GUDANG MAKALAH

Saturday, 23 August 2014

BAHRAM AL MAJUSYI YANG BERUNTUNG




Kali ini saya akan bercerita tentang seorang Pendeta yang beruntung. Ini merupaka kebalikan dari cerita Barseso. Kalau Barseso awalnya baik tapi akhirnya buruk. Namun kalau Bahram awalnya buruk tapi akhirnya baik. Langsung saja kisahnya sebagai berikut :

Hampir seluruh penduduk Baghdad mengenal kebesaran dan keharuman nama seorang tokoh yang zuhud. Disamping tekun beribadah, beliau dikenal sangat wira’i dan juga sangat dermawan. Ia adalah Abdullah bin Mubarok, seorang ulama besar dizamannya yang sangat terkenal karena kedalaman ilmunya serta kebijaksanaannya.

Pada suatu hari beliau pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sesampainya di makkah beliau langsung menuju ke ka’bah untuk berthowaf, kemudian beliau istirahat di hijir Isma’il sekedar melepaskan rasa lelahnya, sehingga tertidur di sana. Dalam tidurnya beliau bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan berkata kepadanya:
“jika engkau telah kembali ke Baghdad, carilah Bahram dan sampaikan salamku kepadanya. Dan katakan bahwa Allah telah rela (ridlo) kepadanya”.

Sesaat Abdullah terbangun, dan berucap
“La haula wa la Quwwata illa billahi al-aliyyi al-adzim, ini mungkin impian dari syaitan”. Pikirnya dalam hati. Kemudian beliau mengambil air wudlu dan kembali berthowaf di ka’bah sampai berulangkali. Karena lelahnya beliau kembali tertidur dan kembali bermimpi dengan mimpi yang serupa sampai tiga kali. Hatinya berontak berakata :“Tidak mungkin, sosok Pendeta seperti Bahram al Majusyi mendapat salam dari Rasulullah serta ridho dari Allah”.

Tapi mimpi itu dirasa oleh Abdullah sangat nyata sekali. Karena syaitan tidak mungkin dapat menjelma menjadi Rasulullah. Oleh karena itu Abdullah buru-buru pulang ke Baghdad dan ingin secepatnya mendatangi daerah yang di isyaratkan oleh Rasulullah dalam mimpinya.
Dan sesampainya di daerah yang di tuju, Abdullah bertemu dengan Pendeta yang tersohor itu:
“Apakah engkau yang bernama Bahram?”. Tanya Abdullah.
“Benar, akulah Bahram, ada apa denganmu?”. Bahram berbalik bertanya.
“Aku hendak bertanya, amalan apakah yang baik menurutmu sehingga kamu mendapat kemuliaan?”. Tanya Abdullah.
“Benar, aku baru saja meminjamkan uang kepada beberapa orang dengan mengambil keuntungan. Dan ini yang lebih baik bagiku”. Jawab Bahram bangga.
Mendengar jawaban bahram, Abdullah berkata:
“yang demikian itu haram menurut agama Muhammad, adakah yang lebih baik lagi amalanmu selain itu?”. Tanya Abdullah lagi.
“Masih ada, aku menyelenggarakan walimah untuk orang-orang kristen sewaktu aku mengawinkan anak-anakku”. Jawab Bahram.
“Itu juga haram, apakah engkau masih mempunyai amalan baik selain itu semua?”. Tanya Abdullah semakin penasaran.
“Aku mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik dan belum pernah kutemui bandingannya. Anak itu kukawini sendiri dan akan kuhadirkan seribu orang Kristen”. Tegas Bahram.
dengan santun Abdullah berkata:
“Sungguh, perbuatanmu itu sangat memalukan dan besar sekali dosanya. Apakah engkau masih mempunyai amalan baik selain ini?”.
Bahram diam tertunduk, dan berkata:
“Wahai Abdullah bin Mubarok, pada suatu malam ketika aku sedang menggauli anak perempuanku di atas ranjang, tiba-tiba ada seorang wanita pemeluk agamamu mau masuk ke dalam rumahku dengan mengetuk pintu, tapi aku menolaknya. Ringkas cerita ketika aku hendak merebahkan badanku di samping anak perempuanku, tiba-tiba terlintas di fikiranku untuk mencurigai kedatangan wanita itu. Jangan-jangan wanita itu mata-mata pencuri?. Kataku dalam hati. Lalu aku keluar mengikuti wanita itu dari jarak yang tidak jauh. Sehingga ia takut dan masuk ke dalam rumahnya. Kulihat wanita itu mempunyai empat orang anak”.

Sejenak Bahram menarik nafas panjang. Matanya berkaca-kaca menatap wajah Abdullah. Bibirnya bergetar menahan tangisnya, sehingga Bahram tidak dapat melanjutkan ceritanya.
“Lantas apa yang terjadi di rumah itu?”. Tanya Abdullah penasaran.
“Sungguh sangat menyedihkan”.
“Ketika ibunya pulang anak-anak itu bertanya; wahai ibu, apakah ibu membawa makanan?, kami sudah tidak kuat menahan rasa lapar”. Bahram terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Lantas apa yang dilakukan oleh wanita itu?”. Tanya Abdullah.
“Wanita itu hanya menangis dan mencium anak-anaknya, seraya berkata; wahai anak-anakku, ibu merasa malu kepada Allah untuk meminta sesuatu kepada selain Allah. Apalagi meminta kepada musuh Allah, orang Kristen”. Bahram melanjutkan ceritanya:
“wahai Abdullah, ketika aku mendengar ucapan wanita itu, aku segera pulang mengambil talam dan aku penuhi dengan berbagai macam makanan. Lalu aku kembali ke rumah mereka untuk memberikan makanan itu. Apakah amalan ini tidak baik menurut agama Muhammad?”. Tanya Bahram kepada Abdullah.
Abdullah berkata kepada Bahram:
“Amal inilah yang baik bagimu dan baik menurut agama Muhammad. Akan kusampaikan berita gembira untukmu; aku telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dan beliau berkirim salam untukmu. Sungguh kedatanganku kemari atas perintah beliau untuk menyampaikan salam kepadamu. Dan aku diutus juga untuk menyampaikan bahwa; Allah telah ridho kepadamu”.
Mendengar ucapan Abdullah, Bahram tidak dapat menyembunyikan tangisnya. Bahagia, haru, dan bangga bercampur memenuhi setiap relung-relung hatinya. Dan dengan hati yang ikhlas, Bahram berkata:
“Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba utusan-Nya”.
Seketika itu Bahram tergeletak semaput dan meninggal dalam keadaan khusnul khotimah.

No comments:

Post a Comment