GUDANG MAKALAH

Thursday 23 December 2010

PERSPEKTIF FIQIH TERHADAP UCAPAN SELAMAT NATAL DAN TAHUN BARU NON ISLAM


Islam hadir ke muka bumi melalui utusannya Nabi Muhammad SAW sebagai agama yang sempurna, yang mengatur dimensi kehidupan baik secara vertikal dengan Tuhannya maupun secara horizontal dengan sesama manusia dalam hubungan sosial kemasyarakatan.
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjadi rahmatan lil alamin ditengah - tengah pluralisme masyarakat. Oleh Karena itu Islam menekankan sikap toleransi kepada sesama manusia meskipun beda agama dalam koridor yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Dalam perspektif fiqih toleransi lintas agama secara hukum dikelompokkan menjadi tiga bentuk. Pertama, sikap toleran yang sampai melewati batas ridlo dengan adanya kekufuran. Bentuk toleransi lintas agama demikian dilarang dalam agama, sebab ridlo dengan kekufuran berarti juga kafir.
Kedua, sikap toleran dengan pergaulan baik, yang hanya sebatas penampilan dhohir. Bentuk toleransi lintas agama seperti inilah yang diperbolehkan dalam agama.
Ketiga, sikap toleran dengan wujud tolong - menolong, saling memabantu atas dasar kerabat, cinta, dan condong kepada mereka, namun tanpa meyakini kebenaran akidah mereka justru meyakini bahwa agama mereka adalah agama yang batil. Bentuk toleransi seperti ini meskipun tidak menyebabkan kufur, namun dilarang dalam agama Karena sikap demikian bisa membawa penilaian baik dan benar atau bahkan ridlo terhadap jalan mereka.
تفسير الرزى، ج: 4، ص: 168 :
واعلم أن كون المؤمن موالياً للكافر يحتمل ثلاثة أوجه أحدها : أن يكون راضياً بكفره ويتولاه لأجله ، وهذا ممنوع منه لأن كل من فعل ذلك كان مصوباً له في ذلك الدين ، وتصويب الكفر كفر والرضا بالكفر كفر ، فيستحيل أن يبقى مؤمناً مع كونه بهذه الصفة .فإن قيل : أليس أنه تعالى قال : { وَمَن يَفْعَلْ ذلك فَلَيْسَ مِنَ الله فِي شَىْء } وهذا لا يوجب الكفر فلا يكون داخلاً تحت هذه الآية ، لأنه تعالى قال : { يا أيها الذين آمنوا } فلا بد وأن يكون خطاباً في شيء يبقى المؤمن معه مؤمناً وثانيها : المعاشرة الجميلة في الدنيا بحسب الظاهر ، وذلك غير ممنوع منه .والقسم الثالث : وهو كالمتوسط بين القسمين الأولين هو أن موالاة الكفار بمعنى الركون إليهم والمعونة ، والمظاهرة ، والنصرة إما بسبب القرابة ، أو بسبب المحبة مع اعتقاد أن دينه باطل فهذا لا يوجب الكفر إلا أنه منهي عنه ، لأن الموالاة بهذا المعنى قد تجره إلى استحسان طريقته والرضا بدينه ، وذلك يخرجه عن الإسلام فلا جرم هدد الله تعالى فيه فقال : { وَمَن يَفْعَلْ ذلك فَلَيْسَ مِنَ الله فِي شَىْء } .
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَه (سورة المجادلة:22)
Artinya : "Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, saling berkasih saying dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya. (Q.S. Al Mujadalah : 22)
Atas dasar deskripsi diatas, mengucapkan selamat hari natal hukumnya adalah tidak diperbolehkan, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
1.Terdapat unsur memuliakan (ta'dhim)
2.Akan menimbulkan persepsi positif terhadap akidah mereka kepada khalayak umum.
3.Bisa menimbulkan kufur apabila ridlo terhadap perayaan / kekufuran mereka.
Akan tetapi jika dengan sikap seperti itu justru akan menimbulkan penilaian negatif terhadap Islam, maka diperbolehkan mengucapkan selamat hari raya natal dengan syarat ucapan tersebut bukan dalam rangka memberikan penghormatan tapi demi menampakkan keindahan dan cinta kasih dalam Islam.
Toleransi yang demikian inilah yang diperbolehkan dalam Islam untuk mengucapkan selamat natal. Namun ingat! Hanya sebatas dhohirnya (luar) saja, artinya tidak sampai menimbulkan unsur menyukai serta tidak menimbulkan persepsi salah dikalangan masyarakat awam.
Adapun mengucapkan selamat tahun baru non Islam kepada non muslim adalah diperbolehkan selama hal itu hanya berupa toleransi lahiriyah saja. Dan bila hanya sebatas ungkapan kegembiraan maka diperbolehkan sepanjang bukan atas kemaksiatan atau kekufuran dan tidak ada unsur muwaddah (cinta kasih, persahabatan) terhadap non muslim.
بجيرمى على الخطيب، ج:13، ص: 80
خَاتِمَةٌ : تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى : { لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاَللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ } ، فَإِنْ قِيلَ : قَدْ مَرَّ فِي بَابِ الْوَلِيمَةِ أَنَّ مُخَالَطَةَ الْكُفَّارِ مَكْرُوهَةٌ أُجِيبُ بِأَنَّ الْمُخَالَطَةَ تَرْجِعُ إلَى الظَّاهِرِ وَالْمَوَدَّةَ إلَى الْمَيْلِ الْقَلْبِيِّ .
بجيرمى على الخطيب، ج:13، ص: 81
قَوْلُهُ : ( تَحْرُمُ مَوَدَّةُ الْكَافِرِ ) أَيْ الْمَحَبَّةُ وَالْمَيْلُ بِالْقَلْبِ وَأَمَّا الْمُخَالَطَةُ الظَّاهِرِيَّةُ فَمَكْرُوهَةٌ وَعِبَارَةُ شَرْحِ م ر وَتَحْرُمُ مُوَادَّتُهُمْ وَهُوَ الْمَيْلُ الْقَلْبِيُّ لَا مِنْ حَيْثُ الْكُفْرُ وَإِلَّا كَانَتْ كُفْرًا وَسَوَاءٌ فِي ذَلِكَ أَكَانَتْ لِأَصْلٍ أَوْ فَرْعٍ أَمْ غَيْرِهِمَا وَتُكْرَهُ مُخَالَطَتُهُ ظَاهِرًا وَلَوْ بِمُهَادَاةٍ فِيمَا يَظْهَرُ مَا لَمْ يُرْجَ إسْلَامُهُ وَيَلْحَقُ بِهِ مَا لَوْ كَانَ بَيْنَهُمَا نَحْوُ رَحِمٍ أَوْ جِوَارٍ ا هـ
INGAATT!!!!! Penyampaian ucapan beda dengan perayaan.

Tuesday 19 October 2010

Ayoo..... Tahajjud-an

Shalat Tahajjud adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari sesudah mengerjakan shalat Isya sampai terbitnya fajar dan sesudah bangun dari tidur, meskipun itu hanya sebentar

Hukum Shalat Tahajjud adalah Sunnat Mu’akkad, Yaitu : Sunnat yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan, karenanya maka Rasul SAW sangat menganjurkan kepada para umatnya untuk senantiasa mengerjakan shalat Tahajjud. Karena dalam shalat Tahajjud terdapat keutamaan dan keistimewaan yang besar sekali.
Bersabda Rosulullah SAW :
“ Sesungguhnya pada waktu malam ada satu saat ( waktu. ). Seandainya seorang Muslim meminta suatu kebaikan didunia maupun diakhirat kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan memberinya. Dan itu berlaku setiap malam.” ( HR Muslim )
Keutamaan di dunia:
1. Akan dipelihara oleh Allah SWT dari segala macam bencana.
2. Tanda ketaatannya akan tampak kelihatan dimukanya.
3. Akan dicintai para hamba Allah yang shaleh dan dicintai oleh
semua manusia.
4. Lidahnya akan mampu mengucapkan kata-kata yang mengandung hikmah.
5. Akan dijadikan orang bijaksana, yakni diberi pemahaman dalam agama.
Keutamaan di akhirat:
1. Wajahnya berseri ketika bangkit dari kubur di Hari Pembalasan nanti.
2. Akan mendapat keringanan ketika di hisab.
3. Saat menyebrangi jembatan Shirotol Mustaqim,sangat cepat, seperti halilintar yang menyambar.
4. Catatan amalnya diberikan ditangan kanan.
Waktu dan Bilangan Rakaat Shalat Tahajjud

Shalat Tahajjud dikerjakan pada waktu malam hari setelah shalat Isya sampai terbit fajar (masuknya waktu shalat shubuh). Namun dalam sepanjang malam itu terdapat bagian-bagian dari malam yang sangat mustajab, malam yang sangat utama mengerjakan shalat Tahajjud, yaitu sepertiga malam yang terkahir, kira-kira mulai dari pukul 01.00 sampai terbit fajar (masuknya waktu shalat shubuh). Sebagaimana sabda SAW yang artinya :

“Tuhan kami turun ke langit dunia, ketika sepertiga malam yang terakhir, kemudian berfirman : “siapakah yang berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan, siapa yang meminta pasti Aku beri, siapa yang memohon ampun,pasti Aku ampuni, sampai terbit fajar”

Yang dimaksud turun ke langit dunia itu adalah perhatian Allah dalam mengabulkan permohonan orang yang suka bangun malam dan mengerjakan shalat Tahajjud serta memohon apa yang dihajatkan, adalah sangat diperhatikan dan mudah dikabulkan oleh ALLAH SWT.

Adapun bilangan rakaat shalat Tahajjud itu sekurang-kurangnya adalah dua rakaat, dan sebanyak-banyaknya tidak terbatas.

Tata Cara Shalat Tahajjud

Cara mengerjakan shalat Tahajjud itu pada dasarnya adalah sama dengan shalat-shalat sunnat lainnya, hanya saja niat yang membedakan. Adapun lafazh niat shalat Tahajjud itu adalah sebagai berikut :

“Ushalli sunnatat tahajjudi rak’ataini lillahi ta’aalaa”.Allahu akbar.

Artinya : “Saya berniat shalat sunnat Tahajjud dua rakaat karena Allah Ta’ala”.ALLAHU AKBAR

Setelah dengan berdiri, shalat Tahajjud juga boleh dikerjakan dengan duduk atau bersila, sebagaimana yang telah diterangkan dalam hadist Nabi SAW, yang artinya :

“Sesungguhnya Nabi SAW biasa melakukan shalat malam lama sekali dengan berdiri dan (lain waktu) melakukannya lama sekali dengan duduknya. Bila Beliau membaca dengan berdiri, fuku dan sujudnya dilakukan dari berdiri, Bila Beliau membaca dengan duduk, ruku dan sujud dilakukan dari duduk” (HR.Jama’ah, kecuali Imam Bukhari dari Aisyah r.a)

Hasdist lainnya :

“Saya melihat Nabi SAW shalat (lail) dengan bersila” (HR.Imam Daruquthni, dari Aisyah r.a)

Setelah selesai mengerjakan shalat Tahajjud, perbanyaklah membaca istigfar dan dzikir kepada Allah SWT serta memohon kepada-Nya, kemudian membaca doa sebagai berikut :

“Bismillahir rahmaanir rahiim. Allahumma lakal hamdu anta qayyimus samaawaati wal ardhi wa man fiihinna. Wa lakal hamdu lakal mulkus samaawati wal ardhi wa man fii hinna, Walaka hamdu anta nuurus samaawaati wal ardhi walakal hamdu antal haqqu wa wa’dukal haqqu wa liqaa-u ka haqqun wa qauluka haqqun wal jannatu haqqu wan nabiyyuna haqqun wa muhammadun shallallaahu’alaihi wa sallama haqqun was saa’atu haqqun. Allahumma laka aslamtu wa bika khaashamtu wa ilaika haakamtu faghfirlii maa qaddamtu wamaa akhkhartu wamaa asrartu wamaa a’lantu antal maqaddimu wa antal mu-akhkhiru laa ilaaha illah anta au laa ilaaha gahiruka walaa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim”

Artinya :
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wahai Tuhanku, Bagi-Mu segala puji, Engkau penegak langit dan bumi serta seluruh isinya, bagi-Mulah segala puji, Engkau raja Penguasa langit dan bumi beserta seluruh isinya, dan bagi-Mulah segala puji, Engkau benar, janji-Mu benar, pertemuan dengan-Mu benar, firman-firman Mu benar, syurga itu benar, neraka itu benar, para Nabi itu benar, Nabi Muhammad SAW itu benar dan hari Kiyamat itu benar. Wahai Tuhanku, kepada Mu lah aku berserah diri, dengan Mu lah aku beriman, kepada Mu aku rindu dan kepada Mu pula aku berhukum. Oleh karena itu ampunilah dosa-dosaku, baik dosa yang terdahulu maupun dosa yang akhir, yang tersembunyi dan yang nyata. Engkau Dzat yang Terdahulu dan Yang TerAkhir. Tidak ada Tuhan yang patut disembah melainkan hanya Engkau atau tidak ada Tuhan selain Engkau, serta tiada daya upaya dan kekuatan melainkan hanya dengan pertolongan Allah Yang Maha Agung”.

Setelah membaca doa tersebut diatas, lalu pergilah berbaring kembali tidur, sambil membaca ayat-ayat kursi, surat Al-ikhlas, Al Falaq dan Surat An Naas.

Ayooo kita bersama sering melakukan sholat tahujud

Monday 30 August 2010

POSITIF & NEGATIF FACEBOOK BAGI SANTRI

Allah adalah dzat Yang Maha mempunyai ilmu. Kepunyaan-Nya mencakup diujung dunia sebelah barat dan sebelah timur serta segala sesuatu yang ada didalamnya. Kita tidak bisa menghitung berapa juta ilmu yang ada didunia ini. Berapa banyak ilmu yang sudah kita dapatkan? Ternyata diluar sana lebih banyak lagi dari yang sudah kita dapatkan tentang ilmu Allah SWT.

Salah satu ilmu Allah yang sekarang ini sedang marak sekali adalah tentang teknologi modern yaitu internet dengan dilengkapi berbagai fasilitas seperti facebook opera, chating, browser, dll
faceebook merupakan fasilitas internet yang sekarang sedang menjelma baik dikalangan masyarakat, sekolah, maupun pesantren.

Pesantren yang notabene sebagai lembaga transformer ilmu-ilmu agama ternyata komunitas didalamnya lebih peka terhadap kemahuan teknologi modern. Sebagai buktinya banyak santri yang sekarang ini mempunyai majlis taklim yang baru yaitu majlis di warung internet.

Tidak bisa dipungkiri kehidupan adalah hidup, tidak mati tidak diam ditempat. Hidup ibarat air yang mengalir yang akan menemui liku lintasan perairan, adakalnya air itu tenang dan ada kalanya alur air itu terasa deras.

Begitu juga dengan santri terkadang ia terasa senang tetapi kadang juga menemui lintasan beku di pesantren, bahkan sampai menemui lintasan kesusahan, kejenuhan, dsb.

Kehidupan yang terasa tenang, santai aman di dalam pesantren ternyata tidak selamanya bisa mengubah pemikirannya menjadi lebih kreatif, kritis, dan terbuka. Ia terlalu jenuh dlam pesantren. Akhirnya banyak yang memaksakan diri dari para santri yang ikut terjun kedunia maya. Hal ini bukan berarti tidak boleh bagi santri, justru santri memang harus bisa bergaul dengan internet, karena zaman sekarang segalanya akan mudah dengan internet.

Segalas sesuatu tentu ada sisi baik dan buruknya. Dimana ketika kebaikan tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sunhgguh dan keburukannya senantiasa ditinggalkan serta diiringi dengan niat ikhlas tentunya akan menjadi suatu amal perbuatan yang luar biasa yang bisa mendapatklan keuntungan besar bagi pelakunya.

Faceebook memang banyak sisi positifnya, bisa dijadikan sebagai sarana keilmuan yaitu dengan saling berdiskusi, mendapatkan infarmasi, sarana komunikasi, dll. Bagi santri tentu ini sangat menarik karena mereka bisa berdiskusi virtual lewat media ini.

Namun ada juga sisi negatifnya bagi santri. Setelah saya amati para santri yang sering online lebih banyak menyita waktunya untuk hal yang kurang bermanfaat dari pada belajar di pesantren. Waktu mereka terbuang sia-sia ketika duduk menghadap layar hanya untuk sharing komentar yang tak begitu penting. Hampir 70 % santri facebooker adalah mereka yang hanya sekedar mengomentari orang lain yang tak penting. Kebanyakan dari merka hanya ingin mencari kesenangan saja, “nggaya, ben ora katrok” padahal kewajiban mereka sangat besar salah satunya yaitu harus bisa baca kitab gundul, hafal alfiah, hafal qur'an, dll. Kalau waktu mereka dibuang begitu saja bagaimana mereka akan sukses?

Pesan untuk santri..... gunakan facebook sebaik mungkin yang bisa membantu kesuksesan belajar anda di pesantren.

Friday 30 July 2010

TAK ADA DIKOTOMI ILMU

وَكَأَيِّنْ مِنْ آَيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُون (القران سورة يسوف :  105
Dan banyak sekali tanda-tanda (keberadaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya sedang merka berpaling daripadanya. (Q.S. Yusuf : 105)
Banyak dikalangan masyarakat khususnya para fanatisme nenek moyangnya memandang bahwa Islam adalah agama yang doktrinal, sehingga harus dibedakan dengan ilmu pengetahuan yang notabene bersifat trial and error, artinya boleh jadi penelitian ilmiah berdasarkan kenyataan sekarang benar tetapi akan lain hasilnya di hari esok.
Kita jadi bertanya-tanya, benarkah Islam adalah agama yang indoktrinasi, dogmatis, dan berlawanan dengan pengetahuan umum? -pertanyaan ini pernah saya terima dari sang kyai saya-. Kalau iya, kenapa banyak ayat al-Qur'an yang menyuruh kepada kita menggunakan akal kita untuk berfikir, memahaminya, dan berangan-angan? Bahkan meninggikan derajat para ilmuan dan merendahkan orang-orang yang tidak berakal? 
Apakah berarti orang-orang yang berakal adalah hanya orang-orang yang tiap harinya mengaji al-Qur'an saja bahkan tanpa mengangan-angankannya? Mengkaji kitab kuning, sendiko dawuh terhadap kyai, dan lain sebagainya?.
Belum tentu mereka yang tiap hari kesana kemari membawa kitab kuning, mengkajinya, membaca al-Quran, solat, dan ibadah lainnya akan mendapatkan suatu kemuliaan dari Allah SWT. Dan ingatlah Allah hanya menilai dari hati manusia masing-masing. Maka semuanya tergantung pada niatnya. 
Membaca al-Quran dengan niatan yang jelek justru akan menjatuhkannya ke tempat yang hina sebaliknya mengkaji pengetahuan dengan niatan mencari ridlo Allah justru akan meniggikan derajatnya di akhirat nanti InsyaAllah............
Maka mohon maaf kepada semua Kyai dan dewan asatidz saya yang telah mengomentari saya "buat apa mencari ilmu pengetahuan umum"? dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada panjenengan cabalah panjenengan mengerti, khususnya dengan kenyataan dunia sekarang ini yang selalu menuntut untuk terjun kedalam globalisasi.
Kita mengetahui didalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat qouliyah yang lebih menitikberatkan kepada nilai-nilai agama. Tetapi kita tidak bisa mengelakkan ilmu-ilmu Allah yang terhampar di jagad raya ini, yang sering kita sebut sebagai ayat-ayat kauniyah. Kedua jenis ayat tersebut jika dipelajari akan bertemu pada satu titik yang sama, yaitu : mendekatkan diri kepada Allah.
Belajar dari ayat-ayat qouliyah akan mengantarkan kita kepada Allah. Belajar dari ayat-ayat kauniyah pun akan mengantarkan kita kepada Allah. Kita sodaqoh, membantu sesama dengan niatan ikhlash akan mendapatkan lebih dekat bertemu dengan Allah, berbeda jika dengan berniat untuk riya'. Begitu juga kita belajar tentang isi alam semesta ini dengan niatan ikhlash mencari ridlo Allah tentunya juga akan mendapatkan diri kita dekat dengan Allah, berbeda apabila dengan niatan untuk menjatuhkan pendapat ilmuan lain atau sombong, tentunya akan menjerumuskannya kedalam kesesatan. Jadi sekali lagi segalanya tergantung pada niat kita

انما الاعمل بالنية
Sahnya segala amal adalah pada niatnya

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآَيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ (190) الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلًا
 سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
Sudah jelas ayat diatas menerangkan bahwa tanda-tanda orang-orang yang berakal yaitu terdapat pada orang-orang yang selalu berdzikir dan memikirakan penciptaan dari Allah (langit dan bumi serta isinya).
Al-Qur'an mengajarkan kepada kita untuk memadukan antara bedzikir sekaligus berfikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, berbaring, terus berusaha memahami ayat-ayat kauniyah Allah.
Ayat-ayat kauniyah Allah secara rinci hanya diajarkan pada bangku sekolah umum, hanya sebagian pesantren yang sudah modern menampu muatan pelajaran umum. Begitu juga sebaliknya sekolah umum lebih dominan menagajarkan ilmu-ilmu umum, dan kurang akan ilmu agamanya. 
Bagaimana kalau keduanya dipadukan, to the point nyantri yo nyekolah utowo nguliyah? 
Tentunya akan lebih menambahkan wawasan yang lebih luas. Menjadi ulama yang intelek dan intelek yang ulama.
Doakan aku..............................

Pembuktian ayat-ayat kauniyah Allah

أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ (17) الغاشية : 17
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.
Ayat ini memancing kita untuk memahami binatang, tidak hanya unta, karena disebutkan juga binatang selain unta pada ayat yang lain, seperti : burung, semut, lebah, lalat, nyamuk, dan sebagainya 

أَلَمْ يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا اللَّهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ
 لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (79) النحل : 79
 
Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain dari pada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman.
Angan-anganlah arti yang saya garis bawahi.

وَإِلَى السَّمَاءِ كَيْفَ رُفِعَتْ (18) الغاشية : 18
Dan langit, bagaimana ia ditinggikan.

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ (30) 
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Ayat diatas Allah sedang memancing kepada kita untuk mempelajari tentang astronomi dan kosmologi. Sebab dengan mengenal penciptaan langit itu kita akan memahami betapa Maha Besarnya Allah sang Pencipta langit dan bumi.


Monday 28 June 2010

Peningkatan Daya Kritis Santri melalui Metode Bahtsul Masail

A. JUDUL PENELITIAN
Meningkatkan Daya Kritis Santri sebagai Upaya Pencapaian Kompetensi melalui Penggunaan Metode Bahtsul Masail pada Mata Pelajaran Fiqih Kelas Empat Madrasah Pondok Pesantren Asma' Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan

B. LATAR BELAKANG MASALAH
Pondok Pesantren, sebagai suatu padepokan untuk memperdalam ilmu agama, sejauh ini dipahami sebagai tempat yang sejuk, tenang, dan damai. Didalamnya para santri mencurahkan tenaga dan pikiran untuk belajar dan membentuk karakter, sementara pengasuh pesantren (kiai) menyerahkan diri dengan tulus untuk memberikan pengajaran dan teladan hidup. Kiai adalah sosok pemimpin yang tunggal dalam pesantren, beliau selalu menjadi panutan dan tauladan kehidupan bagi para santri.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang menurut sebagian kalangan merupakan pendidikan indigenious Indonesia. Meskipun lembaga ini dikategorikan sebagai lembaga pendidikan non formal, namun eksisitensinya tidak bisa dianggap sebelah mata. Banyak tokoh nasional terlahir dari lembaga ini, sebut saja Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Hasyim Muzadi, Nurcholis Majid, dll.
Pandangan masyarakat umum yang beranggapan bahwa pondok pesantren cenderung melestarikan tradisi feodal, kepemimpinan yang sentralistik dan otoriter tentu saja merupakan pandangan yang keliru dan tidak berdasar kenyataan. Di lingkungan pondok pesantren ada tradisi unik dalam menyelesaikan problem-problem yang berkembang di masyarakat, baik masalah agama, maupun problematika masyarakat yang berskala internasional dengan cara bertukar pikiran sesama santri maupun sesama para kiai. Tradisi itu namanya bahtsul masail (forum pembahasan masalah).
Pesantren yang mempunyai tradisi ilmiah tersebut bertujuan untuk mengembangkan daya kritis santri dalam mengupas problematika yang dibahas dengan melalui kajian-kajian kitab fiqih.
Forum ini sengaja didesain untuk mengasah kemampuan santri dalam memecahkan berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat melalui perspektif agama.

C. RUMUSAN MASALAH
Berdasakan Latar Belakang Masalah seperti yang telah diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana merencanakan metode bahtsul masail untuk meningkatkan daya kritis santri sebagai upaya pencapaian kompetensi dalam pelajaran fiqih kelas empat di Madrasah Pondok Pesantren Asma' Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan?
2. Bagaimana mengimplementasikan metode bahtsul masail sebagai upaya meningkatkan daya kritis santri untuk pencapaian kompetensi dalam pelajaran fiqih kelas empat Madrasah Pondok Pesantren Asma' Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan?
3. Bagaimana peran kyai dan santri dalam implementasi metode bahtsul masail sebagai upaya meningkatkan daya kritis santri untuk pencapaian kompetensi dalam pelajaran fiqih kelas empat Madrasah Pondok Pesantren Asma' Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan?

D. KAJIAN TEORI
1. Bahtsul Masail sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran
a) Pengertian Metode Bahtsul Masail
Bahtsul Masail, merupakan kata majemuk yang berasal dari dua kata yaitu : bahtsul yang berarti : pembahasan dan dari Masail (bentuk jamak dari masalah )yang berarti :masalah-masalah. Dengan demikian Bahtsul Masaail secara bahasa mempuyai arti : pembahasan masalah –masalah .
Bahtsul Masail merupakan aktivitas yang sangat lekat dengan pondok pesantren dan jam’iyyah Nahdlotul Ulama. Hampir seluruh pondok pesantren di jawa –madura –sumatera, memasukkan Bahtsul masail sebagai kegiatan rutinnya. Demikian pula, jam’iyyah Nahdlotul Ulama, mulai tingkat Ranting, MWC, Cabang, Wilayah maupun pengurus Besar Nahdlotul Nahdlotul Ulama mempunyai agenda khusus untuk kegiatan bahtsul masail. Dalam jam’iyyah Nahdlotul Ulama, Bahtsul Masail merupakan furom tertinggi untuk memecahkan berbagai masalah keagamaan.
Sistem Bahtsul Masail coraknya beragam. Secara garis besar dikalangan Nahdliyyin terdapat tiga macam model Bahtsul masail :
• Bahtsul masail model pesantren yang lebih menonjolkan semangat i’tirodl, yaitu perdebatan argumentatif dengan berlandaskan Al-kutub Al-Mu’tabaroh (kitab-kitab yang perlu diambil i'tibar). Dalam hal ini peserta bebas berpendapat, menyanggah pendapat peserta lain dan juga diberikan kebebasan mengoreksi rumusan-rumusan yang ditawarkan tim perumus.
• Bahtsul masail model “NU”dalam hal ini lebih menonjolkan porsi I’tidlod, yaitu penampungan aspirasi jawaban sebanyak mungkin. Untuk materi dan redaksi rumusan diserahkan kepada tim perumus. Peserta hanya diberikan hak menyampaikan masukan-masukan seperlunya.
• Bahtsul Masail Kontemporer, yaitu bahtsul masail yang dimodifikasi mirip model simposium. Dimana sebagaian peserta yang dianggap mampu, diminta menuangkan rumusan jawaban berikut sumber pengambilan keputusan, dalam bentuk “Makalah”. Bahtsul Masail seperti ini kurang begitu diminati oleh kalangan pesantren karena kesempatan untuk memberikan tanggapan dan sangganan lebih mendalam sangatlah terbatas.
Dalam penelitian ini hanya menerangkan pada bahtsul masail intra pesantren.

b) Tujuan Bahtsul Masail
Tujuan diadakannya metode bahtsul masail di Pondok Pesantren Asma' Chusna yaitu :
• Meningkatkan kualitas daya pemikian santri
• menghidupkan jejak ulama salaf dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul dimasyarakat
• merumuskan pemecahan masail waqi'iyah (aktual) sesuai dengan tuntunan syara'
c) Sistem Pengambilan Hukum dalam Bahtsul Masail
Nhadlatul Ulama dalam setiap mengambil keputusannya senantiasa didasarkan pada permusyawaratan para ulama, termasuk didalamnya keputusan hukum islam yang diambil oleh NU telebih dahulu digodok dalam forum bahtsul masail.
Sebgai lembaga pendidikan yang bebasis NU pondok pesantren juga ikut andil dalam menentukan hukum. Bahtsul masail yang sudah menjadi rutinitas mingguan di Ponpes Asma' Chusna ini bersifat lokal, artinya hanya dihadiri oleh santri yang masih duduk di kelas empat. Sedangkan untuk melaksanakan bahtsul masail tesebut, diperlukan tata cara pelaksanaannya sebagaiman diatur dalam sistem pengambilan hukum Islam.
• Kerangka analisi masalah
Dalam memecahkan dan merespon masalah, maka bahtsul masail hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah yang meliputi status hukum, sumber hukum, dampak bagi masyarakat dan realita yang terjadi pada masyarakat.
• Prosedur penjawaban masalah
Prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai beikut :
a. Apabila masalah atau pertanyaan telah terdapat jawabannya dalam kitab-kitab standar dan dalam kitab-kitab tersebut hanya terdapat satu qaul (pendapat Imam Madzhab) atau wajah (Pwendapat ulama madzhab), maka qaul atau wajah tesebut dapat digunakan sebagai jawaban atau keputusan.
b. Apabila masalah atau pertanyaan telah terdapat jawabannya dalam kitab-kitab standar (Kutub al-Mu'tabarah), akan tetapi dalam kitab-kitab tersebut terdapat beberapa qaul atau wajah, maka yang dilakukan adalah taqrir jama'i untuk menentkan salah satu qaul atau wajah. Prosedur pemilihan salah satu pendapat dilakukan dengan : petama, mengambil pendapat yang lebih masalahat atau yang lebih kuat atau kedua, sedapat mungkin melakukan pemilihan pendapat dengan mempertimbangkan tingkatan sebagai berikut :
1. Pendapat yang disepakati oleh al-syaikahani ( Imam Nawawi dan Rqfi'i)
2. Pendapat yang dipegang oleh Nawawi saja
3. Pendapat yang dipegang oleh Rafi'i saja.
4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama
5. Pendapat ulama yang terpandai
6. Pendapat ulama yang paling wara'
c. Apabila masalah atau pertanyaan tidak terdapat jawabannya sama sekali dalam kitab-kitab standar (baik qaul mupun wajah) langkah yang dilakukan adalah ilhaqul masail binazairiha (Menyamakan masalah dengan realitas yang ada) yang dilakukan oleh ulama (ahli) secara jamai (kolektif).
d. Apabila tidak mungkin untuk melakukan ilhaq, mak langkah yang ditempuh adalah istinbath (Penggalian hukum) secara kolektif dengan prosedur bermazhab secara manhaj (kontekstual) oleh para ahlinya (dalam pesantren adalah Kyai). istinbath dapat dilakukan melalui kaidah ushul fiqh.


d) Keunggulan dan kelemahan bahtsul masail
Keunggulan :
• Terbentuknya santri yang berfikir kritis dan ilmiah
• Membetuk kreatifitas santri dan kesemangatannya dalam belajar mengkaji kitab-kitab kuning
• Memcahkan masalah dengan merujuk kepada syariat islam

Kelemah bahtsul masail :
• Menimbulkan perselisihan yang sengit apabila mubahitsin (Para pembahas) tidak berpikiri positif.
• Kuang teliti dalam mengambil keputusan karena terdapat qaul dan wajah yang berbeda-beda.
• Banyak problem yang tidak ditemukan jawabannya dalam khazanah literatur klasik, kalupun ditemukan seakan tidak relevan lagi.

2. Daya Kritis
Berfikir kritis diartikan sebagai suatu proses kompleks yang melibatkan penerimaan dan penguasaan data, analisis data, dan evaluasi data dengan mempertimbangkan aspek kualitatif serta melakukan seleksi atau membuat keputusan berdasarkan hasil evaluasi. (Gerhard 1971, dalam Redhana 2003: 14)
Berfikir kritis menurut R. Swartz dan D. N. Perkins (1990), dalam Hassoubah 2004: 86-87) berarti bertujuan untuk mencapai penilaian yang kritis terhadap apa yang akan kita terima atau apa yang akan kita lakukan dengan alasan yang logis, memakai standar penilaian sebagai hasil dari berfikir kritis dalam membuat keputusan, menerapkan berbagai strategi yang tersusun dan memberikan alasan untuk menentukan dan menerapkan standar tersebut, mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mndukung suatu penilaian.
Tyler (1949), dalam Redhana 2003: 13-14) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh keterampilan-keterampilan dalam pemecahan masalah dapat merangsang keterampilan berfikir kritis siswa. Berfkir kritis merupakan suatu aktivitas evaluatif untuk menghasilkan suatu simpulan (Cabrera 1992, dalam Redhana 2003:14)
Pertukaran gagasan yang aktif didalam kelompok yang kecil tidak hanya menarik perhatian siswa tetapi juga dapat mempromosikan pemikiran kritis.
Seperti halnya dalam Pondok Pesantren Asma' Chusna, tradisi bahtsul basail yang diadakan tiap pekan merupakan kegiatan yang sangat subur dalam meningkatkan pemikiran kritis santri. Bagaimana tidak, seorang santri yang akan bermusyawarah dalam forum bahtsul masail harus mempersiapkan jawaban yang lebih matang untuk mengklarifikasikan kepada peserta atau santri yang lain, yaitu dengan mencarinya melalui kajian kitab-kitab salaf.
Materi tentang pemikiran kritis yaitu materi yang melibatkan analisa, sintesis, dan evaluasi konsep.
Cara peningkatan keterampilan berpikir kritis :
Dari hasil penelitian Ian Wright dan C. L. Bar (1987), L.M Sartorelli (1989) dan R Swartz dan S. Parks (1992) dalam Hassoubah (2004: 96-110), beberapa cara meningkatkan keterampilan berfikir kritis diantaranya adalah dengan meningkatkan daya analisis dan mengembangkan kemampuan observasi / mengamati.
Strategi pemecahan masalah dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan siswa dalam mengadaptasi situasi pembelajaran yang baru.

3. Kompetensi
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.
Association K.U. Leuven mendefinisikan bahwa pengertian kompetensi adalah peingintegrasian dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.
Dari definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
Inti dari definisi kompetensi yang dipahami selama ini adalah mencakup penguasaan terhadap 3 jenis kemampuan, yaitu: pengetahuan (knowledge, science), keterampilan teknis (skill, teknologi) dan sikap perilaku (attitude).
4. Mata Pelajaran Fiqih di Pondok Pesantren
Fikih, di berbagai pesantren salaf di Indonesia, khususnya di Jawa, nama ini merupakan satu disiplin ilmu yang paling diminati dan sangat popular. Seorang santri rela ‘mendekam’ bertahun tahun, bahkan puluhan tahun, di pesan¬tren untuk mendalami ilmu yang satu ini. Ia tidak akan berani pulang kampung sebelum tuntas mengkaji secara men¬¬da¬lam kitab-kitab fiqh standar madzhab Syafi’i.
Secara implisit bisa di¬pahami, bahwa disiplin ilmu yang paling dituntut untuk dikaji dan didalami oleh seorang kyai adalah ilmu fiqih. Hal ini terjadi karena, pertama, ia khawatir ilmu fiqh-nya kalah canggih oleh santri-santrinya yang makin lama tambah kritis. Kedua, dengan adanya era globalisasi permasalahan di seputar fiqh-pun semakin berkembang. Masyarakat di pedesaan menjadi semakin maju dan kritis. Seiring dengan ini kyai-pun harus pula mengikuti main stream informasi kontemporer serta mengaitkannya dengan metode fiqih (ushul fiqh) dalam upaya untuk memberikan atau menawarkan solusi fiqh yang memuaskan kepada masyarakat. Sebab kalau tidak responsif terhadap masalah-masalah fiqh yang berkembang, tentu hal ini akan mengurangi respek masyarakat.
Pengertian dan Perkembangan Fiqh
Kata fiqh sebenarnya berasal dari kata bahasa Arab, yaitu bentuk masdar (verbal noun) dari akar kata bentuk madhi (past tense) faquha yang secara etimologis berarti mengerti, mengetahui, memahami dan menuntut ilmu.
Pada awal perkembangan Islam, kata fiqh belum bermakna spesifik sebagai “ilmu hukum Islam yang mengatur pelaksanaan ibadah-ibadah ritual, yang menguraikan tentang detail perilaku Muslim dan kaitannya dengan lima prinsip pokok (wajib, sunnah, haram, makruh, mubah), serta yang membahas tentang hukum-hukum kemasyarakat (muamalat).
Pada awal perkembangan Islam, khususnya pada era Nabi, Islam belum menyebar secara luas dan cepat seperti pada dekade-dekade berikutnya. Sehingga persoalan-persoalan hukum baru belum muncul dan dengan demikian perbedaan pendapatpun belum mencuat ke permukaan. Setelah Nabi wafat, para sahabat menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, banyak dari mereka yang kemudian menempati posisi sebagai intelektual dan pemimpin agama. Di daerah-daerah baru Islam ini, persoalan-persoalan baru mulai bermunculan. Namun demikian, para Sahabat berusaha sebaik-baiknya (ijtihad) untuk memberi keputusan legal agama berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah atau Hadits Nabi. Di sini, perbedaan pendapat antara opini Sahabat di satu daerah dengan opini Sahabat di daerah lain mulai mencuat. Seperti perbedan yang terjadi antara Sahabat Ibnu Abbas dengan Ibnu Mas’ud tentang masalah riba. Juga antara Sahabat Umar Ibnu Khattab dengan Zayd Ibnu Tsabit tentang arti quru’ untuk masa menunggu (Arab, Iddah) bagi istri yang dicerai. Kendatipun begitu perbedaan-perbedaan tersebut tidak keluar dari spirit Al-Qur’an dan sunnah.
Pada masa generasi sesudah Sahabat atau lebih populer dengan istilah Tabi’in, timbullah tiga divisi besar secara geografis di dunia Islam, yaitu Irak, Hijaz dan Syria. Di mana masing-masing mempunyai aktivitas legal yang independen. Di Irak kemudian terdapat dua golongan fiqh yaitu di Basrah dan Kufah. Di Syria aktivitas hukumnya tidak begitu dikenal kecuali lewat karya-karya Abu Yusuf. Sedangkan di Hijaz terdapat dua pusat aktivitas hukum yang sangat menonjol yaitu di Makkah dan Madinah. Di antara keduanya, Madinah lebih terkenal dan menjadi pelopor dalam perkembangan hukum Islam di Hijaz. Malik bin Anas atau Imam Malik (w.179 h./795 m.) pendiri madzhab Maliki adalah eksponen terakhir dari ahli hukum golongan Madinah. Sedangkan dari kalangan ahli fiqh Kufah terdapat nama Abu Hanifah.
Beberapa tahun kemudian muncullah nama Muhammad bin Idris Ash-Shafi’i (w.204 h/ 820 m.) atau Imam Syafi’i pendiri madzhab Syafi’iah yang merupakan salah satu murid Imam Malik. Kemudian muncullah nama Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal (w.241 h./ 855 m.), atau Imam Hambali, pendiri madzhab Hanabalah. Beliau adalah murid Imam Syafi’i. Pada saat munculnya empat pendiri madzhab fiqh dan kumpulan hasil-hasil karya mereka inilah, diperkirakan istilah fiqh dipakai secara spesifik sebagai satu disiplin ilmu hukum Islam sistematis, yang dipelajari secara khusus sebagaimana dibutuhkannya spesialisasi untuk mendalami disiplin-disiplin ilmu yang lain.
Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Fiqih
1. Tujuan
Pembelajaran Fiqih di Pondok Pesantren bertujuan untuk membekali santri agar dapat: (1) mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli maupun aqli. (2) melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam dengan benar.
2. Fungsi
Mata pelajaran Fiqih di Pondok Pesantren berfungsi untuk: (a) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik kepada Allah Swt. sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat; (b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan santri dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di pesantren dan masyarakat; (c) Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di pesantren dan masyarakat; (d) Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. serta akhlak mulia santri seoptimal mungkin, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam lingkungan keluarga; (e) Pembangunan mental santri terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui Fiqih Islam; (f) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan santri dalam keyakinan dan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

E. METODE PENELITIAN
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah santri kelas empat madrasah Pondok Pesantren Asma’ Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan.

2. Waktu
Penelitian ini direncanakan selama dua bulan.

3. Lama tindakan
Tindakan penelitian direncanakan pelaksanaanya selama 3 minggu untuk 3 kali putaran.

4. Lokasi
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di Pondok Pesantren Asma’ Chusna Kranji Kedungwuni Pekalongan.


5. Prosedur Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam tiga siklus. Setiap siklus dijelaskan dibawah ini.
1. Siklus 1
Dalam siklus ini difokuskan pada upaya peningkatan daya kritis santri melalui metode bahtsul masail. Indikator keberhasilan diukur dari meningkatnya secara kuantitatif aktivitas santri dalam belajar baik dalam melaksanakan proses pembelajaran maupun dalam mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan yang diajukan dalam forum musyawarah ini.
2. Siklus 2
Dalam siklus ini difokuskan pada perbaikan implementasi metode bahtsul masail sebagai upaya peningkatan daya kritis santri dalam pelajaran fiqih. Indikator keberhasilan diukur dari kualitas santri melaksanakan proses pembelajaran, misalnya diukur dari kegairahan santri mengikuti kegiatan ini, keseriusan dalam muthola’ah kitab kuning, dan kemampuan berargumentasi.
3. Siklus 3
Siklus ini diarahkan pada proses pembelajaran metode bahtsul masail dengan penyempurnaan pada aspek tertentu hasil observasi dan refleksi siklus dua. Indikator keberhasilan diukur dari kemampuan setiap santri memiliki kompetensi.

Saturday 29 May 2010

Mengubah Metode Pembelajaran Pesantren

Dalam skala yang sangat kecil yang sudah lama menjadi tradisi sampai sekarang masih digunakan sebagai praksis proses pembelajaran dihampir semua pesantren, khususnya yang berbau salaf. Tradisional model pendidikan pesantren yang telah lama mendarahdaging agaknya sangat sulit umtuk merubahnya menuju paradigma pendidikan yang dialektif (memberi kebebasan kepada santri untuk berbicara).

Hampir semua jenjang pendidikan pesantren hanya memusatkan pada kemampuan otak kiri santri, sebaliknya otak kanan santre, serta pusat berpikir transcendental kurang ditumbuhkembangkan, bahkan tak pernah disinggung secara sestematis pada tataran pendidikan pesantren. Kondisi ini menyebabkan endidikan pesantren hanya mampu menghasilkan orang-orang tahu ilmu agama tetapi tidak mampu mengaplikasikannya dalam praksis kehidupan. Hal ini menyababkan outcame pesantren menghasilkan santri yang tidak berkualitas, tidak mampu membawa masyarakat kearah perubahan yang lebih baik. Padahal santri adalah sosok orang yang dijadikan sebagai teladan bagi masyarakat. Realita semacam ini masih jauh dari yang dicita-citakan oleh ulama reformis-rasionalis (Gus Dur), yang bertujuan untuk membentuk santri yang takwa, kreatif, inofatif, dan kritis.

Sebagai contoh pesantren kebanyakan lebih memntingkan kemampuan IQ tanpa memeperhatikan yang lebih pada EQ dan SQ santri. Pada tingkat IQ pun proses pembelajaran masih sangat pasif, kaku, dan proses penyampaian materi hanya searah, artinya tidak ada proses dialektif secara langsung dalam proses pembelajaran (pengajian kitab kuning), santri tidak pernah diberi kesempatan untuk bertanya langsung pada saat pengajian. Santri hanya bisa “mantuk-mantuk tapi ora kepetuk, ngah-nggih tapi ora kepanggih”. Ketidakpahaman santri hanya ada dalam angan yang mengambang yang solusinya mau tidak mau harus mencari sendiri, atau mungkin bertanya kepada temannya yang juga mempunyai kualitas yang sama. Ini adalah proses pembelajaran yang salah! Kenapa? Karena dapat menyebabkan pemikiran santri menjadi lengser. Namun dalam hal ini siapa yang pantas disalahkan? Sebagai santri yang mempunyai rasa ta’dzim, hormat, dan patuh kepada figur Kyai tantunya enggan menyalahkan pak Kyai.

Singkat kata dari uraian diatas adalah perlunya perubahan proses pengajian dalam pesantren dari yang pasif menjadi aktif, dan dialektif.

Friday 30 April 2010

TASAWUF DAN MODERNITAS

BAB I

PENDAHULUAN

Berbicara tentang tasawuf, sering timbul pertanyaan, benarkah bahwa hidup secara sufi berarti “melepaskan diri dari dunia ?” nampaknya, inilah citra umum tasawuf yang kita miliki jawaban dari pertanayaan ini secara implisit dapat diambil dari pertanyaan Hussein Nasr pada uraiannya tantang “Kedudukan Tasawuf Dalam Islam”. Antara lain dia mengatakan bahwa, “Tasawuf serupa dengan nafas yang memberikan hidup”. Taswuf telah memberikan semangatnya pada seluruh struktur Islam, baik dalam perwujudan sosial maupun intelektual.1

Sikap istimewa kaum sufi adalah dalam memberikan makna terhadap institusi-institusi Islam. Ajaran Islam mereka pandang dari dua aspek, aspek lahiriyah (seremonial) dan aspek batiniah (spiritual) Islam memenuhi keseimbangan antara keperluan badani dan kebutuhan rohani, antara keutamaan dunia dan akhirat.

Bahaya kehidupan serba kebendaan yang kita hadapi dewasa ini telah sampai pada batas yang membahayakan. Salah satu dari pesan Islam pada dunia modern, kata Nasr ialah agar manusia itu mengutamakan sesuatu menurut kepentingannya masing-masing dan memelihara masing-masing unsur sesuai dengan tempatnya serta menjaga proporsi diantara hal-hal yang ada disekitarnya.

Islam memiliki semua hal yang diperlukan bagi realisasi kerohanian. Oleh karena itu, tasawuf merupakan dimensi esoterik dan dimensi dalam dari Islam. Dalam tasawuf, terhadap prinsip-prinsip positif yang mampu menumbuhkan perkembangan masa depan masyarakat. Bahkan, tasawuf mendorong wawasan hidup menjadi moderat. Dalam tasawuf diajarkan bahwa kehidupan ini hanyalah sekedar sarana, bahkan tujuan. Ajaran tasawuf mampu membimbing manusia menjadi hamba Allah yang membawa kedamaian dan mengendalikannya agar tidak menjadi malapetaka bagi dirinya dan alam sekitarnya.



BAB II

PEMBAHASAN


A. Islam dan Masyarakat Modern

Masyarakat modern dewasa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani purba. Kebudayaan Yunani purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah. Yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.2

Menurut Hussein Nasr, masyarakat modern sering digolongkan “the post industrial society”, yaitu suatu masyarakat yang telah mencapai tingkat kemakmuran material sedemikian rupa dengan perngkat teknologi yang serba mekanik dan otomatis. Tapi walaupun dengan tecapainya tingkat kemakmuran material yang tinggi belum bisa memenuhi kebutuhan manusia seluruhnya,kemajuan yang pesat dalam lapangan ilmu dan filsafat rasionalisme sejak abad ke-18 kini dirasakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dalam sapek nilai-nilai transedental yaitu suatu kebutuhan vital hanya digali dari sumber wahyu Illahi.

Agama islam memiliki semua hal yang diperlukan bagi realisasi kerohanian dalam artian yang luhur, demikian tutur Nasr. Tasawuf adalah kendaraan pilihan untuk tujuan ini. Oleh karena tasawuf merupakan dimensi esoterik dan dimensi dalam dari Islam, ia tidak dapat dipraktekan terpisah dari Islam, hanya Islam yang dapat membimbing mereka mencapai istana batin, kesenangan dan kedamaian yang bernama tasawuf dan hanya Islam yang merupakan tempat mengintai “taman firdaus”. Sekali lagi, inilah cari jalan kontemplatif Islam, atau tasawuf. Ia bisa dipraktekan dimana-mana dan di setiap langkah kehidupan. Tasawuf tidak didasarkan atas penarikan diri secara lahiri dari dunia, melainkan didasarkan atas pembebasan batin, sebagaimana seorang sufi mengatakan : “adalah bukan aku yang meninggalakn dunia, dunialah yang meninggalkan aku”. Penmbebasan batin dalam kenyataan bisa berpadu dengan aktivitas lahir yang intens.

Profil masyarakat modern adalah masyarakat dengan budaya industri, yaitu masyarakat yang mengembangkan cara berfikir ilmiah. Karena masyarakat modern menurut Sutan Takdir Ali Syahbana dalam bukunya “Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Islam” dikatakan lahir dari “Revolusi Ilmu”. Revolusi ilmu melahirkan “Revolusi Teknologi”, revolusi teknologi melahirkan “Revolusi Industri”, dan revolusi industri melahirkan revolusi perdagangan dan komunikasi.3

Revolusi budaya modern yang semakin berkembang hanya berorientasi dengan keduniaan saja, tapi tidak memenuhi kebutuhan spiritual yang masyarakat modern butuhkan.

Sehingga yang bisa jadi pelengkap spiritual budaya modern agar tidak pincang spiritual dan moral adalah Islam yang Qur’ani, yakni Islam yang idealis dan rasionalis yang sangat menghargai ijtihad dan ulama mujtahid sebagai pemukanya, yang diantaranya adalah tasawuf.


B. Krisis Spiritual dan Tasawuf dalam Dunia Modern

Di dunia barat, akhir-akhir ini telah bangkit. Perhatiannya yang besar terhadap tasawuf. Dan terdapat peningkatan signifikan dalam minat terhadap sufisme, terutama di kalangan pendidik. Kebangkitan tasawuf belakangan ini, menimbulkan banyak pertanyaan khususnya di kalangan pengkaji sosiologi, agama dan modernisasi, “mengapa dalam situasi di mana kemajuan ilmu dan teknologi yang kian marak, justru semakin banyak orang tertarik pada tasawuf?”. Kesimpulan singkat yang disampaikan oleh Nais Bitt dan Aburdene dalam “Megatrends 2000” adalah bahwa “IPTEK yang melaju cepat di era modern tidak memberikan makna tentang kehidupan”.

Semula banyak orang terpukau dengan modernisasi, mereka menyangka bahwa dengan modernisasi itu serta merta akan membawa kesejahteraan. Mereka lupa bahwa di balik modernisasi yang serba gemerlap itu ada gejala bahwa di balik modernisasi yang serba gemerlap itu ada gejala yang dinamakan “the agony modernisation”, yaitu adzab sengsara karena modernisasi.

Kemajuan IPTEK sebagai tulang punggung modernisasi dan industrialisasi tanpa sadar telah terjadi penyalahgunaan sehingga mengakibatkan dampak negatif berupa kerusakan lingkugan hidup (lingkungan dalam arti tata nilai kehidupan). Banyak warga masyarakt yang kehilangan identitas diri, mereka jadi bingung karena proses modernisasi yang mereka jalankan telah menimbulkan ketidakpastian fundamental di bidang hukum, moral, norma, etika dan tata nilai kehidupan.

Ekspansi dan globalisasi kapitaliseme yang merupakan ujung tombak modernisasi barat sekarang ini, tidak hanya mendorong kehidupan yang materrialistik dan hedonistik, tetapi juga mengakibatkan terjadinya intuisi massif kontrol-kontrol administratif rasional dalam sektor kehidupan (Habermas, 19810.

Manusia merasakan kerinduan akan nilai-nilai ketuhanan, nilai-nilai ilahiah. Nilai-nilai berisikan keluhuran inilah yang dapat menuntun manusia kembali kepada nlai-nilai kebaikan yang pada dasarnya makhluk rohani di samping sebagai makhluk jasmani.

Secara teologis, manusia juga sebagai makhluk rohani. Para filosofis Islam mengakui bahwa manusia tersusun dari elemen materi dan immateri. Kedua elemen ini merupakan hasil emanasi Tuhan. Ahli sufi mengakui adanya dualitas dalamdiri manusia, yaitu materi dan immateri. Namun mereka lebih tertarik membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan spiritualitas. Dari segi hubungan dualisme itu, unsur materi memiliki hubungan yang jauh dari Allah, sedangkan unsur immateri memiliki hubungan yang dekat dengan Allah. Karenanya, ruh (immateri) memiliki posisi yang sangat dominan dan menentukan dalam pribadi manusia. Kebahagiaan rohani (immateri) mengungguli kebahagiaan jasmani (materi), kenikmatan yang dirasakan pun mendominasi kenikmatan yang dirasakan oleh jasmani.

Mengingat ruh memiliki fungsi yang sangat dominan dalamdirimannusia maka krisis spiritual bagi manusia menyebabkan terjadinya penyakit jiwa dan dapat menimbulkan berbagai kemudharatan. Di samping itu, krisis spiritual juga akan menurunkan martabat manusia ke jurang kehancuran yang mengancam peradaban dan eksistensi manusia.

Problem spiritualitas bagi manusia modern merupakan hal yang tidak mudah untuk dipecahkan karena manusia modern telah kehilangan keyakinan-keyakinan metafisis dan eskatologis. Sebab manusia modern lahir dari eksistensialisme yang hanya mengakui eksistensi manusia manakala manusia tersebut sudah merdeka. Menurut Auguste Compe, manusia modern adalah mereka yang sudah sampai kepada tingkatan pemikiran positif. Pada tahapan ini, manusia sudah lepas dari pemikiran religius dan pemikiran filosofis yang masih global.

Kefanatikan manusia modern terhadap eksistensialisme dan positivisme membuat mereka menafikan berbagai informasi baik yang bersumber dari kitab suci maupun dari tradisi mistik yang mengatakan bahwa manusia itu memiliki unsur spiritual. Karenanya manusia modern mengalami krisis spiritual.

Demikianlah, modernisme di pandang gagal memberikan kehidupan yang lebih bermakna kepada manusia, karena itu tidak heran jika kemudian orang kembali pada agama (tasawuf) yang memang berfungsi untuk memberikan makna dan tujuan hidup. Modernisme dan modernisasi ternyata telah gagal menyingkirkan agama dari kehidupan masyarakat.

Sejalan dengan kebangkitan tasawuf di dunia Islam adalah tersebarnya ajaran-ajaran sufi di barat. Tasawuf spiritualis-batiniah (sufisme ekstatis, fana’) diperkenalkan pada awal abad ke-19 oleh guru musisi Islam India, Inayat Khan, yang ajarannya kemudian diteruskan oleh putranya Pir Vilayat Inayat Kahan guru bagi kelompok “New Age” semacam Fritjof Copra.

Di Perancis, Tasawuf diterima di kalangan kaum intelektual melalui tulisan-tulisan seorang matematikawan yang berubah menjadi metafisikawan. Rene Gennon yang dikenal sebagai “Syaik Abdul Wahid” (w. kairo 1951), bukunya yang terkenal ialah “The Crisis of The Modern World”.

Pada abad ke-19, 20 dan sampai awal abad ke-21 M ini, terdapat banyak kaum muslimin yang berusaha membangkitkan kembali ajaran-ajaran dan prakterk Islam otentik, bukan sekedar untuk menghadapi nominasi politik dan kultural barat. Untuk membangkitkan warisan Islam, para guru sufi memusatkan perhatian dengan memandang penyebab seluruh kekacauan adalah sikap melupakan Allah.

Para tokoh kontemporer tasawuf fiqh menekankan pengetahuan pemahaman dan diferensiasi. Mereka biasanya menekankan pentingnya amaliah syariat, yang paling populer adalah Fritjof Schan, seorang syaikh Tariqoh Syadzaliyah ‘Alawiyyah Afrika Utara, sekalipun lebih banyak menetap di Swiss dan Amerika serikat dan di kenal juga Sebagai syaikh Muhammad Isa Nurdin.

Selain tersebarnya ajaran-ajaran sufi, dewasa ini juga sudah banyak diterbitkan buku-buku mengenai tasawuf dan kehidupan rohani dalam Islam. Karena banyak di antara kaum terpelajar di barat sekarang ini mau mengakui sumber keislaman tasawuf dan adanya mata rantai yang tak bisa diputuskan antara tasawuf dengan Islam.

Buku-buku karya pemimpin Thariqah sufi Al-Jerrahi di Turki Syaikh Muzaffar Ozak menyuguhkan tasawuf berorientasi syariat yang difokuskan pada cinta dari pada pemahaman intelektual. Syaikh Thariqah Naqsyabandiyah, Syaikh nazim Al Qubrusi menyajikan bahasa menarik tentang sifat-sifat terpuji manusia yang berakar dalam perspektif yang menekankan cinta dan juga menekankan basis Syaikh Tasawuf.

Pemimpin Thariqah Ni’matullahi Iran, Dr. Javad Nur Bakhsh telah menerbitkan buku sampai lengkap tentang teks-teks klasik sufi dalam karyanya berjudul “Sufi Symbolisan” perspektif yang ditempuhnya termasuk dalam kategori Tasawuf Ekstatis (fana’) dengan titik berat pada kebersatuan dengan Allah, karya-karya guru “bawa Muhayaddean lebih menekankan pentingnya sisi cinta dan kenikmatan spiritual dalam tasawuf.

Yang termasuk guru kontemporer adalah Syaikh fadhallah Haeri, M.H Kabbani atau Faisal Abdul Rauf, merekalah sebagian dari yang tetap berjuang untuk menjadi obor sufi ditengahnya kegelapan kehidupan modern dewasa ini.

Di Indonesia sendiri, masyarakat bertasawuf dengan cara mengikuti thariqah-thariqah dan majlis-majlis dzikir yang biasanya dipimpin oleh para guru besar, dan dengan thariqah yang berbeda antara guru yang satu dengan yang lain. Namun tujuannya adalah sama yaitu mendekatkan diri pada Allah. Karena semakin banyak muncul thariqah-thoriqoh yang Baru, yang tidak menyimpang dari syariat Islam.


C. Solusi Tasawuf

Seperti yang telah dilaskan di atas bahwa krisis spiritual yang dialami masyarakat modern adalah mereka tidak mendapati kebanyakan immaterial, kerena pada hakekatnya manusia sebagai makhluk jasmani dan juga makhluk rohani. Walaupun mereka telah mencapai kebudayaan modernitas yang tinggi tetapi tetap saja tidak bisa membuat hidup mereka terasa bermakna. Dan pada akhirnya manusia pun ingin kembali pada agama dan bertasawuf untuk mendapatkan kembali nilai-nilai ketuhanan (nilai-nilai ilahiah).

Tasawuf adalah moralitas yang berdasarkan Islam (adab). Karena itu seorang sufi adalah mereka yang bermoral, sebab semakin ia bermoral semakin bersih dan bening jiwanya. Dengan pengertian bahwa tasawuf adalah moral berarti tasawuf adalah semangat (inti Islam) sebab ketentuan hukum Islam berlandaskan moral Islam. Moralitas yang diajarkan oleh tasawuf akan mengangkat manusia ke tingkatan “Shafa At Tauhid”. Pada tahap inilah manusia akan memiliki moralitas Allah. Tasawuf mampu berfungsi sebagai terapi krisis spiritual.

Sebab pertama, tasawuf secara psikologis merupakan hasil dari berbagai pengalaman spiritual dan merupakan bentuk dari pengetahuan langsung mengenai raalitas-realitas ketuhanan yang cenderung menjadi innovator dalam agama (R.H. Thonless, 1995, 219-220).

Kedua, kehadirat Tuhan dalam bentuk pengalaman mistik dapat menimbulkan keyakinan yang sangat kuat. Ketiga, dalam tasawuf hubungan seorang dengan Allah dijalin atas rasa kecintaan. Allah bagi sufi, bukanlah dzat yang menakutkan, tetapi pengasih, kekal, al-Haq, serta selalu hadir kapanpun dan di manapun. Dia adalah Dzat yang paling patut dicintai dan diabdi.

Manusia memiliki nilai-nilai pencapaian, agar manusia merasa bahagia maka ia harus bisa mencapai nilai-nilai pencapaian tersebut yang ketiganya itu adalah nilai-nilai immaterial, sedangkan nilai-nilai material di antarnya: fisik, karier, sosial, kenangan, kesehatan dan keluarga.

Selama ini masyarakat modern hanya bisa mencapai nilai-nilai materi saja sehingga kebahagiaannya terasa pincang. Oleh karena itu manusia harus bisa mencapai nilai-nilai immaterialnya salah satunya adalah nilai spiritual.

Ada di antaranya 9 nilai-nilai spiritual yang harus dicapai agar manusia merasa bahagia,4 yaitu:

1. Bersungguh-sungguh

Di sini arti bersungguh-sungguh adalah dalam segala hal, yaitu ketika manusia beriman pada Allah, maka ia bersungguh-sungguh. Dan juga dalam melakukan ibadah-ibadah yang lainyya.

2. Bersyukur

Di antara rasa bersyukur seorang manusia adalah dia mengakui bahwa apa yang telah dia dapatkan bukan semata-mata dari usahanya akan tetapi itu adalah pemberian sang pencipta yang maha penyayang.

3. Menghargai waktu

Dengan kita menghargai waktu, maka kita tidak akan menyiakan waktu yang ada. Karena sebenarnya seorang anak manusia bukanlah makin bertambah umurnya, melainkan semakin berkurang umur dan waktunya.

4. Berpikir positif

Manusia harus selalu husnu dzon, bahwa Allah akan selalu memberikan sesuatu yang baik untuknya.

5. SIlaturrahmi

Dengan silaturrahmi, niscaya solusi bagi kesulitan akan ditemukan

6. Berjiwa besar

Orang-orang yang berjiwa besar akan mampu mengendalikan kecerdasan emosionalnya, sehingga kemampuan intelektualnya tidak berbenturan denga nilai-nilai roh sebagai refleksi hati yang fitrah.

7. Belajar dan mengajar

Manusia diperintahkan untuk selalu menuntut ilmu atau menambah ilmu juga mengamalkan atu membagi ilmu yang didapatnya.

8. Tobat

Permasalahan dan persoalan yang muncul ternyata bersumber dari manusia itu sendir. Maka manusia patut untuk selalu meminta ampunan, karena azab dan siksa yang Allah berikan adalah balasan dari kelakuan manusia yang buruk.

9. Do’a

Kita sebagai makhluk patut untuk selalu berdo’a, karena seluruh kekuatan yang kita miliki adalah pemberian Allah, sedangkan manusia hanyalah makhluk yang lemah. Dan doa adalah senjata seorang mukmin, dan tiang agama, serta cahaya langit dan bumi. (H.R. Al-Hakim).

Selain cara-cara yang telah dijelaskan di atas, ada metode-metode lain dalam tasawuf untuk mengatasi masalah-masalah dalam masyarakat modern yang mengalami krisis spiritual agar masyarakat modern tersebut bisa menemukan kembali nilai-nilai kerohaniannya, yaitu:

a. Tasawuf Akhlaki.5

Yaitu menumbuhkan kembali moral-moral manusia, dengan cara berusaha untuk menguasai dan mengendalikan hawa nafsunya. Tindakan manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsu dalam mengejar kehidupan duniawi, merupakan tabir penghalag antara manusia dan Tuhan. Sebagai usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia dengan Tuhannya, ahli tasawuf membuat suatu sistem yang tersusun atas dasar didikan dan tingkatan.

1.Takhalli, berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela dari maksiat lahir yaitu sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota dhohir dan maksiat batin yaitu yang dilakukan oleh hati. Serta mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan duniawi. Manusia boleh memiliki harta benda tetapi tidak boleh menggantungkan hatinya pada harta benda tersebut.

2.Tahalli berarti mengisi diri atau menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan sifat serta perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerakan perilaku selalu berjalan di atas ketentuan agama, baik kewajiban atau ketaatan lahir seperti shalat, puasa dan lainnya atau ketaatan yang bersifat batin seperti iman, ikhlas dan sebagainya.

3.Tajalli, setelah melakukan tahapan-tahapan di atas maka manusia akan merasa bahwa tidak ada hijab antara dia dengan Tuhannya. Manusia akan selalu merasa dekat dengan Tuhannya, dan nilai-nilai ilahiyahnya pun akan muncul.

Selain itu, untuk melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan kaum sufi, antara lain:

1.Munajat

Dalam munajat, disampaikan segala keluhan, mengadukan nasib dengan untaian kalimat yang indah seraya memuji keagungan Allah. Ini adalah salah satu bentuk doa yang diucapkan dengan sepenuh hati disertai deraian air mata. Pemusatan jiwa yang diiringi deraian air mata, membuat suasana kontemplasi itu seakan ia sedang berhadapan langsung dengan Allah. Doa dan air mata itulah munajat sebagai manifestasi dari rasa cinta dan rindu kepada Allah. Latihan dengan ibadah seperti itu, adalah cara memperdalam penghayatan rasa ketuhanan.

2.Muraqabah dan Muhasabah

Muqarabah itu merupakan suatu sikap mental yang senantiasa melihat dan memandang, baik dalam keadaan bangun/jaga atau tidur, keadaan bergerak atau diam, pada waktu lapang atau susah, di manapun dan kapanpun senantiasa terasa berhadapan dengan Tuhan.

Kemudian yang dimaksud dengan muhasabah, Imam al-Gazali mengatakan: Hakikat muhasabah ialah selalu memikirkan dan memperhatikan apa yang telah diperbuat dan yang akan diperbuat, dan muhasabah ini lahir dari iman dan kepercayaan terhadap hari perhitungan (hari kiamat).

3.Memperbanyak wirid dan zikir

Dalam sejarahnya, zikir dan wirid mempunyai kaitan yang sangat erat. Dalam prakteknya, wirid dibagi menjadi dua bagian. Pertama, wird ‘amm atau zikr jahri, yaitu wirid dalam bentuk amal lahir menurut beberapa ukuran tertentu, seperti membaca istighfar beberapa kali, kedua, wird khass (zikr sir), yaitu wirid yang dijalankan secara rahasia (tanpa suara) seperti menyebut nama Tuhan, Ya latif, dengan hati.

4.Mengingat Mati

Dengan ingat kepada mati, manusia akan giat beramal dan sebaliknya, apabila manusia lupa kepada mati, maka lupalah ia kepada hari kiamat.

5.Tafakkur

Tafakur berarti memikirkan atau merenungkan. Dalam ajaran Islam kita hanya disuruh memikirkan dan merenungkan makhluk Allah, alam semesta ini dengan segala fenomenanya, kita dilarang untuk memikirkan zat Allah. Dengan memikirkan makhluk Allah dan fenomenanya akan menambah keimanan kita dan merasa bahwa Allah lah zat yang maha Agung.




b.Tasawuf Amali.6

Sebenarnya tasawuf amali ini merupakan lanjutan dari tasawuf akhlak, karena seseorang tidak bisa dekat dengan Tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya. Ada beberapa istilah yang merupakan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan tasawuf, sebagai upaya mendekatkan diri pada Allah.

1.Syari’ah, artinya undang-undang atau garis-garis yang telah ditentukan termasuk di dalamnya hukum-hukum halal dan haram yang disuruh dan yang dilarang, yang sunnat, yang makruh, dan yang mubah.

2.Tariqah, dalam melaksanaan syariat tersebut di atas haruslah berdasarkan tata cara yang telah digariskan dalam agama dan dilakukan hanya karena penghambaan diri kepada Allah, perjalanan itu yang dinamakan Thariqah.

3.Haqiqah, adalah aspek batiniah. Diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal, inti dari syari’ah dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh seorang sufi.

4.Ma’rifah, diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan melalui hati (qalb). Pengetahuan itu sedemikian lengkap dan jelas sehingga jiwaya merasa satu dengan yang diketahuinya itu.

Selain cara di atas, beberapa metode bertasawuf untuk mengisi kekosongan spiritual adalah seperti yang telah dijelaskan pada makalah yang berjudul maqamat dan ahwal.

Tetapi cara penerapannya untuk masyarakat modern, bertasawuf bukan menyendiri di tempat yang sepi, tapi lebih kepada bagaimana menerapkan hati dengan proses-proses yang telah dijelaskan di atas.

Misalnya kita bekerja dengan giat bukan berniat untuk mendapatkan harta yang banyak kemudian berbagga diri, akan tetapi berniat untuk mencari ridha Allah, yang kemudian harta yang dimiliki dishadaqahkan pada jalan Allah, sebagai rasa syukur kepada Allah.

Dan tasawuf di sini, lebih berperan untuk memperbaiki moral dan mengembalikan nilai-nilai kerohanian maryarakat modern yang mengalami krisis spiritual.



BAB III

KESIMPULAN


Masyarakat modern dewasa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba, yang kemudian berkembang dalam masyarakat Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.

Masyarakat modern adalah masyarakat yang dikenal sebagai masyarakat budaya industri. Yang berefolusi dari revolusi ilmu yang kemudian melahirkan revolusi perdagangan dan komunikasi.

Krisis spiritual yang dialami masyarakata modern adalah walaupun dengan tingkat kebudayaan ilmu pengetahuan dan industri yang tinggi masyarakat modern belum mendapatkan makna kehidupan yang sesungguhnya. Sehingga pada akhirnya mereka berusaha kembali untuk mencari nilai-nilai kerohanian yang fitrahnya dimiliki oleh manusia.

Peranan tasawuf dalam mengatasinya adalah dengan tahapan-tahapan dan metode-metode spiritual.



Selain itu, dengan cara-cara lain yaitu:

A.Tasawuf Akhlaqi

1.Takhalli
2.Tahalli
3.Tajalli

Berusaha untuk memperbanyak hal-hal yang mendekatkandiri pada Allah diantaranya:

1.Munajat
2.Wirid dan Zikr
3.Muraqabah dan Munasabah
4. Mengingat Amali

B.Tasawuf Amali

1.Syari’at
2.Thariqah
3.Haqiqah
4.Ma’rifah

Tetapi cara yang diterapkan bukan dengan kita menjauhkan diri dari keduniawian, akan tetapi lebih kepada perbaikan hati dan moral agar kita tidak ketergantungan kepada keduniaan.


1 Sayyid Husein Nasr, Tasawuf Dulu dan Sekarang, Penerjemah Abd. Hadi WM, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991, hlm. 11 (Dikutip dari Pengantar Studi Tasawuf, Dr. Asmaran AS, MA)

2 Dr. Amin Syukur, Tasawuf dan Krisis, Pustaka Pelajar, 2001, hlm. 3

3 Ibid, hlm. 11

4 Dias Dwikomentari, Solution Spiritual Questiont, hlm. 31

5 Dr. Asmaran AS. Pengantar Studi Tasawuf, hlm. 67

6 Ibid, hlm. 95

Wednesday 31 March 2010

NIKAH SIRI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. PENDAHULUAN
Fenomena nikah sirri (sembunyi-sembunyi) ternyata masih menjadi polemik pelik yang harus di sikapi dengan kebijakan terbaik. Kasus ini memerlukan penelaahan yang seksama karena dalam permasalahan ini dianggap nantinya akan terjadi benturan antara aturan agama dengan perundang-undangan yang ada. Dimana dalam pandangan fiqih secara literal kasus diatas sudah dapat di statuskan sah dan dapat dibenarkan, sedangkan jika di sinergikan dengan perundang-undangan, pernikahan semacam itu belum bisa dikatakan sah dan dibenarkan karena bertentangan dengan aturan yang berupa persyaratan prosesi pernikahan yang harus dilakukan di depan petugas pencatat pernikahan, seperti pernyataan yang terkandung dalam Intrstruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991 Bab 2 Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah .
Anggapan benturan inilah yang menjadikan polemik yang tak kunjung berkesudahan, dimana sebagian pihak yang menyetujui dan membenarkan praktek pernikahan seperti diatas mengatasnamakan hukum orisinil agama Islam dan menganggap pandangan pemerintah merupakan kebijakan yang bertentangan dengan syari'at Islam. Kasus semacam ini ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tetapi juga terjadi di negara - negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya seperti di Syiria.
Sebelumnya perlu di kaji lebih teliti apakah hukum pernikahan seperti diatas sudah benar - benar menjadi keputusan permanen dalam syariat Islam dengan hujjah bahwa ini merupakan konsesus 'ulama atau lebih dikenal sebagai perkara yang mujma' 'alaih yang di anggap final sehingga tidak ada ruang untuk mengkajinya lebih lanjut? Sedangkan kenyataan yang ada sekarang praktek pernikahan semacam itu banyak di salahgunakan bahkan sampai menimbulkan mafsadah khususnya bagi pihak perempuan. Realita semacam ini jelas bertolak belakang dengan tujuan di turunkannya agama Islam sebagai rohmatan lil'alamin.
Dari uraian diatas pemakalah mengajak untuk menelaah permasalahan ini lebih lanjut dengan harapan akan menghasilkan pemahaman dan kebijakan yang lebih toleran tanpa ada unsur menentang aturan syari'at Islam.

B. PEMBAHASAN
1. Definisi dan Alasan Melakukan Nikah Siri
Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju, atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali, atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat.
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan, ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu, dan lain sebagainya.
Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu. Misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri, atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya .
Adapun hukum syariat Islam atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut :

2. Hukum Nikah Siri
a) Hukum pernikahan tanpa wali
Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
عن ابى موسى عن النبى صل الله عليه وسلم قال : لا نكاح إلا بولي
“Diriwayatkan dari Abi Musa dari Nabi SAW. Berkata : "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.”
عن عائشة ان النبى صل الله عليه واله وسلم قال : أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل، فنكاحها باطل فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil.
b) Nikah siri dalam perspektif Islam
Pada kasus pernikahan sirri pemakalah tidak menemukan perbedaan pendapat 'ulama dilihat dari literatur fiqih. Dalam kacamata fiqih aqad pernikahan seperti ini sudah disepakati keabsahannya, dan terlepas dari adanya perundang-undangan yang ada, prosesi aqad pernikahan semacam ini hukumnya mubah.
Pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil .

c) Hukum nikah tanpa dicatatkan dalam catatan sipil
Intrstruksi Presiden RI No. 1 tahun 1991 Bab 2 Pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “Setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai pencatat nikah. . Instruksi inilah yang pada akhirnya negara mengharamkan nikah siri.
Pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan. Dengan alasan seperti ini Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan hukum pidana bagi yang melakukan nikah siri kita harus berbalik kepada sejarah bahwa pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil.
Bahkan pada mulanya syariat Islam baik dalam Al-Quran atau Assunah tidak mengatur secara konkrit tentang adanya pencatatan perkawinan.
Namun dalam hal ini ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian (mitsaq al-gholid) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan akta nikah, yang masing-masing suami istri mendapat salinannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri memiliki bukti otentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan .
Dari alasan pemerintah yang logis ini pemakalah dapat menemukan indikasi bahwa tendensi pemerintah mengharuskan prosesi pernikahan dilakukan dihadapan Petugas Pencatat lebih menekankan pada pengawasan sensus penduduk, serta sebagai upaya pemerintah mencari legalisasi untuk nantinya lebih mudah memberikan perlindungan hak kepada warga negaranya dalam hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan secara legal apabila nanti ditemukan pelalaian kewajiban dari salah satu pihak. Hal ini adalah wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah memberikan perlindungan kepada rakyatnya. Oleh karenanya pemerintah mewajibkan dalam prosesi pernikahan dihadirkan oleh petugas pencatat sipil artiya pemerintah mengharamkan nikah siri.

C. KESIMPULAN
Dari pengamatan diatas, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pernikahan sirri (sembunyi-sembunyi) tanpa sepengetahuan pencatatan sipil di negara Indonesia bisa dibenarkan (sah) karena semua syarat dan rukun nikah telah terpenuhi.
Adapun menurut kami keharaman nikah siri di Indonesia hanya terdapat pada tindakan melakukan mukhalafat kepada Imam saja, yakni haram karena melanggar koridor pentaatan kepada Imam (pemerintah). Mukhalafat itu sendiri tidak pasti berkonsekuensi mendapatkan dosa, artinya mengikuti atau tidak mengikuti perintah imam juga harus mempertimbangkan yang diperintahkan itu berdasarkan syariat atau tidak.
Kalau syariat menghukumi suatu perkara itu mubah, makruh, atau haram, kemudian pemerintah malah mewajibkannya maka dalam hal ini tidak wajib mengikutinya. Misal hukum Islam melarang kupon berhadiah kemudian pemerintah memerintah kepada kaumnya untuk mendapatkan kupon hadiah, maka ini tidak wajib diikuti secara dhohir bahkan secara bathin , dan ia tidak berdosa oleh sebab melanggar ketentuan imam. Dan apabila syariat Islam menghukumi suatu perkara itu mubah, sunnah, atau wajib kemudian diwajibkan juga oleh pemerintah, maka ini adalah perintah yang wajib dhohiron wabathinan. Missal hukum Islam mengatakan sunnah melakukan solat tahajjud kemudian dipertegas lagi oleh pemerintah akan kewajibannya, maka secara dhohir bathin kita harus mengikutinya, meninggalkannya adalah dosa. Uraian ini kami ambil dari kitab Bughyah al-Mustarsyidin karya Sayyid Ba'lawi al-Hadhromi :
(مسألة : ك) : يجب امتثال امر الامام في كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر ، فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه في مصارفه ، وإن كان المأمور به مباحاً أو مكروهاً أو حراماً لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله (م ر) وتردد فيه في التحفة ، ثم مال إلى الوجوب في كل ما أمر به الإمام ولو محرماً لكن ظاهراً فقط ، وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهراً وباطناً وإلا فظاهراً فقط أيضاً ، والعبرة في المندوب والمباح بعقيدة المأمور ، ومعنى قولهم ظاهراً أنه لا يأثم بعدم الامتثال ، ومعنى باطناً أنه يأثم اهـ. قلت : وقال ش ق : والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهراً وباطناً مما ليس بحرام أو مكروه ، فالواجب يتأكد ، والمندوب يجب ، وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوي الهيئات ، وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادي بعدم شرب الناس له في الأسواق والقهاوي ، فخالفوه وشربوا فهم العصاة ، ويحرم شربه الآن امتثالاً لأمره ، ولو أمر الإمام بشيء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اهـ.
Dilihat dari segi bathiniyahnya tanpa memandang Undang-Undang Indonesia nikah siri secara syariat sah, karena mubah. Sementara polemik yang tak kunjung usai nikah siri di Indonesia sebenarnya terdapat pada taat kepada imam atau tidak, bukan pada otentisitas hukum islam tentang nikah siri.
Jadi seharusnya pemerintah justru memberikan solusi yang tebaik bagi para pelaku nikah siri, tidak malah memberatkannya. Agar hak-hak para pelaku nikah siri diakui sebagai warga Negara Indonesia

EMPAT PERKARA YANG PALING SULIT UNTUK DILAKUKAN

Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan yang terdapat dalam maqolah Nashoihul Ibad, beliau berkata ada empat perkara yang sangat sulit untuk dilakukan, yaitu :

1. العفو عند الغضب (Memberikan maaf dalam keadaan marah)
Kelembutan hati manusia tak bisa sepenuhnya selembut kain sutra yang terasa hangat ketika dipakai pada musim hujan, terasa nyaman ketika dipakai dibawah terik matahari. Dalam cuaca apapun sutra selalu berteman dengan kulit manusia. Berbeda dengan jas hujan dan kaos oblong. Kita terasa panas ketika memakai jas hujan dibawah pancaran sinar matahari. Terasa dingin dan kaku ketika memakai kaos oblong di gunung salju.
Wahai saudaraku, jadikanlah hati kita selembut sutra yang bisa mengontrol situasi dan kondisi, kendalikan hati kita dikala marah, dan maafkanlah agar orang lain merasa senang. Sesulit apapun kita harus berusaha mengontrol hati kita. Orang yang selalu memberikan maaf kepada orang lain tentunya dapat manfaat yang besar dari Allah, Nabi Muhammad SAW bersabda
من كف غضبه كف الله عنه عذابه
"Barang siapa yang mencegah kemarahannya, maka Allah mencegahnya dari siksa"

2. والجود فى العسرة (Menyerahkan harta benda pada saat dibutuhkan)
Jangankan diwaktu membutuhkan, disaat benda itu sudah tak terpakaipun terkadang kita enggan untuk mensedekahkanya. Hingga tak terasa sampai menumpuk di almari / digudang.
Muslimin yang dermawan, marilah kita berusaha melakukan amal shodaqoh kepada orang yang membutuhkan. Ringankan tangan kita untuk membantu orang-orang fakir agar hubungan kita sesame muslim tak terputus.

3. والعفة فى الخلوة (Mencegah hal yang haram diwaktu sepi)
Dalam suasana yang ramai mungkin seorang manusia mempunyai rasa malu dan takut ketika ia berbuat sesuatu yang berdosa. Sungguh mereka adalah orang yang lupa, karena malu dan takut mereka hanya diarahkan pada manusia. Tidak malu dan takut kepada Allah SWT. Sehingga mudah sekali mereka tergiur oleh syetan di saat ia sudah sendiri, dalam keadaan sepi tanpa ada orang lain. Dalam keadaan itu tak mudahnya manusia menjaga iman.
Tingkatkan rasa iman dan takwa kita kepada Allah. Rasa malu dan takut kita kepada Allah SWT jangan karena adanya orang lain. Tapi tingkatkan rasa malu dan takut kita pada orang lain hanya karena Allah semata.

4. وقول الحق لمن يخافه (Mengatakan yang benar kepada sang penguasa / raja)
Kebenaran harus kita tegakkan di muka bumi ini, agar terbentuk kehidupan yang aman dan damai. Namun ketika sang penguasa atau raja memutuskan / melakukan perkara yang menyimpang, sulit sekali untuk kita hentikan. Ini karena adanya konflik batin, yang merasa tidak enak ketika anggota staff yang lemah mengatur raja. Bagaimana caranya? Kita yang lemah harus kompak, bersatu dalam menegakkan kebenaran.