Ada empat perkara dimana kenikmatan keempat perkara tersebut
akan dirasakan setelah baru mendapatkan empat perkara yang lain, empat perkara
tersebut adalah :
PERTAMA
لا يعرف
قدر الشباب الا الشيوخ
“Tidak bisa mengatahui kadar
kenikmatan masa muda kecuali dengan masa tua”
Siklus kehidupan manusia terbagi menjadi tiga masa,
Pertama, masa kecil, masa ini adalah pada saat
baru lahir sampai menginjak usia baligh. Masa kecil adalah masa dimana
anak-anak sedang asyik dalam menikmati hiburan, masa yang penuh dengan
permainan. Mereka terasa bebas, tak terbeban dengan aturan dan norma kehidupan,
karena mereka belum terkena taklif (hukum islam).
Kedua, masa muda, masa ini adalah masa ketika
baru baligh sampai umur 40 tahun. Diawal masa ini mereka mulai tertarik pada
lawan jenis. Dalam masa ini mereka cendurung untuk melakukan kehidupan penuh
kebebasan, berpoya-poya, tidak mau diatur, selalu ingin mengembangkan
pemikirannya.
Ketiga, masa tua, masa ini adalah masa setelah
40 tahun keatas. Ada dalil yang mengatakan :
الشيخ من
بلغ عمره الاربعين
(orang tua adalah orang yang sudah
mencapai umur 40 tahun).
Masa ini harus bisa berpikir tentang makna kehidupan
yang sebenarnya, yakni untuk beribadah kepada Allah SWT. Jangan sampai umur 40
belum ada persiaaan untuk menghadap Allah SWT, karena sejelek-jeleknya orang
adalah orang tua yang selalu melakukan dosa, sebaliknya sebaik-baiknya orang
adalah pemuda yang rajin beribadah. orang yang sudah tua akan merasakan betapa
nikmatnya ibadah ketika masih muda. Ibadah diwaktu muda terasa semangat, tubuh
masih segar dan gesit, tapi diwaktu tua, tubuh semakin rapuh, sehingga mudah
letih untuk melakukan ibadah.
KEDUA
لا يعرف قدر الصحة الا المرض
“Tidak
bisa mengetahui kadar kenikmatan sehat kecuali ketika sedang sakit”
Sehat merupakan nikmat Allah yang sangat besar, sebab
dengan sehat manusia bisa melakukan segalanya, bisa beribadah dan bekerja.
Terkadang manusia lalai dengan nikmat yang satu ini. Atau ketika ia tidak lalai
justru ia tidak bisa menggunakan kesehatannya itu sebaik mungkin. Baru terasa
sehat itu terasa penting setelah ia mendapatakan sakit dari Allah SWT. Bagi orang yang sadar mereka akan menyesal tidak bisa menggunakan waktu ketika
sehat dengan sesuatu yang bermanfaat. Bagi orang yang tidak sadar, mereka akan
terus mengeluh bahkan merintih seakan lupa dengan yang Dzat yang memberinya
sakit.
KETIGA
لا يعرف
قدر العافية الا البلايا
“Tidak
bisa mengetahui kadar kenikmatan selamat kecuali ketika mendapatkan cobaan”
Keselamatan adalah sesuatu yang diharapkan oleh setiap
orang. Dalam doanya ia selalu minta perlindungan agar dijauhkan dari bahaya dan
malapetaka. Seperti yang sedang dirasakan oleh bangsa indonesia sekarang ini,
banjir, longsor, dan gempa bumi, adalah bentuk cobaan umat muslim Indonesia
dari Allah SWT. Kita yang tidak terkena
bencana-bencana tersebut harus bersyukur kepada Allah SWT. Sebab kita akan
merasakan betapa nikmatnya selamat dari berbagai bahaya setelah kita
mendapatkan bahaya-bahaya tersebut.
KEEMPAT
لا يعرف قدر الحياة الا الموت
“Tidak bisa mengetahui kadar
kenikmatan hidup kecuali setelah mati”
Hidup hanya sekali didunia. Jika kita tidak mengetahui hakikat dari
kehidupan maka kita akan mendapatkan kehidupan yang sengsara setelah mati.
Hakikat hidup adalah untuk ibadah kepada Allahوما خلقت
الجن والانس الا ليعبدون (Allah
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah). Ketika hidup
hanya untuk bersenang-senang, barulah terasa setelah masuk kubaran, betapa
dahsyatnya siksa Allah Swt. Api datang silih berganti dari empat arah, arah
kepala, kanan, kiri, dan kaki. Keempat api tersebut bisa dihapus dengan
berbagai amal ketika masih didup didunia, sesuai dengan hadis :
عن أبي هريرة قال : إذا وضع الميت في قبره :
كانت الصلاة عند رأسه ، والزكاة عن يمينه ، والصوم عن يساره ، والصدقة ، والصلة ،
والمعروف ، والاحسان إلى الناس عند رجليه ،
“Dari Abi Hurairoh berkata : ketika mayit
diletakkan dikuburan maka sholat ada disisi kepala, zakat disebelah kanan,
puasa disebelah kiri, sodaqoh, silaturohmi, berbuat kebaikan dan kebajikan
kepada manusia ada disisi kaki.
Demikian
isi ceramah dari KH. Achmad Mukhlish Chasani di pengajian arisan Haji 2006 di
Podo – Kedungwuni
No comments:
Post a Comment