti itu harus diterima  secara ikhlas,karena tentu ada hikmahnya.misalnya kalau orang itu kaya mungkin saja lupa pada Allah.Padahal kalau ia miskin mungkin sekali selalu berusaha dekat dengan Allah dengan banyak beribadah, seperti kisahnya Tsa’labah.Tsa’alabah adalah seorang sahabat nabi Muhammad SAW yang miskin. Dia rajin beribadah bersama Nabi. Suatu waktu dia meminta kepada nabi berdoa kepada Allah supaya dia dikayakan. Lalu Nabi bertanya: apakah Anda siap menjadi orang kaya. Karena Nabi khawatir nanti setelah kaya lupa beribadah.Tsa’labah pun menyatakan siap. Kemudian Nabi berdoa sehingga usaha tsa’alabah berkembang pesat dan menjadi kaya. Setelah kaya kekhawatiran Nabi terbukti, yaitu Tsa’labah sering meninggalkan ibadah. Allahpun kemudian murka dan usaha Tsa’labah merosot dan akhirnya kembali jadi orang miskin.

Rasa Malu juga sangat penting dalam meningkatkan semangat kerja, malu disini malu terhadap Allah dan diri sendiri saat kita hendak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Mempunyai rasa malu juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Malu untuk berbuat jahat, maka dapat mendorong seseorang untung berbuat baik. Begitu juga dalam hal pekerjaan, seseorang akan malu melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, maka dia akan terdorong untuk bekerja keras sehingga tidak melakukan pekerjaan yang salah.
Dengan menyebut nama Allah atau Wirid, mengerjakan sholat sunah, membaca Al quran, zikir, dan doa, selain mendapatkan pahala bagi yang mengerjakannya, juga dapat membuat ketenangan hati dan pikiran orang tersebut.  Sehingga sangat penting untuk meningkatkan semangat kerja. Tanpa ketenangan itu, kita tidak akan merasa tenang, bahkan dapat menyebabkan pekerjaan kita menjadi hancur atau tidak maksimal.
Seperti halnya wirid, dengan memperbanyak Zikir orang akan selalu ingat terhadap Allah dan perintah-Nya, seperti bekerja dan mencari nafkah untuk keluarga. Dengan demikian zikir juga dapat meningkatkan semangat kerja yang kuat. Zikir juga dapat memberikan ketenangan hati dan pikiran, sehingga masyarakat zaman sekarang yang banyak mengalami stress dan dapat mengganggu jiwa dan pikiran mereka, dengan memperbanyak zikir orang yang merasa stress itu dapat merasa lebih tenang dalam melakukan pekerjaannya.
Doa adalah suatu tidakan memohon terhadap Tuhan untuk mendapatkan kebahagian baik di dunia dan di akhirat. Harus kita sadari bahwa doa tidak dapat berdiri sendiri, dengan hanya berdoa Tuhan tidak akan pernah mengabulkannya. Doa harus diikuti dengan usaha atau ikhtiar yang sungguh-sungguh, dengan begitu permohonan itu akan dikabulkan.
Tafakkur berarti perenungan, maksudnya kita perlu merenungkan  ciptaan Allah yang ada dimuka bumi ini. Tafakkur adalah perbuatan wirid yang dapat mendekatkan diri kita terhadap Allah SWT. Tafakkur juga dapat memunculkan kerinduan kita terhadap perintah-Nya, salah satunya mencari nafkah untu keluarga.  Selain itu tafakkur juga dapat membuat hati dan pikiran kita tenang dalam melakukan pekerjaan kita. Oleh sebab itu, tafakkur juga menjadi salah satu peningkatan semangat kerja yang kuat.
Uzlah yaitu mengasingkan diri, yakni mengasingkan diri dari pergaulan masyarakat, sehingga dapat menjauhkan diri dari perbuatan maksiat serta melatih kita untuk membiasakan diri melakukan ibadah. Oleh sebab itu dengan melakukan uzlah kita dapat menenangkan hati dan pikiran, sehingga dapat meningkatkan kembali semangat kerja kita dalam memenuhi kewajiban kita untuk mencari nafkah.
Dalam ajaran tasawuf, Kemiskinan atau farq artinya seseorang pada dasarnya adalah miskin secara spiritual dan material. Dengan kemiskinan itu, seseorang akan terdorong untuk selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan banyak beribadah dan akan berkerja keras untuk mencari rezeki yang halal dan banyak. Sehingga dengan konsep kemiskinan itu, sikap semangat kerja seseorang akan lebih terpacu. Lalu faqr menurut (Sudirman.2003),yang berarti kemiskinan. Maksudnya manusia pada dasarnya miskin, tidak punya apa-apa. Kalau orang itu kaya, maka hartanya sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan kepadanya. Sebaliknya, kalau orang itu hidup miskin tidak boleh berkeluh kesah sambil menyalahkan orang lain atau Allah. Kalau mau menyalahkan lebih baik ditunjukan kepada diri sendiri. Sebab hidup miskin mungkin disebabkan oleh kelemahan dan kesalahan diri sendiri, misalnya bekerjanya belum keras, tidak disiplin atau pekerjaanya memerlukan ketrampilan khusus yang dia belum kuasai.
Jelasnya faqr tidak berarti bahwa orang sebaiknya hidup miskin, sehingga seolah-olah tidak harus bekerja keras, tetapi kalau hasilnya sedikit  tidak memenuhi keperluan hidup, sehingga terpaksa hidup miskin, maka kenyataan itu harus diterima secara ikhlas sebagai takdir Allah yang tidak bisa ditolak. Karena barangkali Allah memang sudah mentakdirkan orang itu hidup miskin.[8]
Peningkatan semangat kerja yang terakhir adalah dengan ingat Kematian. Jika mengingat kematian tidak harus dengan menjauhi urusan dunia, tetapi melakukan perbuatan yang nyata dikehidupan dunia. Dengan ingat kematian pun kita akan membuat sikap kita untuk lebih berani menghadapi sebuah kematian. Itu berarti, sikap berani mati yang kita miliki dapat mendorong kita untung lebih semangat bekerja sampai akhir hayat kita. Orang yang ingat mati maka adalah orang yang sadar bahwa hidup didunia ini adalah sementara, dengan begitu dia akan mempergunakan waktunya sebaik-baiknya untuk melakukan ibadah dan bekerja keras dalam mencari nafkah untuk keluarganya. Semoga kita termasuk orang yang dapat melakukan sikap-sikap atau perbuatan yang dapat meningkatkan semangat kerja seperti yang dilakukan para sufi dalam mengamalkan ajaran tasawuf.[9]

E. Etos Kerja Orang Indonesia
Setiap bangsa sudah tentu memiliki etos kerjanya sendiri yang terbentuk oleh perkembangan kebudayaanya sendiri dan senantiasa akan menjadi ciri khas bangsa tersebut. Bukan maksud untuk melecehkan bangsa sendiri, namun dari pengalaman penulis buku ini yang dengan hidup diantara bangsa-bangsa lain didunia, kita sadari bahwa etos kerja kita masih sangat rendah dan rentang distribusinya semakin rendah di daerah yang jauh dari pusat pemerintahan. Apakah hal tersebut karena terinduksi  pepatah jawa “ alon-alon asal klakon atau mangan gak mangan asal kumpul , yang apabila diindonesiakan padanannya adalah “biar lambat asal selamat dan tidak perlu pergi jauh-jauh asalkan tetap berkumpul” atau pepatah kita yang salah “hujan emas dinegeri orang lebih baik hujan batu dinegeri sendiri”, masih banyak pepatah lama baik secara kedaerahan maupun secara nasional mengakar dalam masyarakat. Namun akhir-akhir ini dengan semakin terbukanya dunia dalam kompetisi lapangan kerja, maka mau tidak mau bangsa kitapun harus merubah etos kerja yang tidak produktif dan marginal seperti tersebut diatas kearah profesionalisme. Marilah kita belajar dari berbagai bangsa lain yang etos kerjanya juga sangat variatif namu produktif seperti dikemukakan Sinamo (2005) sebagai berikut :
a.       Bandingkan dengan etos kerja Musashi, (1584-1645)
1.      Berpikirlah dengan membuang semua ketidak jujuran
2.      Bentuklah dirimu sendiri di jalan yang benar
3.      Pelajarilah semua seni
4.      Pahamilah jalan semua pekerjaan
5.      Pahamilah keunggulan dan kelemahan dari segala sesuatu
6.      Kembangkan mata yang tajam dalam segala hal
7.      Pahamilah apa yang tidak terlihat oleh mata
8.      Berikan perhatian bahkan pada hal-hal yang terkecil sekalipun
9.      Jangan melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak realistis
b.      Etos kerja jepang
1.      Bersikap benar dan bertanggung jawab
2.      Berani dan kesatria
3.      Murah hati dan mencintai
4.      Bersikap santun dan hormat
5.      Bersikap tulus dan sungguh-sungguh
6.      Menjaga martabat dan kehoramatan
7.      Mengabdi dan loyal
C. Etos kerja Korea selatan
1. Kerja keras
2. Disiplin
3. Berhemat
4. Menabung
5. Mengutamakan pendidikan
d. Etos kerja Jerman
     1. Bertindak rasional
      2. Berdisiplin tinggi
      3. Bekerja keras
      4. Berorientasi sukses material
      5. Tidak mengumbar kesenangan
      6. Hemat dan bersahaja
      7. Menabung dan berinvestasi
Gambaran diatas menjadi bukti bagaimana ketatnya dunia usaha modern saat ini, sehingga keteledoran sesaat berakibat fatal bagi banyak hal. Untuk memperbaiki kondisi umat Islam khusus orang Indonesia yang berhubungan erat dengan etos kerja tersebut, maka diperlukan langkah-langkah praktis yang bisa membantunya, yang menurut hemat penulis adalah bagaimana nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran islam tersebut mampu dijabarkan dalam etos kerja yang produktif bagi masyarakat Indonesia. Atas dasar pertimbangan tesebut, maka untuk meningkatkannya dapat ditempuh jalan sebagai berikut :
1.      Berilah perhatian kepada setiap kejadian yang ada disekitar Anda sekecil apapun, karena tidak ada peristiwa yang sifatnya mendadak, melainkan telah ada peristiwa sebelumnya yang lepas dari nperhatian kita.
2.      Buatlah pengamatan dengan seksama atau berulang-ulang terhadap peristiwa yang yang menjadi perhatian kita,serta ambilah pelajaran dengan mengidentifikasi antara faktor dominan dan faktor ikutan dari setiap kejadian.
3.      Apabila bisa, dokomentasikanlah setiap peristiwa tersebut sekalipun tidak ada hubungan dengan anda saat itu, karena siapa tahu peristiwa seruapa akan menimpa Anda atau keluarga Anda pada kesempatan lain.
4.      Ketiga langkah diatas akan menjadi pengkayaan bagi siapapun yang melakukanya sehingga akan memudahkan baginya untuk mengembangkan diri dalam melakukan amalan lainya sekalipun diluar bidangnya selama ini.
5.      Kalau Anda telah mampu melangkah sampai kelevel empat, jangan lah anda berbangga dahulu karena apapun yang yang telah kita dapat sebenarnya belum benar-benar matang sebagai ide untuk memotivasi orang lain.
6.      Apabila konsepsi tersebut telah matang maka langkah berikutnya diujicobakan dalam skala kecil untuk melihat respon yang terjadi, dan respon tersebut akan menjadi input data baru untuk penyempurnaan konsepsi.
7.      Majulah anda dengan konsep yang matang tersebut untuk memperbaiki kondisi yang ada disekitar kita tanpa harus ragu, karena Anda telah siap sebagai motivator, rubahlah dunia dengan penuh keyakinan dan jangan ikuti sifat si peragu…sejak kapan kebenaran diragukan!.[10]
Toto Tasmara mengatakan bahwa semangat kerja dalam Islam kaitannya dengan niat semata-mata bahwa bekerja merupakan kewajiban agama dalam rangka menggapai ridha Allah, sebab itulah dinamakan jihad fisabilillah.[11]
Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:
1.      Orientasi kemasa depan.
Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.[12]
2.      Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu.
Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial, firman Allah:
وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ.
Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Ashr: 1-3)[13]
3.      Bertanggung jawab.
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman:
إِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا فَإِذَا جَاءَ وَعْدُ الْآخِرَةِ لِيَسُوءُوا وُجُوهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا دَخَلُوهُ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَلِيُتَبِّرُوا مَا عَلَوْا تَتْبِيرًا.
Artinya:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muk`a-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S. Al-Isra’: 7)[14]
4. Hemat dan sederhana.
Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya. Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
5.      Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat.
Setiap orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain.
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.
Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)[15]
Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan exercise atau latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung aset atau kemampuan diri karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan sebagai persiapan untuk bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi diri. Karena hal itu sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah motto dalam dirinya: “The best fortune that can come to a man, is that he corrects his defects and makes up his failings” (Keberuntungan yang baik akan datang kepada seseorang ketka dia dapat mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari kegagalannya.[16]
Kunci etos kerja Islam adalah memberikan kebebasan individu untuk memilih sektor kerja menurut kemampuannya. Setiap orang bebas mempergunakan haknya untuk memilih mana yang terbaik untuk melakukan kebajikan. Kebebasan itu telah menjadi ‘modal awal’ setiap individu untuk memperkuat etos kerja.
Adalah Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad Sebagai Pedagang, sangat mementingkan manusia sebagai figur sentral (1995: 74). Karena individulah yang pada prakteknya akan menanggung sendiri perbuatnnya, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Selain itu, kehidupan sosial bukanlah masalah kesejahteraan umum, tapi kesejahteraan setiap individu. Dan setiap individu merupakan ujian yang nyata apakah sistem sosialnya baik atau buruk. Seberapa jauh bisa membantu peningkatan setiap individu dalam pemanfaatan kemampuan mereka.[17]
Islam lebih menghargai seseorang yang melakukan usaha sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ini terekam dari kisah Adurrahman bin ‘Auf yang sangat kukuh dengan etos kerjanya. Sahabat Nabi ini dikenal piawai dalam berdagang dan sangat disegani karena termasuk orang kaya Makkah, tapi rela meninggalkan seluruh kenikmatan harta dan status sosilanya, karena dengan compang-camping ikut hijrah ke Madinah. Ketika ditawari berbagai fasilitas oleh Sa’ad bin Rabî’ (sahabat karibnya), dengan halus menolaknya sambil berkata; cukuplah bagiku engkau tunjukkan pasar”
Etos kerja Islam, bagi M. Qurais Shihab sebagai pemadatan dari konsep ‘kerja adalah keniscayaan sekaligus ibadah” (2007:304-305). Ahli tafsir terkemuka dan Direktur Pusat Studi Al-Qur’an ini, menegaskan keniscayaan bekerja itu disangga oleh keberadaan anugerah daya yang diberikan Allah swt. Fisik yang menghasilkan kegiatan, fikiran untuk ilmu pengetahuan, kalbu yang memberikan spirit profetik seperti kindahan, iman, merasa, dan hubungan dengan Allah swt. Dan yang paling penting, daya itu menghasilkan semangat juang, kemampuan menghadapi tantangan plus menanggulangi kesulitan.[18]
F. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Etos Kerja
Etos (etika) kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1.      Agama
Dasar pengkajian kembali makna etos kerja di Eropa diawali oleh buah pikiran Max Weber.Salah satu unsur dasar dari kebudayaan modern, yaitu rasionalitas (rationality) menurut Weber (1958) lahir dari etika Protestan. Pada dasarnya agama merupakan suatu sistem nilai. Sistem nilai ini tentunya akan mempengaruhi atau menentukan pola hidup para penganutnya. Cara berpikir, bersikap dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, kalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi.Weber memperlihatkan bahwa doktrin predestinasi dalam protestanisme mampu melahirkan etos berpikir rasional, berdisiplin tinggi, bekerja tekun sistematik, berorientasi sukses (material), tidak mengumbar kesenangan-namun hemat dan bersahaja (asketik), dan suka menabung serta berinvestasi, yang akhirnya menjadi titik tolak berkembangnya kapitalisme di dunia modern.Sejak Weber menelurkan karya tulis The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1958), berbagai studi tentang etos kerja berbasis agama sudah banyak dilakukan dengan hasil yang secara umum mengkonfirmasikan adanya korelasi positif antara sebuah sistem kepercayaan tertentu dengan kemajuan ekonomi, kemakmuran, dan modernitas (Sinamo, 2005).[19]
2.      Budaya
Luthans (2006) mengatakan bahwa sikap mental, tekad, disiplin dan semangat kerja masyarakat juga disebut sebagai etos budaya. Kemudian etos budaya ini secara operasional juga disebut sebagai etos kerja. Kualitas etos kerja ditentukan oleh sistem orientasi nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya maju akan memiliki etos kerja yang tinggi. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki sistem nilai budaya yang konservatif akan memiliki etos kerja yang rendah, bahkan bisa sama sekali tidak memiliki etos kerja.[20]

3.      Sosial politik
Menurut Siagian (1995), tinggi atau rendahnya etos kerja suatu masyarakat dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya struktur politik yang mendorong masyarakat untuk bekerja keras dan dapat menikmati hasil kerja keras mereka dengan penuh.
4.      Kondisi lingkungan (geografis)
Siagian (1995)  juga menemukan adanya indikasi bahwa etos kerja dapat muncul dikarenakan faktor kondisi geografis. Lingkungan alam yang mendukung mempengaruhi manusia yang berada di dalamnya melakukan usaha untuk dapat mengelola dan mengambil manfaat, dan bahkan dapat mengundang pendatang untuk turut mencari penghidupan di lingkungan tersebut.[21]
5.      Pendidikan
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).[22]
6.      Motivasi intrinsik individu
Anoraga (2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja yang tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga etos kerja seseorang.Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam (terinternalisasi) dalam diri sendiri, yang sering disebut dengan motivasi intrinsik. Ia membagi faktor pendorong manusia untuk melakukan kerja ke dalam dua faktor yaitu faktor hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene merupakan faktor dalam kerja yang hanya akan berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan menyebabkan ketidakpuasan. Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya motivasi, tetapi ia tidak menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik, yang termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja, kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika sebuah organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak menjadi penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi ekstrinsik.[23]
                        Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa puas sebagai manusia. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik dalam pekerjaan yang meliputi pencapaian sukses (achievement), pengakuan (recognition), kemungkinan untuk meningkat dalam karier (advancement), tanggungjawab (responsibility), kemungkinan berkembang (growth possibilities), dan pekerjaan itu sendiri (the work itself). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan performa kerja dan menggerakkan pegawai hingga mencapai performa yang tertinggi.
F.     Kesimpulan
Dapat disimpulkan, bahwa etos menyangkut semangat hidup, termasuk semangat bekerja, menuntut ilmu pengetahuan dan meningkatkan keterampilan agar dapat membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. Manusia tidak akan memperbaiki hidupnya tanpa semangat kerja, pengetahuan dan keterampilan yang memadai tentang pekerjaan yang ditangani.
Untuk meningkatkan etos kerja masyarakat Indonesia, para ahli sufi telah mengajarkan kita melalui sikap yang mereka contohkan dalam kehidupan mereka sesuai dengan ajaran dan konsep tasawuf. Di antaranya, sikap Optimisme, Istiqamah, Sabar, Ikhlas, Ridha, Qana’ah, Takwa, Takut, Tawakal, Tobat, Zuhud, Wara’, Syukur, Cinta, Rindu, Shidiq, Syaja’ah, Takdir, Malu, Zikir, Doa, Tafakkur, Uzlah, Kemiskinan, dan Kematian.
Dengan memahami apa itu etos kerja, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan akan merubah etos kerja masyarakat Indonesia akan meningkat produktifitas dan profesionalitas kerjanya. Indonesia sangat membutuhkan peningkatan etos kerja di semua lini organisasi pemerintahan dan swasta, sehingga di masa depan dapat terwujud bangsa Indonesia yang maju dan disegani masyarakat internasional.
Semoga kita termasuk orang yang dapat melakukan sikap-sikap atau perbuatan yang dapat meningkatkan etos kerja seperti yang dilakukan para sufi dalam mengamalkan ajaran tasawuf.

















Daftar Pustaka


Anoraga, Pandji.Manajemen Bisnis. Rineka Cipta, Jakarta. 2009
Bertens, K. Etika.Gramedia, Jakarta. 1994
Drs. H. Kafrawi Ridwan. MA. Metode Dakwah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1987),
Lihat al-Qur’an dan Terjemah,
Luthans, Fred.. Perilaku Organisasi. Andi, Yogyakarta. 2006
Prof.Dr.Ika Rocchdjatun Sastrahidayat.Membangun Etos Kerja & Logika berpikir Islami.Malang.UIN-Malang Press.2009
Siagian, Prof. Dr. Sondang P. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta. 1995.
Sinamo, Jansen..Delapan Etos Kerja Profesional: Navigator Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana, Bogor.
Sudirman Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta : Prenada Media.2003
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani. 2002
Tebba, Sudirman. Bekerja dengan Hati. Jakarta : Bee Media Indonesia. 2006
Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta: Labmend, 1991)



[1] Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani.hlm 25
[2] Ibid hlm 13
[3] Sudirman Tebba. Bekerja dengan Hati. Jakarta : Bee Media Indonesia. hlm 12
[4] Sudirman Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta : Prenada Media.hlm 145-154
[5] Sudirman Tebba. Bekerja dengan Hati. Jakarta : Bee Media Indonesia.hlm 20
[6] Sudirman Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta : Prenada Media.hlm 148
[7] Ibid.hlm 147
[8] Sudirman Tebba.Tasawuf Positif. Jakarta : Prenada Media.hlm 149
[9] Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani.hlm 34
[10] Ika Rocchdjatun Sastrahidayat.Membangun Etos Kerja & Logika berpikir Islami.Malang.UIN-Malang Press.hlm 57-66
[11] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta: Labmend, 1991), , hl. 12
[12] Drs. H. Kafrawi Ridwan. MA. Metode Dakwah dalam Menghadapi Tantangan Masa Depan. (Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1987), hl. 29
[13] Lihat al-Qur’an dan Terjemah, Surat Al-Ashr : 1-3
[14] Lihat al-Qur’an dan Terjemah Surat Al-Isra’ : 7
[15] Lihat al-Qur’an dan Terjemah Surat Al-Baqarah : 148
[17] Toto Tasmara, Etos Kerja Muslim, (Jakarta: Labmend, 1991), hal. 17.
[19] Sinamo, Jansen..Delapan Etos Kerja Profesional: Navigator Anda Menuju Sukses. Grafika Mardi Yuana, Bogor. 2005

[20] Luthans, Fred.. Perilaku Organisasi. Andi, Yogyakarta. 2006
[21] Siagian, Prof. Dr. Sondang P. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta. 1995.
[22] Bertens, K. Etika.Gramedia, Jakarta. 1994.
[23] Anoraga, Pandji.Manajemen Bisnis. Rineka Cipta, Jakarta. 2009

No comments:

Post a Comment