Kali ini saya akan
bercerita tentang seorang Pendeta yang beruntung. Ini merupaka kebalikan dari
cerita Barseso. Kalau Barseso awalnya baik tapi akhirnya buruk. Namun kalau
Bahram awalnya buruk tapi akhirnya baik. Langsung saja kisahnya sebagai berikut
:
Hampir seluruh penduduk
Baghdad mengenal kebesaran dan keharuman nama seorang tokoh yang zuhud.
Disamping tekun beribadah, beliau dikenal sangat wira’i dan juga sangat dermawan.
Ia adalah Abdullah bin Mubarok, seorang ulama besar dizamannya yang sangat
terkenal karena kedalaman ilmunya serta kebijaksanaannya.
Pada suatu hari beliau
pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sesampainya di makkah beliau
langsung menuju ke ka’bah untuk berthowaf, kemudian beliau istirahat di hijir
Isma’il sekedar melepaskan rasa lelahnya, sehingga tertidur di sana. Dalam
tidurnya beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan berkata kepadanya:
“jika engkau telah kembali ke Baghdad, carilah Bahram dan sampaikan salamku kepadanya. Dan katakan bahwa Allah telah rela (ridlo) kepadanya”.
“jika engkau telah kembali ke Baghdad, carilah Bahram dan sampaikan salamku kepadanya. Dan katakan bahwa Allah telah rela (ridlo) kepadanya”.
Sesaat Abdullah
terbangun, dan berucap
“La haula wa la Quwwata
illa billahi al-aliyyi al-adzim, ini mungkin impian dari syaitan”. Pikirnya
dalam hati. Kemudian beliau mengambil air wudlu dan kembali berthowaf di ka’bah
sampai berulangkali. Karena lelahnya beliau kembali tertidur dan kembali
bermimpi dengan mimpi yang serupa sampai tiga kali. Hatinya berontak berakata :“Tidak
mungkin, sosok Pendeta seperti Bahram al Majusyi mendapat salam dari Rasulullah
serta ridho dari Allah”.
Tapi mimpi itu dirasa
oleh Abdullah sangat nyata sekali. Karena syaitan tidak mungkin dapat menjelma
menjadi Rasulullah. Oleh karena itu Abdullah buru-buru pulang ke Baghdad dan
ingin secepatnya mendatangi daerah yang di isyaratkan oleh Rasulullah dalam
mimpinya.
Dan sesampainya di
daerah yang di tuju, Abdullah bertemu dengan Pendeta yang tersohor itu:
“Apakah engkau yang
bernama Bahram?”. Tanya Abdullah.
“Benar, akulah Bahram,
ada apa denganmu?”. Bahram berbalik bertanya.
“Aku hendak bertanya,
amalan apakah yang baik menurutmu sehingga kamu mendapat kemuliaan?”. Tanya
Abdullah.
“Benar, aku baru saja
meminjamkan uang kepada beberapa orang dengan mengambil keuntungan. Dan ini
yang lebih baik bagiku”. Jawab Bahram bangga.
Mendengar jawaban
bahram, Abdullah berkata:
“yang demikian itu
haram menurut agama Muhammad, adakah yang lebih baik lagi amalanmu selain
itu?”. Tanya Abdullah lagi.
“Masih ada, aku
menyelenggarakan walimah untuk orang-orang kristen sewaktu aku mengawinkan anak-anakku”.
Jawab Bahram.
“Itu juga haram, apakah
engkau masih mempunyai amalan baik selain itu semua?”. Tanya Abdullah semakin
penasaran.
“Aku mempunyai seorang
anak perempuan yang sangat cantik dan belum pernah kutemui bandingannya. Anak
itu kukawini sendiri dan akan kuhadirkan seribu orang Kristen”. Tegas Bahram.
dengan santun Abdullah
berkata:
“Sungguh, perbuatanmu
itu sangat memalukan dan besar sekali dosanya. Apakah engkau masih mempunyai
amalan baik selain ini?”.
Bahram diam tertunduk, dan
berkata:
“Wahai Abdullah bin
Mubarok, pada suatu malam ketika aku sedang menggauli anak perempuanku di atas
ranjang, tiba-tiba ada seorang wanita pemeluk agamamu mau masuk ke dalam
rumahku dengan mengetuk pintu, tapi aku menolaknya. Ringkas cerita ketika aku
hendak merebahkan badanku di samping anak perempuanku, tiba-tiba terlintas di
fikiranku untuk mencurigai kedatangan wanita itu. Jangan-jangan wanita itu
mata-mata pencuri?. Kataku dalam hati. Lalu aku keluar mengikuti wanita itu
dari jarak yang tidak jauh. Sehingga ia takut dan masuk ke dalam rumahnya.
Kulihat wanita itu mempunyai empat orang anak”.
Sejenak Bahram menarik nafas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Abdullah. Bibirnya bergetar menahan tangisnya, sehingga Bahram tidak dapat melanjutkan ceritanya.
Sejenak Bahram menarik nafas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Abdullah. Bibirnya bergetar menahan tangisnya, sehingga Bahram tidak dapat melanjutkan ceritanya.
“Lantas apa yang
terjadi di rumah itu?”. Tanya Abdullah penasaran.
“Sungguh sangat
menyedihkan”.
“Ketika ibunya pulang
anak-anak itu bertanya; wahai ibu, apakah ibu membawa makanan?, kami sudah
tidak kuat menahan rasa lapar”. Bahram terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Lantas apa yang
dilakukan oleh wanita itu?”. Tanya Abdullah.
“Wanita itu hanya
menangis dan mencium anak-anaknya, seraya berkata; wahai anak-anakku, ibu
merasa malu kepada Allah untuk meminta sesuatu kepada selain Allah. Apalagi
meminta kepada musuh Allah, orang Kristen”. Bahram melanjutkan ceritanya:
“wahai Abdullah, ketika
aku mendengar ucapan wanita itu, aku segera pulang mengambil talam dan aku
penuhi dengan berbagai macam makanan. Lalu aku kembali ke rumah mereka untuk
memberikan makanan itu. Apakah amalan ini tidak baik menurut agama Muhammad?”.
Tanya Bahram kepada Abdullah.
Abdullah berkata kepada
Bahram:
“Amal inilah yang baik
bagimu dan baik menurut agama Muhammad. Akan kusampaikan berita gembira
untukmu; aku telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dan beliau berkirim
salam untukmu. Sungguh kedatanganku kemari atas perintah beliau untuk
menyampaikan salam kepadamu. Dan aku diutus juga untuk menyampaikan bahwa;
Allah telah ridho kepadamu”.
Mendengar ucapan
Abdullah, Bahram tidak dapat menyembunyikan tangisnya. Bahagia, haru, dan
bangga bercampur memenuhi setiap relung-relung hatinya. Dan dengan hati yang
ikhlas, Bahram berkata:
“Aku bersaksi tiada
Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba utusan-Nya”.
Seketika itu Bahram tergeletak semaput dan meninggal dalam keadaan khusnul
khotimah.
No comments:
Post a Comment