PENDAHULUAN
Media massa mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan
masyarakat. Peran komunikasi sangat menentukan dalam penyampaian informasi
maupun suatu kebijakan pemerintah. Sehingga mudah sekali dalam mempengaruhi
pola kehidupan masyarakat. Sejalan dengan tingkat perkembangan teknologi
komunikasi yang kian pesat, maka metode komunikasi pun mengalami perkembangan
yang pesat pula. Namun semua itu, mempunyai fungsi sama yakni komunikator
menyampaikan pesan, ide, dan gagasan, kepada pihak lain.
Komunikasi dalam dunia kontemporer saat ini meliputi banyak bidang,
antara lain jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, pameran, propaganda,
dan publikasi. Berdasarkan metode dalam komunikasi seperti tersebut tadi,
semakin jelas kiranya, bahwa propaganda menjadi salah satu metode dalam
komunikasi. Tentunya, karena propaganda menjadi bagian dari kegiatan
komunikasi, maka metode, media, karakteristik unsur komunikasi dan pola yang
digunakan, sama dengan model-model komunikasi lain. Oleh karena itu, unsur
komunikasi secara umum juga berlaku bagi propaganda.
Menghadapi Pemilihan Presiden 2014, media massa memiliki fungsi dan
peranan yang sangat penting. Sebagai langkah awal perbaikan politik untuk
mencapai keberhasilan pemerintahan yang demokratis, sangat ditentukan peran
media massa dalam mempropagandakan pesan-pesan yang penuh harapan kepada
masyarakat sebagai upaya pemulihan krisis multidimensional. Apabila pelaksanaan
Pemilihan Presiden 2014 mendapat dukungan dari sebagian masyarakat maka akan
berdampak pada jalannya pemerintahan selanjutnya.
Jalannya pemerintahan selanjutnya yang dinilai baik mempunyai
ketergantungan dengan peran media massa dalam mempengaruhi pola pikir dan
ideologi masyarakat. Maka dari itu spiritualitas dan akhlak akan sangat
mempengaruhi para jurnalis dalam membentuk media massa yang berbasis moral dan
ruhani.
A.
SPIRITUALITAS DAN AKHLAK
1.
Pengertian Spiritualitas dan Akhlak
Kata “spiritual” merupakan bentuk
derivasi dari kata “spirit”. Dalam bahasa Inggris, “spirit” berarti a
person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human
spirit atau human soul atau not physical things. Dalam bahasa
Indonesia spiritual diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kejiwaan (rohani atau batin). Lebih lanjut spiritualism disebut sebagai aliran
filsafat yang mengutamakan kerohanian. Kata spiritualitas diturunkan dari kata
spirituality, yang dalam bahasa Inggris dimaknai sebagai kualitas manusia yang
berhubungan dengan persoalan-persoalan spiritual.[1]
Terdapat sedikit perbedaan antara
spiritualitas dan akhlak. Spiritualitas terkandung nilai-nilai yang bersifat
rohani, seperti kejujuran, keindahan, dan kebahagiaan. Kejujuran disini akan
menjadi nilai penting dalam membentuk karakter seseorang khususnya sebagai
wartawan dalam meliput berita, atau orang-orang yang ada dalam media massa
ketika membuat film, mencetak artikel, dan lain sebagainya. Sementara akhlak
adalah aplikatif dari spiritualitas tersebut. Dalam pembagiannya terdapat
akhlak baik dan akhlak buruk. Dan keduanya dapat ternilai dari pancaran tingkah
laku seseorang. Sementara tingkah laku seseorang sangat terpengaruh oleh media
massa.
Menurut bahasa (etimologi) perkataan
akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti,
perangai tingkah laku, atau tabi’at.[2]
Dunia media massa tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh baik atau buruk
akibat akhlak yang dilakukan pada saat meliput berita, membuat film, membuat
iklan, dan lain sebagainya.
Sementara menurut Ahmad Amin akhlak
ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu
yang baik disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut
akhlakul madzmumah.[3]
Akhlakul karimah berarti tingkah
laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada
Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.[4] Akhlak
mazmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak.[5]
Secara ringkas pada bagian selanjutnya akan dibahas dampak positif dan negatif
akibat akhlak yang dilakukan dalam proses melakukan media massa.
Para ulama berbeda-beda dalam
mendefinisikan akhlak yang terpuji seperti yang dikatakan oleh Hasan : “Akhlak
yang terpuji adalah bermuka manis suka menolong dan mencegah perbuatan yang
menyakiti orang lain”. Ali Ra. Berkata : “akhlak yang terpuji itu ada tiga
perkara, menjauhi perkara-perkara haram, mencari rizki yang halal, dan memberi
kelonggaran pada keluarga.[6] Media
massa yang sebagian orang dijadikan sebagai mata pencaharian seharusnya
memperhatikan akan ketiga perkara tersebut.
Imam Al Ghozali membedakan antara
akhlak dan khuluq. Menurutnya kholq adalah lahirnya sedangkan khuluq adalah
batinnya. Lebih tegas beliau mengatakan bahwa :
وليس
الخلق عبارة عن الفعل، فرب شخص خلقه السخاء ولا يبذل إما لفقد المال أو لمانع،
وربما يكون خلقه البخل وهو يبذل إما لباعث أو لرياء وليس هو عبارة عن القوة.
“Al-Kholqu
bukanlah gambaran dari sebuah perbuatan, banyak orang yang dermawan tetapi
tidak mampu memberikan hartanya karena tidak memiliki harta atau ada faktor
pencegah lain, dan banyak orang yang kikir mampu memberikan hartanya karena
faktor yang menarik atau karena riya’ dan itu bukanlah suatu kekuatan”.[7]
Akhlak yang baik merupakan
sifat Nabi Muhammad SAW dan merupakan amal para siddiqin yang paling utama ia
merupakan separoh dari agama dan merupakan buah dari kesungguhan orang yang
bertakwa, latihan orang yang ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang jelek merupakan
racun yang mematikan dan membinasakan serta kehinaan yang jelas. Ia bagaikan
kotoran yang menjauhkan dari sisi Tuhan semesta alam yang memetakan pada jalan
setan. Akhlak jelek adalah pintu yang terbuka menuju neraka Allah, begitu juga
akhlak baik adalah pintu yang terbuka menuju kenikmatan surga dan sisi Allah.[8]
Indonesia sekarang tidak menjadi tabu lagi ketika memberikan informasi lewat
media massa. Banyak diantaranya yang melanggar tata tertib penerbitan media
massa yang semestinya prinsip akhlakul karimah lebih banyak, akan tetapi akhlak
madzmumah lebih mendominasi media massa sehingga nilai pendidikan kalah saing
didalamnya.
2. Perjalanan Spiritual
Kebanyakan
manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah
hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak
membutuhkan sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan kesenangan
dunia yang sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal, rohani manusia
sangatlah jauh lebih fundamental dan tentu akan mengantarkan manusia pada
kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari kebahagiaan duniawi. Manusia yang
cenderung pada dunia materi, akan selalu menghalalkan segala cara, bergaya
hedonis dan konsumtif tinggi. Ini adalah pengaruh media massa yang tersaring
dalam sanubari individu manusisa. Hal ini tentu materi akan menutupi dirinya
dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Di zaman modern,
dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama, kejernihan
hati pun telah mulai sirna. Manusia bergerak semakin permisif dan norma
kehidupan kian melonggar. Semua itu adalah akibat dari derasnya alur media
massa yang mengalir tanpa batas atau tanpa penyaring yang tajam. Sehingga yang
terjadi adalah pengaruh hedonisme dan konsumsumtif semakin menggerogoti tubuh
manusia. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual inilah yang dapat dijadikan sebagai
jalan penjernihan hati yang mampu mengatasi budaya modern yang kian menjauh
dari nilai-nilai agama. Untuk memberikan arahan manusia pada perjalanan
spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk mengenal terlebih dahulu arti
‘perjalanan spiritual’ itu sendiri.
Perjalanan
spiritual adalah salah satu bagian dari ilmu irfan ataupun tasawuf. Dalam
pandangan tasawuf ataupun irfan, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan
menapaki jalan-jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan
kepada-Nya serta mengabadikan dirinya dengan kebersamaan dengan-Nya. Perjalanan
spiritual ini sangatlah penting, dimana manusia berupaya untuk mendekati Tuhan.
Untuk itu, mendekati Tuhan itu tidaklah mudah, manusia harus menyucikan dirinya
dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-tahap perjalanan
spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak melakukan
perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu,
dalam prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing
spiritual yang benar-benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat
mengetahui prosedur perjalanan serta pernah melewati sendiri semua tahap dalam
perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena tanpa bimbingan seorang syaikh
yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan tersesat.
3. Tahap-tahap Perjalanan Spiritual
Seorang yang ingin menempuh
perjalanan spiritual haruslah mampu melewati setiap tahap-tahapnya. Oleh karena
itu, sangatlah penting melewati setiap tahap dan mustahil bagi seseorang sampai
pada tahap berikutnya tanpa melewati tahap-tahap sebelumnya.
Kaum sufi menawarkan upaya untuk
mendekatkan diri pada Allah, manusia haruslah melalui dua tahapan :
1. Melalui berbagai amal yang dapat menjernihkan qalbu.
Manusia yang
akan melakukan perjalanan spiritual, dalam tahap ini ia harus berupaya
menyucikan qalbunya dari segala bentuk ikatan duniawi. Tasaawuf dalam bentuk
ini biasa disebut tasawuf akhlak. Disini salik akan terbebas dari
belenggu-belenggu material, sehingga dia benar-benar merasakan hidup bersama
Tuhan.
Kaum sufi
dapat mencapainya hanya dengan mengekang berbagai keinginan rendahnya serta
melakukan perjalanan spiritual. Untuk memasuki jenjang spiritual yang indah,
para sufi menganjurkan kita untuk melewati Sembilan tangga (maqam) yakni:
wara’, zuhd, shabr, faqr, syuk, khauf, raja’,
tawakkal dan ridha.
Dari
kesembilan maqam tersebut, kita bisa lihat bagaimana manusia hidup hanya untuk
Allah. Tentu untuk menjalani maqam-maqam kehidupan tersebut, manusia harus siap
menghadapi rintangan dan resiko apapun. Akan tetapi, di zaman mutakhir ini,
agaknya manusia sangat sulit untuk mengaplikasikannya. Padahal, maqam-maqam tersebut
merupakan jalan spiritual dalam upaya pendakian ruhani menuju ridha Allah.
Disini salik
akan berupaya menjalani segala bentuk amal dalam tiga disiplin:
Ø Syari’at (syari’ah)
Syari’at adalah ajaran yang
bersumber dari Al-qur’an dan sunnah berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak,
sosial, ekonomi, pemerintahan, dan berbagai aspek kehidupan, baik lahir maupun
batin. Tak ada satupun tokoh tasawuf sepanjang sejarah yang pernah menyatakan
menyepelekan syari’at. Syari’at justru merupakan suatu ciri yang menonjol
tasawuf. Bahkan, dalam pandangan mereka, tak ada jalan lain untuk menempuh
tasawuf (thariqah) kecuali melalui penyelenggaraan ibadah-ibadah syar’i.
Ø Tarekat (thariqah)
Tarekat adalah
jalan untuk menempuh tasawuf. Dalam pengertian luas, yaitu pengalaman syariat
secara benar dan utuh. Tarikat tidak lebih dari penyempurnaan pengalaman
syari’at secara utuh, sehingga syariat tak hanya sebagai ajaran yang teoritis,
tetapi merupakan praktik keagamaan yang dapat mengantarkan pemeluknya kepada
kesempurnaan hidup.
Ø Hakiki (haqiqah)
Haqiqah adalah
kebenaran sejati. Hakikat merupakan puncak pencapaian setelah melalui tarekat
yang didahului dengan syari’at. Jika dibandingkan dengan tarekat, tarekat
adalah kulit dari hakikat dan hakikat adalah isi. Hakikat menjadi tujuan
pencapaian yang paling penting dalam perjalanan spiritual.
2. Menemukan Pengalaman Rohani
Ketika perjalanan rohani salik telah
mencapai tahap-tahap puncak. Melalui tahap ini, ia akan menemukan pengalaman
rohani yang unik, yang sebagiannya dapat diungkapkan pada khalayak, sementara
yang lain tidak karena keterbatasan bahasa untuk mengungkapkannya. Akibat
kesukaran pengungkapan itu, maka pada tahap ini sufi hanya bisa berdiam diri
atau mengatakan, “Rasakan sendiri baru anda bisa mengerti.” Tasawuf tahap ini
disebut tashawwuf nazhari (tasawuf teoritis) atau tashawwuf falsafi
(tasawuf filosofis), dimana salik telah mencapai pertemuan rohani dengan Tuhan,
merasakan kehadiran Tuhan, dan mendapatkan pengalaman rohani yang begitu kaya
bersama-Nya. Manusia yang telah merasakan maqam demikian, ia akan mengetahui
hakikat kehidupan dan tentu ia akan jauh dari persepsi manusia yang selalu memandang
kehidupannya lebih pada urusan materi.
Adapun disisi lain, mengenai
perjalanan spiritual, kaum sufi membagi dua tahap berbeda dalam perjalanan
spiritual:
Ø Iradah (Kehendak dan Kemauan)
Tahap pertama dalam perjalanan spiritual disebut kaum
arif sebagai iradah (kehendak dan kemauan). Iradah bermakna munculnya
hasrat dan keinginan yang kuat serta ingin berpegang teguh pada jalan yang
membimbing menuju kebenaran serta menstimulasi jiwa untuk mencapai tujuannya
yang hakiki. Tahap pertama dalam perjalanan spiritual ini merupakan suatu dasar
seluruh struktur irfan. Ibnu Sina mendefinisikan iradah yakni
kerinduan yang dirasakan manusia tatkala serta ingin bersatu dengan kebenaran
sehingga dia tidak lagi merasa kesepian dan tak berdaya.
Ø Riyadhah (Latihan Spiritual)
Tahap kedua adalah tahap persiapan.
Menurut madzhab-madzhab pemikiran tertentu, riyadhah bermakna
memperlakukan diri sendiri dengan keras atau memaksa diri mengalami sakit
secara fisik. Dalam bahasa Arab, riyadhah semula berarti memecahkan dan
mendidik seekor kuda yang masih muda. Kemudian kata ini digunakan dan sampai
sekarang masih dipakai dalam bahasa Arab dalam pengertian latihan fisik dan
atletik. Dalam penerapannya, riyadhah harus dilakukan dalam melaksanakan segala
amal guna mempersiapkan jiwa untuk menerima pencerahan
Perjalanan spiritual yang dilakukan oleh salik
diharapkan mampu menymbangkan pengalaman dan pengajaran kepada para pekerja di
media massa agar selalu mematuhi tata tertib dalam media massa. Hal ini
dimaksudkan agar tidak menimbulkan dampak negatif secara berlebihan akibat
kebohongan publik yang dilakukan oleh propaganda media massa melalui informasi
palsu dan kerusakan sosial budaya akibat pesan amoral dalam film atau iklan di
media massa.
B.
MEDIA MASSA DI INDONESIA
1.
Pengertian Media Massa
Media massa merupakan salah satu
alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau
khalayak yang lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat
abstrak dan terpencar. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering
dipahami sebagai perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi
secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu
yang relatif singkat (McQuail, 2000:17). Media massa adalah media komunikasi
dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat
diakses oleh masyarakat secara massal[9]
Media massa pada awalnya dikenal
dengan istilah pers yang berasal dari
bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Pers menurut Weiner (1990, dikutip Subur, 2001)
memiliki tiga arti. Pertama,wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau
peliputan. Ketiga, mesin cetak[10].
Jadi pengertian pers dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu pengertian pers secara sempit, luas dan yuridis formal. Pers
dalam artian sempit adalah pers yang dihubungkan dengan media cetak saja.
Setelah perkembangan zaman pengertian pers menjadi lebih luas yaitu segala
kegiatan jurnalistik yang berhubungan dengan media cetak (koran, majalah)
maupun media elektronik (radio, televisi). Dalam hal ini pers juga dapat
diartikan sebagai lembaga sosial yang berfungsi menyampaikan segala informasi
kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan dapat berupa apa saja dan
siapa saja, yang terpenting adalah kualitas dari isi informasi itu sendiri.
2.
Peran Media Massa
Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi, gagasan
dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak. Hal ini
menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi masyarakat.
Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan pemikirannya tentang media
massa:
§ Media
merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan
kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan indrustri lain yang terkait, media
juga merupakan indrustri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma
yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat dan institusi
sosial lainnya, di lain pihak, institusi diatur olah masyarakat.
§ Media massa
merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat
yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
§ Media
merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan
pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf nasional maupun
internasional.
§ Media sering
sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian
pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan
tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
§ Media telah
menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan
citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara
kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dikemas
dengan berita dan hiburan.
3.
Kekuatan Media Massa
Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat
untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa
mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang.
Media massa mampu mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi kehidupan di masa
kini dan masa mendatang.[11]
Apalagi yang sedang ramai seperti sekarang ini di Indonesia yakni pemilihan
Presiden periode 2014 - 2019. Kemenangan pemilihan Presiden sangat ditentukan
oleh media massa walaupun melalui jalur yang tidak jujur atau bahkan
menjatuhkan lawannya. Inilah yang sebenarnya perlu ditasawufkan agar media
massa tidak menjadi agen pembohongan publik. Tentunya dengan memberikan pencerahan
spiritualitas dan akhlak pada para jurnalisnya.
Denis McQuail (1987) menggambarkan bahwa media massa memiliki sumber
kekuatan sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang
dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya, dan
media juga seringkali berperan sebagai wahana pengembangan
kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol,
tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan
norma.
Karena pengaruhnya terhadap massa (dapat membentuk opini publik), media
massa disebut "kekuatan keempat" (The Fourth Estate) setelah
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan karena idealisme dengan
fungsi sosial kontrolnya, media massa disebut-sebut sebagai "musuh alami"
penguasa.[12]
Berarti Media Massa itu memiliki kekuasaan atau kekuatan tersendiri.
Apakah “Kekuasaan” itu? “Kekuasaan” adalah suatu institusi,
lembaga atau perorangan yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi seseorang atau
sekelompok orang lain dengan menggunakan kekuatan atau dengan menggunakan
intelektual maupun akalnya. Ia dapat digunakan untuk kebaikan (menyebarkan
berita kebajikan, dakwah, kejujuran, dan sebagainya) dan dapat pula digunakan
untuk keburukan, dengan kata lain untuk berbohong, berdusta, memanipulasi dan
menipu.
4.
Fungsi-Fungsi Media Massa
Dalam buku Media Relations: Sarana Membangun Reputasi Organisasi,
dijabarkan fungsi-fungsi media massa secara universal yakni sebagai berikut[13]:
§ Fungsi menyiarkan informasi (to inform).
Penyampai informasi yang berkaitan dengan peristiwa,
gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang
dikatakan orang lain atau special event. Pesan
yang informative adalah pesan yang bersifat baru (actual) berupa data, gambar,
fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman baru atau penambahan
wawasan terhadap sesuatu.
§ Fungsi mendidik (to educate).
Media massa mendidik dengan menyampaikan pengetahuan
dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus, atau cerita yang memiliki misi
pendidikan. Berfungsi mendidik apabila pesannya dapat menambah pengembangan
intelektual, pembentukan watak, penambahan keterampilan atau kemahiran bagi
khalayaknya serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
§ Fungsi menghibur (to entertain).
Yakni memberikan pesan yang bisa menghilangkan
ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita pendek, cerita
bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari, dan lainnya.
Berfungsi menghibur apabila kahlayak bisa terhibur atau dapat mengurangi
ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai.
§ Fungsi mempengaruhi (to influence).
Fungsi mempengaruhi pendapat, pikiran dan bahkan
perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling penting dalam kehidupan
masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki kemandirian (independent)
akan mampu bersuara atau berpendapat, dan bebas melakukan pengawasan social (social
control).
5.
Unsur-unsur dan Karakteristik Media Massa
Menurut Prakosa secara umum isi media dapat dibagi menjadi empat, yaitu
berita, hiburan, opini dan iklan.[14]
Media massa (mass media) singkatan dari media komunikasi massa dan merupakan
channel of mass yaitu saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam
proses komunikasi massa, karakteristik media massa itu meliputi:
§ Publisitas,
disebarkan kepada khalayak.
§ Universalitas,
kesannya bersifat umum.
§ Perioditas,
tetap atau berkala.
§ Kontinuitas,
berkesinambungan.
§ Aktualitas,
berisi hal-hal baru
6.
Bentuk-Bentuk
Media Massa
Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah
penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media cetak,
baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha merasa
diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang media massa
seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan jenis
spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari
masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus akan
informasi.
Media yang termasuk ke dalam kategori media massa adalah surat kabar,
majalah, radio, TV, dan film. Kelima media tersebut dinamakan "The Big
Five of Mass Media" (lima besar media massa). Media massa sendiri
terbagi dua macam, media massa cetak (printed media), dan media massa
elektronik (electronic media). Yang termasuk media massa elektronik
adalah radio, TV, film (movie), termasuk CD. Sedangkan media massa cetak
terdiri yaitu koran atau surat kabar, tabloid, majalah, buku, buletin.
7.
Dampak
Positif dan Negatif Media Massa
§
Dampak positif
Dampak positif dari media massa adalah
sejalan dengan fungsi media massa dalam kedudukannya yaitu memberi ruang kepada
publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum
dari semua golongan yang ada dalam masyarakat, dan dapat memberi tambahan
wawasan nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan
secara umum.
§
Dampak Negatif
Dampak
negatif yang ditimbulkan oleh media massa sangatlah banyak apabila masyarakat
tidak bisa memilah mana yang harus ditonton atau didengarkan, apalagi untuk
golongan muda, yang sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan pers (media
massa), karena media massa dapat mempengaruhi tingkah laku, pola pikir
seseorang secara tidak sadar dan dapat menimbulkan ketagihan akan hal yang
disenangi pemirsa, karena perkembangan mode yang ditampilkan oleh media massa
cenderung mempengaruhi trend dan gaya anak muda zaman sekarang salah satunya
trend berbusana, model potongan rambut, dan trend perawatan tubuh. Saat ini
saja kebebasan media massa yang sudah tersentuh arus globalisasi dapat
memimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya iklan di media
baik media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang
ingin berbelanjaan secara berlebihan.
Untuk
kedepannya kebebasan media massa haruslah diimbangi oleh pemikiran pemikiran
yang logis yang akan memberi contoh positif untuk kalangan muda agar bangsa ini
lebih bisa menguatkan jati dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau
berpatokan oleh bangsa asing, karena sesuatu yang dari luar tidaklah semuanya
baik dan benar.
8.
Media Massa Di Indonesia
Pelaksanaan komunikasi politik di
Indonesia tentu tidak terlepas dari kebebasan pers. Di era keterbukaan yang
dikenal dengan istilah masa global, peranan pers sebagai sarana komunikasi
politik di Indonesia sangat penting untuk menyalurkan berbagai kebijakan kepada
masyarakat, baik yang datang dari atas maupun bawah.
Setelah berakhirnya Rezim Soeharto,
pada tanggal 21 Mei 1998, akibat gerakan mahasiswa yang menuntut reformasi, maka
semasa pemerintahan Presiden B.J Habibie cengkeraman pemerintah terhadap pers
dihapuskan. Namun kebebasan pers digunakan secara berlebihan sehingga orang
mulai bicara tentang kebablasan pers. Meskipun dari pihak penguasa berkurang
intervensinya, kelompok-kelompok penekan timbul dalam masyarakat yang bertindak
anarkis terhadap pers.
Selama kebebasan pers dapat
dipertahankan, kemungkinan lebih besar dalam abad informasi ini bagi pesatnya
perkembangan pers Indonesia dan menjelma sebagai the fourth estate di samping eksekutif,
legislatif dan yudikatif.
Sistem politik Indonesia dewasa ini
sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai frekuensi tidak
hanya terhadap dinamika politik, melainkan juga terhadap dinamika sistem
lainnya yang menunjang penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pembangunan sistem politik yang demokratis tersebut diarahkan agar
mampu mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia, dan makin memperkokoh
persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan ruang yang semakin luas
bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Sistem komunikasi politik di
Indonesia dikembangkan dengan dasar komunikasi yang bebas dan bertanggung
jawab. Setiap media massa bebas memberitakan suatu hal selama tidak
bertentangan dengan aturan yang berlaku, tidak membahayakan kepentingan negara
dan masyarakat.[15]
C.
MEDIA MASSA DALAM PANDANGAN ISLAM
Berbicara konsep Islam tentang media berarti menelusuri konsep
media komunikasi dalam AlQuran, AsSunnah dan pandangan ulama sebagai
komentator kedua sumber Islam tersebut. Islam memegang konsep bahwa dakwah adalah
sebagai komunikasi dalam Islam. Dalam hal ini seorang jurnalis atau wartawan muslim
dituntut untuk selalu menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai landasan dalam
meberikan informasi kepada khalayak. Hal ini dimaksudkan agar berita yang
diperoleh oleh khalayak luas atau masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara
langsung oleh si pembuat berita yaitu wartawan itu sendiri.
Komunikasi
dalam Islam juga perlu adanya tabayyun. Tabayyun merupakan hal yang
terpenting dalam menerima suatu berita. Tabayyun adalah melakukan klarifikasi,
melakukan kroscek, dan menganalisis masalah dengan cermat.[16]
“Jika ada
seorang fasiq yang datang membawa berita maka tabayyun-lah (cek ulanglah)”.(QS.
Al Hujuraat : 6)
Komunikasi
Islam dalam media massa yang tersistem dalam jurnalistik Islami dapat
dimaknakan sebagai “suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan
berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut
agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan
perspektif ajaran Islam”. Dapat juga jurnalistik Islam dimaknakan sebagai
“proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan
muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”. Jurnalistik Islami mengemban misi ‘amar ma’ruf nahyi munkar (Q.S. 3:104).
Islam juga
menganjurkan jangan mudah tertipu oleh berita orang kafir dan munafik. Bahkan
berita yang dari orang Islam sendiripun demikian harus di cek ulang karena
tidak boleh langsung menyebarkan apa yang kita dengar serta harus menyertakan
saksi.
D.
SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DALAM UPAYA MENTASAWUFKAN MEDIA MASSA DI
INDONESIA
Sebagaimana telah dibahas di atas bahwa begitu besarnya peran media
massa dalam kehidupan masyarakat, yang mampu mempengaruhi dan merubah cara
berpikir suatu kelompok masyarakat. Kekuatan media massa ini juga digunakan
oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu pemerintahan
untuk mempengaruhi opini publik. Dalam dunia politik pun media massa digunakan
sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien.
Namun besar pula pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh media
massa. Mulai dari televisi yang sekarang ini tidak lagi atau sedikit sekali
menampakkan nilai-nilai pendidikan bahkan lebih didominasi oleh hal-hal yang
merusak akhlak anak-anak. Media cetak seperti koran pun terkadang tidak
memperhatikan dalam mengemukakan berita sesuai dengan kode etik yang islami.
Dan masih banyak lagi contoh-contoh media yang tidak mendidik bangsa akan
tetapi malah merusak moral bangsa.
Dalam tulisan ini penulis berharap dapat memberikan sumbangsih
dalam mentasawufkan media massa dengan cara memberikan solusi yang terbaik kepada
para jurnalis agar mereka tidak sembarangan dalam membuat berita maupun membuat
acara televisi. Hal ini tentu tidak terlepas dengan campur tangan pemerintah
dan para penguasa media massa. Pemerintah harus memperketat terhadap pengelola
media massa dalam memberikan izin berbagai tayangan dan berita di media massa.
Para penguasa media massa harus memperhatikan kode etik
jurnalistik. Hal terpenting dalam sejarah media massa ialah ketatnya peraturan,
pengendalian atau pemberian izin oleh pihak penguasa. Keadaan demikian didasari
oleh pertimbngan politik sebagai pusat kekuasaan dalam masyarakat.[17]
Hal tersebut terjadi karena media massa telah berfungsi politik dan
memasyarakat. Terlepas dari eratnya hubungan politik media massa dengan pihak
penguasa, boleh dikata media massa tidak dapat menyatakan suara politik dan
bertindak dalam operasionalnya.[18]
Dalam hal ini khususnya siaran televisi. Perencanaan dan kebijakan media siaran
televisi dalam menayangkan acara harus mencerminkan unsur UUD 1945, nilai
pancasila, garis kebijakan politik pemerintah, memberikan berita dengan fakta
dan data yang jelas, menyuarakan keadilan dan kejujuran.[19]
Gerak dan langkah pemerintah dalam membentuk masyarakat yang
berkarakter baik melalui media massa tidaklah mudah kalau diri pribadi
seseorang tersebut tidak menancapkan nilai keimanan dan ketakwaan yang tinggi.
Akan tetapi harus mulai dari diri seseorang untuk membentuk masyarakat
Indonesia yang berakhlak baik. Solusi yang patut bagi jurnalis adalah membekali
diri pribadi masing-masing dengan nilai-nilai yang baik, para jurnalis harus
memperhatikan dan mempraktikkan tata cara pembuatan berita, iklan, propaganda, dan
tayangan-tayangan lainnya sesuai dengan syariat Islam yang notabene selalu
mengarahkan pada nilai-nilai pendidikan. Maka dalam membuat dan menerbitkan
berita bagi para jurnalis haruslah berdasarkan al qur’an dan hadis, bercirikan
tasawuf, agar nilai spiritualitas dan
akhlak terbentuk melalui media massa dalam masyarakat Indonesia.
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam
dunia tasawuf adalah bentuk untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. Hal ini karena ada beberapa
ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya:
"Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (Q.S. Asy-syam
[911:9); "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30).
Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada)
Allah" (QS. Al An'am: 162).
E. KESIMPULAN
Sistem komunikasi Pemerintah belum mempunyai strategi sistem
komunikasi untuk memberdayakan masyarakat. Seharusnya ada sistem komunikasi
nasional, sehingga dapatlah dibicarakan subsistem media cetak dan siaran.
Pemerintah harus membekali para wartawan agar berita-berita yang ditampilkan
dapat menggambarkan situasi demokrasi yang faktual dan mengajak masyarakat
Indonesia untuk ikut serta dalam membangun sistem politik Indonesia yang lebih
baik.
Media massa di Indonesia diharapkan juga dapat mendidik masyarakat
agar lebih memahami ilmu politik praktis dan perkembangan situasi politik
nasional yang sebenarnya, dan media massa harus mampu menampilkan pemberitaan
secara adil (fairness) dan faktual (factual/accurate)
walaupun menganut azas kebebasan pers. Sistem dan dinamika media massa di suatu
negara pun dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai sistem demokrasi yang
dianut oleh negara tersebut. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat
me-manage seluruh media massa sebagai alat untuk pembangunan politik dan
pembangunan karakter manusia yang berbasis spiritualitas dan akhlak sesuai
dengan harapan seluruh masyarakat. Jadi berita yang ditampilkan tidak selalu
memojokkan pemerintahan yang berkuasa dan cenderung sekadar menjatuhkan, tetapi
seharusnya menjadi sarana kritik yang konstruktif dan objektif bagi
kelangsungan pembangunan yang demokratis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Yatim. Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an. Pekan Baru : Amzah. 2006.
Al
Ghozali. Ihya’ Ulumuddin. Maktabah Syamilah.
Gunara, Thorik.
Komunikasi Rasulullah, Indahnya Berkomunikasi ala Rasulullah. Bandung :
Refika Offset. 2009.
httptoarworang.blogspot.com201205mediamassa-dalam-komunikasi-massa-toar.html
httppolitik.kompasiana.com20131031peranan-media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia--606461.html
Kuswandi, Wawan.
Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta : PT Rineka
Cipta. 1996.
Masduki. Kebebasan
Pers & Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta : UII Press
Yogyakarta. 2005.
Mustofa. Akhlak
Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 1997.
Prakosa, Adi. Komunikasi Massa. Jakarta: Unas Press. 2006.
Romly, Asep
Syamsul. Jurnalistik Praktis. Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2002.
Syukur, Amin. Sufi Healing,
Terapi dengan Model Tasawuf. Jakarta : Erlangga. 2012.
Toriquddin,
Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang
: UIN-Malang Press. 2008.
Wardhani, Diah.
Media Relations : Sarana Membangun
Reputasi Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.
[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf,
(Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
[2] Mustofa, Akhlak Tasawuf,
(Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
[3] Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an,
(Pekan Baru : Amzah, 2006), hlm. 3.
[4] Ibid, hlm. 3
[5] ibid, hlm. 56.
[6] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam
Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), hlm. 13.
[7] Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, (Maktabah Syamilah, bab Bayanu
haqiqoil kholqi wa su’i al-kholqi, Juz 2), hlm. 253.
[8] Moh. Toriquddin, Op.cit., hlm. 13.
[9]
httptoarworang.blogspot.com201205mediamassa-dalam-komunikasi-massa-toar.html
[10] Masduki, Kebebasan
Pers & Kode Etik Jurnalistik, (Yogyakarta: UII Press
Yogyakarta, 2005), hal.7
[12] Asep Syamsul Romly,
Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2002), Hlm.5
[13] Diah Wardhani,
Media Relations : Sarana Membangun
Reputasi Organisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), Hlm. 25
[15]
httppolitik.kompasiana.com20131031peranan-media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia--606461.html
[16] Thorik Gunara,
Komunikasi Rasulullah, Indahnya Berkomunikasi ala Rasulullah, (Bandung :
Refika Offset, 2009), hlm. 90.
[17] Wawan
Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta :
PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 70.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 74.
No comments:
Post a Comment