GUDANG MAKALAH

Saturday, 26 July 2014

SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DALAM UPAYA MENTASAWUFKAN MEDIA MASSA DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Media massa mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peran komunikasi sangat menentukan dalam penyampaian informasi maupun suatu kebijakan pemerintah. Sehingga mudah sekali dalam mempengaruhi pola kehidupan masyarakat. Sejalan dengan tingkat perkembangan teknologi komunikasi yang kian pesat, maka metode komunikasi pun mengalami perkembangan yang pesat pula. Namun semua itu, mempunyai fungsi sama yakni komunikator menyampaikan pesan, ide, dan gagasan, kepada pihak lain.
Komunikasi dalam dunia kontemporer saat ini meliputi banyak bidang, antara lain jurnalistik, hubungan masyarakat, periklanan, pameran, propaganda, dan publikasi. Berdasarkan metode dalam komunikasi seperti tersebut tadi, semakin jelas kiranya, bahwa propaganda menjadi salah satu metode dalam komunikasi. Tentunya, karena propaganda menjadi bagian dari kegiatan komunikasi, maka metode, media, karakteristik unsur komunikasi dan pola yang digunakan, sama dengan model-model komunikasi lain. Oleh karena itu, unsur komunikasi secara umum juga berlaku bagi propaganda.
Menghadapi Pemilihan Presiden 2014, media massa memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting. Sebagai langkah awal perbaikan politik untuk mencapai keberhasilan pemerintahan yang demokratis, sangat ditentukan peran media massa dalam mempropagandakan pesan-pesan yang penuh harapan kepada masyarakat sebagai upaya pemulihan krisis multidimensional. Apabila pelaksanaan Pemilihan Presiden 2014 mendapat dukungan dari sebagian masyarakat maka akan berdampak pada jalannya pemerintahan selanjutnya.
Jalannya pemerintahan selanjutnya yang dinilai baik mempunyai ketergantungan dengan peran media massa dalam mempengaruhi pola pikir dan ideologi masyarakat. Maka dari itu spiritualitas dan akhlak akan sangat mempengaruhi para jurnalis dalam membentuk media massa yang berbasis moral dan ruhani.



A.    SPIRITUALITAS DAN AKHLAK
1.      Pengertian Spiritualitas dan Akhlak
Kata “spiritual” merupakan bentuk derivasi dari kata “spirit”. Dalam bahasa Inggris, “spirit” berarti a person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human spirit atau human soul atau not physical things. Dalam bahasa Indonesia spiritual diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau batin). Lebih lanjut spiritualism disebut sebagai aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian. Kata spiritualitas diturunkan dari kata spirituality, yang dalam bahasa Inggris dimaknai sebagai kualitas manusia yang berhubungan dengan persoalan-persoalan spiritual.[1]
Terdapat sedikit perbedaan antara spiritualitas dan akhlak. Spiritualitas terkandung nilai-nilai yang bersifat rohani, seperti kejujuran, keindahan, dan kebahagiaan. Kejujuran disini akan menjadi nilai penting dalam membentuk karakter seseorang khususnya sebagai wartawan dalam meliput berita, atau orang-orang yang ada dalam media massa ketika membuat film, mencetak artikel, dan lain sebagainya. Sementara akhlak adalah aplikatif dari spiritualitas tersebut. Dalam pembagiannya terdapat akhlak baik dan akhlak buruk. Dan keduanya dapat ternilai dari pancaran tingkah laku seseorang. Sementara tingkah laku seseorang sangat terpengaruh oleh media massa.
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku, atau tabi’at.[2] Dunia media massa tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh baik atau buruk akibat akhlak yang dilakukan pada saat meliput berita, membuat film, membuat iklan, dan lain sebagainya.
Sementara menurut Ahmad Amin akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlakul madzmumah.[3]
Akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.[4] Akhlak mazmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak.[5] Secara ringkas pada bagian selanjutnya akan dibahas dampak positif dan negatif akibat akhlak yang dilakukan dalam proses melakukan  media massa.
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan akhlak yang terpuji seperti yang dikatakan oleh Hasan : “Akhlak yang terpuji adalah bermuka manis suka menolong dan mencegah perbuatan yang menyakiti orang lain”. Ali Ra. Berkata : “akhlak yang terpuji itu ada tiga perkara, menjauhi perkara-perkara haram, mencari rizki yang halal, dan memberi kelonggaran pada keluarga.[6] Media massa yang sebagian orang dijadikan sebagai mata pencaharian seharusnya memperhatikan akan ketiga perkara tersebut.
Imam Al Ghozali membedakan antara akhlak dan khuluq. Menurutnya kholq adalah lahirnya sedangkan khuluq adalah batinnya. Lebih tegas beliau mengatakan bahwa :
وليس الخلق عبارة عن الفعل، فرب شخص خلقه السخاء ولا يبذل إما لفقد المال أو لمانع، وربما يكون خلقه البخل وهو يبذل إما لباعث أو لرياء وليس هو عبارة عن القوة.
“Al-Kholqu bukanlah gambaran dari sebuah perbuatan, banyak orang yang dermawan tetapi tidak mampu memberikan hartanya karena tidak memiliki harta atau ada faktor pencegah lain, dan banyak orang yang kikir mampu memberikan hartanya karena faktor yang menarik atau karena riya’ dan itu bukanlah suatu kekuatan”.[7]
Akhlak yang  baik merupakan sifat Nabi Muhammad SAW dan merupakan amal para siddiqin yang paling utama ia merupakan separoh dari agama dan merupakan buah dari kesungguhan orang yang bertakwa, latihan orang yang ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang jelek merupakan racun yang mematikan dan membinasakan serta kehinaan yang jelas. Ia bagaikan kotoran yang menjauhkan dari sisi Tuhan semesta alam yang memetakan pada jalan setan. Akhlak jelek adalah pintu yang terbuka menuju neraka Allah, begitu juga akhlak baik adalah pintu yang terbuka menuju kenikmatan surga dan sisi Allah.[8] Indonesia sekarang tidak menjadi tabu lagi ketika memberikan informasi lewat media massa. Banyak diantaranya yang melanggar tata tertib penerbitan media massa yang semestinya prinsip akhlakul karimah lebih banyak, akan tetapi akhlak madzmumah lebih mendominasi media massa sehingga nilai pendidikan kalah saing didalamnya.

2.      Perjalanan Spiritual
Kebanyakan manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak membutuhkan sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan kesenangan dunia yang sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal, rohani manusia sangatlah jauh lebih fundamental dan tentu akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari kebahagiaan duniawi. Manusia yang cenderung pada dunia materi, akan selalu menghalalkan segala cara, bergaya hedonis dan konsumtif tinggi. Ini adalah pengaruh media massa yang tersaring dalam sanubari individu manusisa. Hal ini tentu materi akan menutupi dirinya dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Di zaman modern, dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama, kejernihan hati pun telah mulai sirna. Manusia bergerak semakin permisif dan norma kehidupan kian melonggar. Semua itu adalah akibat dari derasnya alur media massa yang mengalir tanpa batas atau tanpa penyaring yang tajam. Sehingga yang terjadi adalah pengaruh hedonisme dan konsumsumtif semakin menggerogoti tubuh manusia. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual inilah yang dapat dijadikan sebagai jalan penjernihan hati yang mampu mengatasi budaya modern yang kian menjauh dari nilai-nilai agama. Untuk memberikan arahan manusia pada perjalanan spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk mengenal terlebih dahulu arti ‘perjalanan spiritual’ itu sendiri.
Perjalanan spiritual adalah salah satu bagian dari ilmu irfan ataupun tasawuf. Dalam pandangan tasawuf ataupun irfan, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan menapaki jalan-jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan kepada-Nya serta mengabadikan dirinya dengan kebersamaan dengan-Nya. Perjalanan spiritual ini sangatlah penting, dimana manusia berupaya untuk mendekati Tuhan. Untuk itu, mendekati Tuhan itu tidaklah mudah, manusia harus menyucikan dirinya dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-tahap perjalanan spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak melakukan perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu, dalam prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing spiritual yang benar-benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat mengetahui prosedur perjalanan serta pernah melewati sendiri semua tahap dalam perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena tanpa bimbingan seorang syaikh yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan tersesat.


3.      Tahap-tahap Perjalanan Spiritual
Seorang yang ingin menempuh perjalanan spiritual haruslah mampu melewati setiap tahap-tahapnya. Oleh karena itu, sangatlah penting melewati setiap tahap dan mustahil bagi seseorang sampai pada tahap berikutnya tanpa melewati tahap-tahap sebelumnya.
Kaum sufi menawarkan upaya untuk mendekatkan diri pada Allah, manusia haruslah melalui dua tahapan :
1.    Melalui berbagai amal yang dapat menjernihkan qalbu.
          Manusia yang akan melakukan perjalanan spiritual, dalam tahap ini ia harus berupaya menyucikan qalbunya dari segala bentuk ikatan duniawi. Tasaawuf dalam bentuk ini biasa disebut tasawuf akhlak. Disini salik akan terbebas dari belenggu-belenggu material, sehingga dia benar-benar merasakan hidup bersama Tuhan.
Kaum sufi dapat mencapainya hanya dengan mengekang berbagai keinginan rendahnya serta melakukan perjalanan spiritual. Untuk memasuki jenjang spiritual yang indah, para sufi menganjurkan kita untuk melewati Sembilan tangga (maqam) yakni: wara’, zuhd, shabr, faqr, syuk, khauf, raja’, tawakkal dan ridha.
Dari kesembilan maqam tersebut, kita bisa lihat bagaimana manusia hidup hanya untuk Allah. Tentu untuk menjalani maqam-maqam kehidupan tersebut, manusia harus siap menghadapi rintangan dan resiko apapun. Akan tetapi, di zaman mutakhir ini, agaknya manusia sangat sulit untuk mengaplikasikannya. Padahal, maqam-maqam tersebut merupakan jalan spiritual dalam upaya pendakian ruhani menuju ridha Allah.
Disini salik akan berupaya menjalani segala bentuk amal dalam tiga disiplin:
Ø  Syari’at (syari’ah)
Syari’at adalah ajaran yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak, sosial, ekonomi, pemerintahan, dan berbagai aspek kehidupan, baik lahir maupun batin. Tak ada satupun tokoh tasawuf sepanjang sejarah yang pernah menyatakan menyepelekan syari’at. Syari’at justru merupakan suatu ciri yang menonjol tasawuf. Bahkan, dalam pandangan mereka, tak ada jalan lain untuk menempuh tasawuf (thariqah) kecuali melalui penyelenggaraan ibadah-ibadah syar’i.
Ø  Tarekat (thariqah)
Tarekat adalah jalan untuk menempuh tasawuf. Dalam pengertian luas, yaitu pengalaman syariat secara benar dan utuh. Tarikat tidak lebih dari penyempurnaan pengalaman syari’at secara utuh, sehingga syariat tak hanya sebagai ajaran yang teoritis, tetapi merupakan praktik keagamaan yang dapat mengantarkan pemeluknya kepada kesempurnaan hidup.
Ø  Hakiki (haqiqah)
Haqiqah adalah kebenaran sejati. Hakikat merupakan puncak pencapaian setelah melalui tarekat yang didahului dengan syari’at. Jika dibandingkan dengan  tarekat, tarekat adalah kulit dari hakikat dan hakikat adalah isi. Hakikat menjadi tujuan pencapaian yang paling penting dalam perjalanan spiritual.

2.    Menemukan Pengalaman Rohani
Ketika perjalanan rohani salik telah mencapai tahap-tahap puncak. Melalui tahap ini, ia akan menemukan pengalaman rohani yang unik, yang sebagiannya dapat diungkapkan pada khalayak, sementara yang lain tidak karena keterbatasan bahasa untuk mengungkapkannya. Akibat kesukaran pengungkapan itu, maka pada tahap ini sufi hanya bisa berdiam diri atau mengatakan, “Rasakan sendiri baru anda bisa mengerti.” Tasawuf tahap ini disebut tashawwuf nazhari (tasawuf teoritis) atau tashawwuf falsafi (tasawuf filosofis), dimana salik telah mencapai pertemuan rohani dengan Tuhan, merasakan kehadiran Tuhan, dan mendapatkan pengalaman rohani yang begitu kaya bersama-Nya. Manusia yang telah merasakan maqam demikian, ia akan mengetahui hakikat kehidupan dan tentu ia akan jauh dari persepsi manusia yang selalu memandang kehidupannya lebih pada urusan materi.
Adapun disisi lain, mengenai perjalanan spiritual, kaum sufi membagi dua tahap berbeda dalam perjalanan spiritual:
Ø  Iradah (Kehendak dan Kemauan)
Tahap pertama dalam perjalanan spiritual disebut kaum arif sebagai iradah (kehendak dan kemauan). Iradah bermakna munculnya hasrat dan keinginan yang kuat serta ingin berpegang teguh pada jalan yang membimbing menuju kebenaran serta menstimulasi jiwa untuk mencapai tujuannya yang hakiki. Tahap pertama dalam perjalanan spiritual ini merupakan suatu dasar seluruh struktur irfan. Ibnu Sina mendefinisikan iradah yakni kerinduan yang dirasakan manusia tatkala serta ingin bersatu dengan kebenaran sehingga dia tidak lagi merasa kesepian dan tak berdaya.
Ø  Riyadhah (Latihan Spiritual)
Tahap kedua adalah tahap persiapan. Menurut madzhab-madzhab pemikiran tertentu, riyadhah bermakna memperlakukan diri sendiri dengan keras atau memaksa diri mengalami sakit secara fisik. Dalam bahasa Arab, riyadhah semula berarti memecahkan dan mendidik seekor kuda yang masih muda. Kemudian kata ini digunakan dan sampai sekarang masih dipakai dalam bahasa Arab dalam pengertian latihan fisik dan atletik. Dalam penerapannya, riyadhah harus dilakukan dalam melaksanakan segala amal guna mempersiapkan jiwa untuk menerima pencerahan
Perjalanan spiritual yang dilakukan oleh salik diharapkan mampu menymbangkan pengalaman dan pengajaran kepada para pekerja di media massa agar selalu mematuhi tata tertib dalam media massa. Hal ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan dampak negatif secara berlebihan akibat kebohongan publik yang dilakukan oleh propaganda media massa melalui informasi palsu dan kerusakan sosial budaya akibat pesan amoral dalam film atau iklan di media massa.
B.     MEDIA MASSA DI INDONESIA
1.       Pengertian Media Massa
Media massa merupakan salah satu alat dalam proses komunikasi massa, karena media massa mampu menjangkau khalayak yang lebih luas dan relatif lebih banyak, heterogen, anonim, pesannya bersifat abstrak dan terpencar. Media massa sendiri dalam kajian komunikasi massa sering dipahami sebagai perangkat-perangkat yang diorganisir untuk berkomunikasi secara terbuka dan pada situasi yang berjarak kepada khalayak luas dalam waktu yang relatif singkat (McQuail, 2000:17). Media massa adalah media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara massa dan dapat diakses oleh masyarakat secara massal[9]
Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers yang berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Pers menurut Weiner (1990, dikutip Subur, 2001) memiliki tiga arti. Pertama,wartawan media cetak. Kedua, publisitas atau peliputan. Ketiga, mesin cetak[10].
Jadi pengertian pers dapat dibedakan menjadi tiga yaitu pengertian pers secara sempit, luas dan yuridis formal. Pers dalam artian sempit adalah pers yang dihubungkan dengan media cetak saja. Setelah perkembangan zaman pengertian pers menjadi lebih luas yaitu segala kegiatan jurnalistik yang berhubungan dengan media cetak (koran, majalah) maupun media elektronik (radio, televisi). Dalam hal ini pers juga dapat diartikan sebagai lembaga sosial yang berfungsi menyampaikan segala informasi kepada masyarakat luas. Informasi yang disampaikan dapat berupa apa saja dan siapa saja, yang terpenting adalah kualitas dari isi informasi itu sendiri.

2.      Peran Media Massa
Media merupakan sarana bagi komunikasi dalam menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan  yang beragam dalam jumlah yang banyak. Hal ini menunjukan media massa merupakan sebuah institusi yang penting bagi masyarakat. Asumsi ini didukung oleh McQuail dengan mengemukakan pemikirannya tentang media massa:
§  Media merupakan indrustri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang dan jasa, serta menghidupkan indrustri lain yang terkait, media juga merupakan indrustri tersendiri yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan institusi tersebut dengan masyarakat  dan institusi sosial lainnya, di lain pihak, institusi diatur olah masyarakat.
§  Media massa merupakan sumber kekuatan alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat di dayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya.
§  Media merupakan lokasi atau forum yang semakin berperan, untuk menampilkan pristiwa-pristiwa kehidupan masyarakat, baik bertaraf nasional maupun internasional.
§  Media sering sekali sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma.
§  Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dikemas dengan berita dan hiburan.

3.      Kekuatan Media Massa
Media massa diyakini mempunyai kekuatan yang dahsyat untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa bisa mengarahkan masyarakat seperti apa yang akan dibentuk di masa yang akan datang. Media massa mampu mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi kehidupan di masa kini dan masa mendatang.[11] Apalagi yang sedang ramai seperti sekarang ini di Indonesia yakni pemilihan Presiden periode 2014 - 2019. Kemenangan pemilihan Presiden sangat ditentukan oleh media massa walaupun melalui jalur yang tidak jujur atau bahkan menjatuhkan lawannya. Inilah yang sebenarnya perlu ditasawufkan agar media massa tidak menjadi agen pembohongan publik. Tentunya dengan memberikan pencerahan spiritualitas dan akhlak pada para jurnalisnya.
Denis McQuail (1987) menggambarkan bahwa media massa memiliki sumber kekuatan sebagai alat kontrol, manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan atau sumber daya lainnya, dan media juga seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan saja dalam pengertian pengembangan seni dan simbol, tetapi juga dalam pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma.
Karena pengaruhnya terhadap massa (dapat membentuk opini publik), media massa disebut "kekuatan keempat" (The Fourth Estate) setelah lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahkan karena idealisme dengan fungsi sosial kontrolnya, media massa disebut-sebut sebagai "musuh alami" penguasa.[12]
Berarti Media Massa itu memiliki kekuasaan atau kekuatan tersendiri. Apakah “Kekuasaan” itu? “Kekuasaan” adalah suatu institusi, lembaga atau perorangan yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang lain dengan menggunakan kekuatan atau dengan menggunakan intelektual maupun akalnya. Ia dapat digunakan untuk kebaikan (menyebarkan berita kebajikan, dakwah, kejujuran, dan sebagainya) dan dapat pula digunakan untuk keburukan, dengan kata lain untuk berbohong, berdusta, memanipulasi dan menipu.

4.      Fungsi-Fungsi Media Massa
Dalam buku Media Relations: Sarana Membangun Reputasi Organisasi, dijabarkan fungsi-fungsi media massa secara universal yakni sebagai berikut[13]:
§  Fungsi menyiarkan informasi (to inform).
Penyampai informasi yang berkaitan dengan peristiwa, gagasan atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain atau special event. Pesan yang informative adalah pesan yang bersifat baru (actual) berupa data, gambar, fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman baru atau penambahan wawasan terhadap sesuatu.
§  Fungsi mendidik (to educate).
Media massa mendidik dengan menyampaikan pengetahuan dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus, atau cerita yang memiliki misi pendidikan. Berfungsi mendidik apabila pesannya dapat menambah pengembangan intelektual, pembentukan watak, penambahan keterampilan atau kemahiran bagi khalayaknya serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.
§  Fungsi menghibur (to entertain).
Yakni memberikan pesan yang bisa menghilangkan ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari, dan lainnya. Berfungsi menghibur apabila kahlayak bisa terhibur atau dapat mengurangi ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai.


§  Fungsi mempengaruhi (to influence).
Fungsi mempengaruhi pendapat, pikiran dan bahkan perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling penting dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki kemandirian (independent) akan mampu bersuara atau berpendapat, dan bebas melakukan pengawasan social (social control).

5.      Unsur-unsur dan Karakteristik Media Massa
Menurut Prakosa secara umum isi media dapat dibagi menjadi empat, yaitu berita, hiburan, opini dan iklan.[14] Media massa (mass media) singkatan dari media komunikasi massa dan merupakan channel of mass yaitu saluran, alat atau sarana yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, karakteristik media massa itu meliputi:
§  Publisitas, disebarkan kepada khalayak.
§  Universalitas, kesannya bersifat umum.
§  Perioditas, tetap atau berkala.
§  Kontinuitas, berkesinambungan.
§  Aktualitas, berisi hal-hal baru

6.      Bentuk-Bentuk Media Massa
Mengingat kedudukan media massa dalam perkembangan masyarakat sangatlah penting, maka industri media massa pun berkembang pesat saat ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya stasiun televisi, stasiun radio, perusahaan media cetak, baik itu surat kabar, majalah, dan media cetak lainnya. Para pengusaha merasa diuntungkan dengan mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang media massa seperti itu. Hal itu disebabkan karena mengelola perusahaan dengan jenis spesifikasi mengelola media massa adalah usaha yang akan selalu digemari masyarakat sepanjang masa, karena sampai kapanpun manusia akan selalu haus akan informasi.
Media yang termasuk ke dalam kategori media massa adalah surat kabar, majalah, radio, TV, dan film. Kelima media tersebut dinamakan "The Big Five of Mass Media" (lima besar media massa). Media massa sendiri terbagi dua macam, media massa cetak (printed media), dan media massa elektronik (electronic media). Yang termasuk media massa elektronik adalah radio, TV, film (movie), termasuk CD. Sedangkan media massa cetak terdiri yaitu koran atau surat kabar, tabloid, majalah, buku, buletin.

7.      Dampak Positif dan Negatif Media Massa
§  Dampak positif
Dampak positif dari media massa adalah sejalan dengan fungsi media massa dalam kedudukannya yaitu memberi ruang kepada publik untuk menginformasikan segala sesuatu yang berguna untuk khalayak umum dari semua golongan yang ada dalam masyarakat, dan dapat memberi tambahan wawasan nusantara dalam kehidupan bernegara ataupun memberi ruang pendidikan secara umum.
§  Dampak Negatif
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh media massa sangatlah banyak apabila masyarakat tidak bisa memilah mana yang harus ditonton atau didengarkan, apalagi untuk golongan muda, yang sangatlah rawan dengan dampak buruk kebebasan pers (media massa), karena media massa dapat mempengaruhi tingkah laku, pola pikir seseorang secara tidak sadar dan dapat menimbulkan ketagihan akan hal yang disenangi pemirsa, karena perkembangan mode yang ditampilkan oleh media massa cenderung mempengaruhi trend dan gaya anak muda zaman sekarang salah satunya trend berbusana, model potongan rambut, dan trend perawatan tubuh. Saat ini saja kebebasan media massa yang sudah tersentuh arus globalisasi dapat memimbulkan pola konsumtif seseorang. Contohnya adalah banyaknya iklan di media baik media elektronik maupun media massa yang dapat meningkatkan seseorang ingin berbelanjaan secara berlebihan.
Untuk kedepannya kebebasan media massa haruslah diimbangi oleh pemikiran pemikiran yang logis yang akan memberi contoh positif untuk kalangan muda agar bangsa ini lebih bisa menguatkan jati dirinya sendiri tanpa haruslah meniru atau berpatokan oleh bangsa asing, karena sesuatu yang dari luar tidaklah semuanya baik dan benar.

8.      Media Massa Di Indonesia
Pelaksanaan komunikasi politik di Indonesia tentu tidak terlepas dari kebebasan pers. Di era keterbukaan yang dikenal dengan istilah masa global, peranan pers sebagai sarana komunikasi politik di Indonesia sangat penting untuk menyalurkan berbagai kebijakan kepada masyarakat, baik yang datang dari atas maupun bawah.
Setelah berakhirnya Rezim Soeharto, pada tanggal 21 Mei 1998, akibat gerakan mahasiswa yang menuntut reformasi, maka semasa pemerintahan Presiden B.J Habibie cengkeraman pemerintah terhadap pers dihapuskan. Namun kebebasan pers digunakan secara berlebihan sehingga orang mulai bicara tentang kebablasan pers. Meskipun dari pihak penguasa berkurang intervensinya, kelompok-kelompok penekan timbul dalam masyarakat yang bertindak anarkis terhadap pers.
Selama kebebasan pers dapat dipertahankan, kemungkinan lebih besar dalam abad informasi ini bagi pesatnya perkembangan pers Indonesia dan menjelma sebagai the fourth estate di samping eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sistem politik Indonesia dewasa ini sedang mengalami proses demokratisasi yang membawa berbagai frekuensi tidak hanya terhadap dinamika politik, melainkan juga terhadap dinamika sistem lainnya yang menunjang penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pembangunan sistem politik yang demokratis tersebut diarahkan agar mampu mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia, dan makin memperkokoh persatuan dan kesatuan Indonesia yang akan memberikan ruang yang semakin luas bagi perwujudan keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem komunikasi politik di Indonesia dikembangkan dengan dasar komunikasi yang bebas dan bertanggung jawab. Setiap media massa bebas memberitakan suatu hal selama tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, tidak membahayakan kepentingan negara dan masyarakat.[15]

C.    MEDIA MASSA DALAM PANDANGAN ISLAM
Berbicara konsep Islam tentang media berarti menelusuri konsep media komunikasi dalam Al­Quran, As­Sunnah dan pandangan ulama sebagai komentator kedua sumber Islam tersebut. Islam memegang konsep bahwa dakwah adalah sebagai komunikasi dalam Islam. Dalam hal ini seorang jurnalis atau wartawan muslim dituntut untuk selalu menjadikan Al Quran dan Hadits sebagai landasan dalam meberikan informasi kepada khalayak. Hal ini dimaksudkan agar berita yang diperoleh oleh khalayak luas atau masyarakat dapat dipertanggungjawabkan secara langsung oleh si pembuat berita yaitu wartawan itu sendiri.
Komunikasi dalam Islam juga perlu adanya tabayyun. Tabayyun merupakan hal yang terpenting dalam menerima suatu berita. Tabayyun adalah melakukan klarifikasi, melakukan kroscek, dan menganalisis masalah dengan cermat.[16]
“Jika ada seorang fasiq yang datang membawa berita maka tabayyun-lah (cek ulanglah)”.(QS. Al Hujuraat : 6)
Komunikasi Islam dalam media massa yang tersistem dalam jurnalistik Islami dapat dimaknakan sebagai “suatu proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam, khususnya yang menyangkut agama dan umat Islam kepada khalayak, serta berbagai pandangan dengan perspektif ajaran Islam”. Dapat juga jurnalistik Islam dimaknakan sebagai “proses pemberitaan atau pelaporan tentang berbagai hal yang sarat dengan muatan dan sosialisasi nilai- nilai Islam”. Jurnalistik Islami mengemban misi ‘amar ma’ruf nahyi munkar (Q.S. 3:104).
Islam juga menganjurkan jangan mudah tertipu oleh berita orang kafir dan munafik. Bahkan berita yang dari orang Islam sendiripun demikian harus di cek ulang karena tidak boleh langsung menyebarkan apa yang kita dengar serta harus menyertakan saksi.

D.    SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DALAM UPAYA MENTASAWUFKAN MEDIA MASSA DI INDONESIA
Sebagaimana telah dibahas di atas bahwa begitu besarnya peran media massa dalam kehidupan masyarakat, yang mampu mempengaruhi dan merubah cara berpikir suatu kelompok masyarakat. Kekuatan media massa ini juga digunakan oleh pemerintah maupun suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu pemerintahan untuk mempengaruhi opini publik. Dalam dunia politik pun media massa digunakan sebagai alat penyampaian informasi dan pesan yang sangat efektif dan efisien.
Namun besar pula pengaruh negatif yang ditimbulkan oleh media massa. Mulai dari televisi yang sekarang ini tidak lagi atau sedikit sekali menampakkan nilai-nilai pendidikan bahkan lebih didominasi oleh hal-hal yang merusak akhlak anak-anak. Media cetak seperti koran pun terkadang tidak memperhatikan dalam mengemukakan berita sesuai dengan kode etik yang islami. Dan masih banyak lagi contoh-contoh media yang tidak mendidik bangsa akan tetapi malah merusak moral bangsa.
Dalam tulisan ini penulis berharap dapat memberikan sumbangsih dalam mentasawufkan media massa dengan cara memberikan solusi yang terbaik kepada para jurnalis agar mereka tidak sembarangan dalam membuat berita maupun membuat acara televisi. Hal ini tentu tidak terlepas dengan campur tangan pemerintah dan para penguasa media massa. Pemerintah harus memperketat terhadap pengelola media massa dalam memberikan izin berbagai tayangan dan berita di media massa.
Para penguasa media massa harus memperhatikan kode etik jurnalistik. Hal terpenting dalam sejarah media massa ialah ketatnya peraturan, pengendalian atau pemberian izin oleh pihak penguasa. Keadaan demikian didasari oleh pertimbngan politik sebagai pusat kekuasaan dalam masyarakat.[17]
Hal tersebut terjadi karena media massa telah berfungsi politik dan memasyarakat. Terlepas dari eratnya hubungan politik media massa dengan pihak penguasa, boleh dikata media massa tidak dapat menyatakan suara politik dan bertindak dalam operasionalnya.[18] Dalam hal ini khususnya siaran televisi. Perencanaan dan kebijakan media siaran televisi dalam menayangkan acara harus mencerminkan unsur UUD 1945, nilai pancasila, garis kebijakan politik pemerintah, memberikan berita dengan fakta dan data yang jelas, menyuarakan keadilan dan kejujuran.[19]
Gerak dan langkah pemerintah dalam membentuk masyarakat yang berkarakter baik melalui media massa tidaklah mudah kalau diri pribadi seseorang tersebut tidak menancapkan nilai keimanan dan ketakwaan yang tinggi. Akan tetapi harus mulai dari diri seseorang untuk membentuk masyarakat Indonesia yang berakhlak baik. Solusi yang patut bagi jurnalis adalah membekali diri pribadi masing-masing dengan nilai-nilai yang baik, para jurnalis harus memperhatikan dan mempraktikkan tata cara pembuatan berita, iklan, propaganda, dan tayangan-tayangan lainnya sesuai dengan syariat Islam yang notabene selalu mengarahkan pada nilai-nilai pendidikan. Maka dalam membuat dan menerbitkan berita bagi para jurnalis haruslah berdasarkan al qur’an dan hadis, bercirikan tasawuf,  agar nilai spiritualitas dan akhlak terbentuk melalui media massa dalam masyarakat Indonesia.
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam dunia tasawuf adalah bentuk untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. Hal ini karena ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya: "Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (Q.S. Asy-syam [911:9); "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada) Allah" (QS. Al An'am: 162).

E.     KESIMPULAN
Sistem komunikasi Pemerintah belum mempunyai strategi sistem komunikasi untuk memberdayakan masyarakat. Seharusnya ada sistem komunikasi nasional, sehingga dapatlah dibicarakan subsistem media cetak dan siaran. Pemerintah harus membekali para wartawan agar berita-berita yang ditampilkan dapat menggambarkan situasi demokrasi yang faktual dan mengajak masyarakat Indonesia untuk ikut serta dalam membangun sistem politik Indonesia yang lebih baik.
Media massa di Indonesia diharapkan juga dapat mendidik masyarakat agar lebih memahami ilmu politik praktis dan perkembangan situasi politik nasional yang sebenarnya, dan media massa harus mampu menampilkan pemberitaan secara adil (fairness) dan faktual (factual/accurate) walaupun menganut azas kebebasan pers. Sistem dan dinamika media massa di suatu negara pun dapat dijadikan tolak ukur untuk menilai sistem demokrasi yang dianut oleh negara tersebut. Oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat me-manage seluruh media massa sebagai alat untuk pembangunan politik dan pembangunan karakter manusia yang berbasis spiritualitas dan akhlak sesuai dengan harapan seluruh masyarakat. Jadi berita yang ditampilkan tidak selalu memojokkan pemerintahan yang berkuasa dan cenderung sekadar menjatuhkan, tetapi seharusnya menjadi sarana kritik yang konstruktif dan objektif bagi kelangsungan pembangunan yang demokratis.



DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatim. Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an. Pekan Baru : Amzah. 2006.
Al Ghozali. Ihya’ Ulumuddin. Maktabah Syamilah.
Gunara, Thorik. Komunikasi Rasulullah, Indahnya Berkomunikasi ala Rasulullah. Bandung : Refika Offset. 2009.
httptoarworang.blogspot.com201205mediamassa-dalam-komunikasi-massa-toar.html
httppolitik.kompasiana.com20131031peranan-media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia--606461.html
Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi. Jakarta : PT Rineka Cipta. 1996.
Masduki. Kebebasan Pers & Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta : UII Press Yogyakarta. 2005.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 1997.
Prakosa, Adi. Komunikasi Massa. Jakarta: Unas Press. 2006.
Romly, Asep Syamsul. Jurnalistik Praktis. Bandung: PT Remaja RosdaKarya. 2002.
Syukur, Amin. Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf. Jakarta : Erlangga. 2012.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang : UIN-Malang Press. 2008.
Wardhani, Diah. Media Relations : Sarana Membangun Reputasi Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008.



[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
[2]  Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
[3] Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an, (Pekan Baru : Amzah, 2006), hlm. 3.
[4] Ibid,  hlm. 3
[5] ibid, hlm. 56.
[6] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), hlm. 13.
[7] Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, (Maktabah Syamilah, bab Bayanu haqiqoil kholqi wa su’i al-kholqi, Juz 2), hlm. 253.
[8] Moh. Toriquddin, Op.cit., hlm. 13.
[9] httptoarworang.blogspot.com201205mediamassa-dalam-komunikasi-massa-toar.html
[10] Masduki, Kebebasan Pers & Kode Etik Jurnalistik, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2005), hal.7
[11] httptoarworang.blogspot.com201205mediamassa-dalam-komunikasi-massa-toar.html
[12] Asep Syamsul Romly, Jurnalistik Praktis, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2002), Hlm.5
[13] Diah Wardhani, Media Relations : Sarana Membangun Reputasi Organisasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), Hlm. 25
[14] Adi Prakosa, Komunikasi Massa, ( Jakarta: Unas Press, 2006), Hlm. 39
[15] httppolitik.kompasiana.com20131031peranan-media-massa-dalam-kehidupan-sosial-dan-politik-indonesia--606461.html
[16] Thorik Gunara, Komunikasi Rasulullah, Indahnya Berkomunikasi ala Rasulullah, (Bandung : Refika Offset, 2009), hlm. 90.
[17] Wawan Kuswandi, Komunikasi Massa, Sebuah Analisis Media Televisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 70.
[18] Ibid.
[19] Ibid, hlm. 74.

No comments:

Post a Comment