GUDANG MAKALAH

Tuesday, 26 August 2014

KENISCAYAAN AKHIRAT 1


MAKNA AKHIRAT
Kata akhirah (أخرة) disebut 115 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini selalu disebut secara  tersendiri, di samping dihubungkan dengan kata daar (دار) yang berarti negeri atau kampung seperti dalam ungkapan ad-daar al-akhirah, yang berarti negeri akhirat. Dengan demikian, hari akhir atau hari kiamat merupakan tahapan yang harus dilewati menuju negeri Akhirat. Selain kata akhirah (أخرة), Al-Qur’an juga menggunakan kata al-yaum al-akhir (اليوم الآخر), untuk menunjuk pengertian yang sama, dan ini terulang sebanyak 26 kali.[1] Disebut dengan ‘hari akhir’ karena tidak ada lagi hari sesudahnya, sedangkan penghuni surga telah jelas akan menempati surga dan penduduk neraka akan menempati neraka.[2]
Penggunaan kata akhirat dalam Al-Qur’an menunjuk pada pengertian alam yang akan terjadi setelah berakhirnya alam dunia ini. Dengan kata lain, kata akhirat merupakan antonim dari kata dunia. Hal ini ditunjukkan dalam QS. Al-Baqarah: 201; QS. Ali Imron: 152.
“Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)

“…..Diantaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat…..” (QS. Ali Imran: 152)

Akhirat di dalam Al-Qur’an juga disebut dengan istilah al-ghaib, sedangkan dunia disebut dengan asy-syahadah. Kata asy-syahadah, menurut M. Quraish Shihab berarti hadir atau disaksikan, baik dengan mata kepala maupun mata hati. Jika demikian, yang tidak hadir adalah gaib. Sesuatu yang tidak disaksikan juga adalah gaib, bahkan sesuatu yang tidak terjangkau oleh panca indera juga merupakan gaib baik disebabkan oleh kurangnya kemampuan maupun oleh sebab-sebab lainnya. Ada gaib mutlak yang tidak dapat terungkap sama sekali, hanya Allah yang mengetahuinya, dan ada pula gaib yang relatif. Puncak dari segala yang gaib adalah Allah sehingga manusia tidak dapat mengetahui hakekat Allah.[3] Karena akhirat merupakan sesuatu yang gaib, maka untuk dapat mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengannya manusia tidaklah bisa meraihnya melainkan hanya dengan melalui wahyu.
Dalam Al-Qur’an, kehidupan akhirat juga diistilahkan dengan istilah al-hayawan ( الحيوان), sebagaimana disebut dalam QS. Al-‘Ankabut: 64, yakni kehidupan yang berkualitas atau kehidupan yang sempurna.[4] Kehidupan akhirat menurut Al-Qur’an adalah kehidupan yang sempurna atau kehidupan yang lebih berkualitas dibandingkan dengan kehidupan dunia.  Allah menjelaskan maksud ayat di atas dengan ayat berikutnya:
“Dan Sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu dari yang permulaan. (Ad-Duha: 4)

Sejalan dengan penegasan Al-Qur’an bahwa kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang sempurna, Rasulullah membandingkan kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat seperti setetes air dalam telunjuk dibandingkan dengan samudra yang luas. Beliau menegaskan yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Al-Mustawrid:
“Tidaklah perumpamaan kehidupan dunia dengan akhirat kecuali seperti salah seorang kamu mencelupkan jemarinya ke dalam laut, maka lihatlah bagaimana kualitas air yang jatuh dari jemarinya itu? (Itulah kualitas kehidupan dunia).”

Fazlur Rahman dalam bukunya “The Major Themes of the Qur’an”,[5] memberikan beberapa alasan tentang pentingnya kehidupan akhirat. Pertama, moral dan keadilan sebagai konstitusi realitas menurut Al-Qur’an adalah kualitas untuk menilai amal perbuatan manusia, karena keadilan tidak dapat dijamin di kehidupan dunia. Kedua, manusia dapat melihat apa yang telah diperjuangkannya dan tujuan-tujuan yang sesungguhnya dari kehidupan dunia. Ketiga, segala bentuk perbantahan, perbedaan pendapat, dan konflik antar manusia hanya bisa diselesaikan di kehidupan akhirat.
Bagi mereka yang beragama samawi meyakini bahwa kehidupan akhirat sebagai tempat dimana segala perbuatan seseorang di dalam kehidupan dunia ini akan dibalas. Akhirat adalah suatu masa dimana manusia harus bertanggung jawab secara individual (QS. Maryam (19): 95), tidak ada sanak kerabat, teman dan orang-orang yang selama ini dijadikan sandaran untuk dimintai pertolongan, karena masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri (QS. Al-Ma’arij: 10-14; QS. ‘Abasa: 34-37). Mereka yang meyakini adanya kehidupan akhirat ada yang menyatakan: 'Mudahnya meyakini adanya kehidupan setelah kematian sama mudahnya dengan meyakini adanya hari esok setelah hari ini, adanya nanti setelah sekarang, adanya memetik setelah menanam'. Dengan meyakini adanya kehidupan akhirat setelah kehidupan didunia ini akan menjaga seseorang dari bertindak sesuka hatinya, karena ia yakin segala hal yang ia perbuat dalam kehidupannya sekarang akan dituainya kemudian di alam setelah kematian.
Namun tidak sedikit juga orang yang meragukan akan adanya kehidupan akhirat (kehidupan setelah kematian). Pada umumnya masyarakat Arab meragukan bahkan mengingkari hari akhir, sementara yang percaya pun memiliki kepercayaan keliru.
Mereka berkata: “Jika kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah benar-benar kami akan dibangkitkan dalam bentuk makhluk yang baru?” (QS. Al-Isra: 49)

Mereka berkata: “Ia (hidup ini) tidak lain kecuali kehidupan kita di dunia saja dan kita tidak akan dibangkitkan.” (QS. Al-An’am: 29)

Bahkan mereka bersumpah demi Allah dengan sumpah yang sungguh-sungguh: “Allah tidak akan membangkitkan orang-orang yang mati.” (QS. An-Nahl: 38)
Terhadap orang-orang yang meragukan atau mengingkari adanya hari kemudian, Al-Qur’an menyanggahnya dengan beraneka ragam cara, ada yang langsung dan ada juga yang secara tidak langsung. Perhatikan misalnya pada (QS. Al-‘Ankabut: 23)
“Orang-orang kafir yang (mendustakan) ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan-Nya mereka itulah yang berputus asa dari rahmat-Ku, dan buat mereka siksa yang pedih.”

“Sesungguhnya merugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah. Apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba mereka berkata: “Alangkah besarnya penyesalan kami terhadap kelalaian kami tentang kiamat. Sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggung mereka. Sungguh amat buruk apa yang mereka pikul itu.” (QS. Al-An’am: 31)

Selain penggunaan kata akhirat secara langsung, Al-Qur’an juga menggunakan istilah atau kata lain untuk menggambarkan peristiwa dalam alam akhirat, antara lain yaum al-qiyamah (يوم القيامة = hari kebangkitan) dalam QS. Al-Qashash: 42; yaum ad-din (يوم الدين = hari pembalasan) dalam QS. Al-Fatihah: 4; as-sa’ah (الساعة = waktu) dalam QS. Al-Kahfi: 21; yaum al-fashl (يوم الفصل = hari keputusan) dalam QS. Al-Mursalat: 77; yaum al-hisab (يوم الحساب = hari perhitungan) dalam QS. Al-Mukmin: 27;
Selain itu juga digunakan istilah yaum al-fath ( الفتح يوم = hari kemenangan) pada Qs. as-Sajadah (32): 29; yaum al-jam‘i (الجمع يوم = hari pengumpulan) dan yaum at-taghabun (التّغابن يوم = hari pengungkapan kesalahan) pada Qs. at-Taghabun (64): 9; yaum al-khulud (الخلود يوم = hari kekekalan) pada Qs. Qaf (50): 34; yaum al-khuruj (الخروج يوم = hari keluar) pada Qs. Qaf (50): 42; yaum ‘azhim (عظيم يوم = hari yang besar) pada Qs. al-An‘am (6): 15; yaum kabir (آبير يوم = hari yang besar) pada Qs. Hud (11): 3; yaum alim (اليم يوم = hari yang menyedihkan) pada Qs. Hud (11): 26; yaum muhith (محيط يوم = hari yang membinasakan) pada Qs. Hud (11): 84; yaum al-hasrah (الحسرة يوم = hari penyesalan) pada Qs. Maryam (19): 39; yaum ‘aqim (عقيم يوم = hari siksaan) pada Qs. al-Hajj (22): 55; yaum azh-zhullah (الظلّة يوم = hari naungan) pada Qs. asy-Syu‘ara’ (26): 189; yaum al-ba‘ts (البعث يوم = hari kebangkitan) pada Qs. ar-Rum (30): 56.
Di samping juga digunakan istilah yaum ath-thalaq ( الطلاق يوم = hari pertemuan) dalam Qs. al-Mukmin (40): 15; yaum al-azifah (  الآزفة يوم = hari yang dekat) dalam Qs. al-Mukmin (40): 18; yaum at-tanad ( التّناد يوم hari panggil-memanggil) dalam Qs. al-Mukmin (40): 32; Qs. al-Waqi‘ah الواقعة) = yang pasti terjadi) dan yaum ma‘lum (معلوم يوم = hari yang dikenal) dalam Qs. al-Waqi‘ah (56): 1 dan 50; yaum al-haqq (الحقّ يوم = hari kebenaran) dalam Qs. an-Naba’ (78): 39; al-yaum al-mau‘ud ( الموعود اليوم = hari yang dijanjikan) dalam Qs. al-Buruj (85): 2; al-qari‘ah ( القارعة = bencana yang menggetarkan) dalam Qs. al-Qari‘ah (101): 1 dan alghasyiyah ( الغاشية = pembalasan) dalam Qs. al-Ghasyiyah (88): 1.

Lanjutkan baca....... 
KENISCAYAAN AKHIRAT 1
KENISCAYAAN AKHIRAT 2
KENISCAYAAN AKHIRAT 3


[1] Muchlis M. Hanafi,  et. al (Ed.), Keniscayaan Hari Akhir, Tafsir Al-Qur’an Tematik, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan LItbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penerbit Aku Bisa, 2012, Jakarta, hlm. 2
[2] Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, Penerbit Darus Sunnah, 2007, Jakarta, hlm. 152
[3] M. Quraish Shihab, Yang Tersembunyi, Penerbit Lentera Hati, 2000,  Jakarta, hlm. 10
[4] Muchlis M. Hanafi, et. al (Ed.), Op.Cit., hlm. 3
[5] Fazlur Rahman, Op. Cit, hlm. 169

No comments:

Post a Comment