PENDAHULUAN
Kemajuan yang telah merambah dalam
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan polotik,
mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu
mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang
menyimpan banyak problem.
Berbicara masalah solusi, kini
muncul kecendrungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual
(tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam muncul dengan memberi solusi dan
terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha
pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas diera
modern ini.
Tulisan ini berangkat dari sebuah
fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan perubahan
sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung
berorientasi pada materirialistik, hedonistik, skolaristik, dan rasionalistik
dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Mereka semakin kehilangan visi
keilahian. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi
justru melahirkan abad kecemasan. Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta
manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan
dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern
kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman
keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam
keadaan sekuler. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di
daerah-daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga
kondisi tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat.
Keadaan
yang seperti itu menjadikan spiritualitas dan akhlak harus lebih berperan dalam
menghadapi tantangan modernitas.
A.
PENGERTIAN SPIRITUALITAS DAN AKHLAK
1.
Pengertian Spiritualitas
Kata “spiritual” merupakan bentuk
derivasi dari kata “spirit”. Dalam bahasa Inggris, “spirit” berarti a
person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human
spirit atau human soul atau not physical things. Dalam bahasa
Indonesia spiritual diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan
kejiwaan (rohani atau batin). Lebih lanjut spiritualism disebut sebagai aliran
filsafat yang mengutamakan kerohanian. Kata spiritualitas diturunkan dari kata
spirituality, yang dalam bahasa Inggris dimaknai sebagai kualitas manusia yang
berhubungan dengan persoalan-persoalan spiritual.[1]
Terdapat sedikit perbedaan antara
spiritualitas dan akhlak. Spiritualitas terkandung nilai-nilai yang bersifat
rohani, seberti kejujuran, keindahan, dan kebahagiaan. Sementara akhlak adalah
aplikatif dari spiritualitas tersebut. Dalam pembagiannya terdapat akhlak baik
dan akhlak buruk. Dan keduanya dapat ternilai dari pancaran tingkah laku
seseorang.
2.
Pengertian Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) perkataan
akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti,
perangai tingkah laku, atau tabi’at.[2]
Sementara menurut Ahmad Amin akhlak
ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu
yang baik disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut
akhlakul madzmumah.[3]
Akhlakul karimah berarti tingkah
laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada
Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.[4] Akhlak
mazmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak.[5]
Para ulama berbeda-beda dalam
mendefinisikan akhlak yang terpuji seperti yang dikatakan oleh Hasan : “Akhlak
yang terpuji adalah bermuka manis suka menolong dan mencegah perbuatan yang
menyakiti orang lain”. Ali Ra. Berkata : “akhlak yang terpuji itu ada tiga
perkara, menjauhi perkara-perkara haram, mencari rizki yang halal, dan memberi
kelonggaran pada keluarga.[6]
Imam Al Ghozali membedakan antara
akhlak dan khuluq. Menurutnya kholq adalah lahirnya sedangkan khuluq adalah
batinnya. Lebih tegas beliau mengatakan bahwa :
وليس
الخلق عبارة عن الفعل، فرب شخص خلقه السخاء ولا يبذل إما لفقد المال أو لمانع،
وربما يكون خلقه البخل وهو يبذل إما لباعث أو لرياء وليس هو عبارة عن القوة.
“Al-Kholqu
bukanlah gambaran dari sebuah perbuatan, banyak orang yang dermawan tetapi
tidak mampu memberikan hartanya karena tidak memiliki harta atau ada faktor
pencegah lain, dan banyak orang yang kikir mampu memberikan hartanya karena
faktor yang menarik atau karena riya’ dan itu bukanlah suatu kekuatan”.[7]
Akhlak yang baik merupakan
sifat Nabi Muhammadsaw dan merupakan amal para siddiqin yang paling utama ia
merupakan separoh dari agama dan merupakan buah dari kesungguhan orang yang
bertakwa, latihan orang yang ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang jelek merupakan
racun yang mematikan dan membinasakan serta kehinaan yang jelas. Ia bagaikan
kotoran yang menjauhkan dari sisi Tuhan semesta alam yang memetakan pada jalan
setan. Akhlak jelek adalah pintu yang terbuka menuju neraka Allah, begitu juga
akhlak baik adalah pintu yang terbuka menuju kenikmatan surga dan sisi Allah.[8]
B.
PERJALANAN
SPIRITUAL
Kebanyakan
manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah
hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak
membutuhkan sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan
kesenangan dunia yang sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal,
rohani manusia sangatlah jauh lebih fundamental dan tentu akan mengantarkan
manusia pada kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari kebahagiaan duniawi.
Manusia yang cenderung pada dunia materi, tentu materi akan menutupi dirinya
dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Di zaman
modern, dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama,
kejernihan hati pun telah mulai sirna. Manusia bergerak semakin permisif dan
norma kehidupan kian melonggar. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual inilah
dapat sebagai jalan penjernihan hati yang mampu mengatasi budaya modern yang
kian menjauh dari nilai-nilai agama. Untuk memberikan arahan manusia pada
perjalanan spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk mengenal terlebih
dahulu arti ‘perjalanan spiritual’ itu sendiri.
Perjalanan
spiritual adalah salah satu bagian dari ilmu irfan ataupun tasawuf. Dalam
pandangan tasawuf ataupun irfan, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan
menapaki jalan-jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan
kepada-Nya serta mengabadikan dirinya dengan kebersamaan dengan-Nya. Perjalanan
spiritual ini sangatlah penting, dimana manusia berupaya untuk mendekati Tuhan.
Untuk itu, mendekati Tuhan itu tidaklah mudah, manusia harus menyucikan dirinya
dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-tahap perjalanan
spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak melakukan
perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu,
dalam prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing
spiritual yang benar-benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat
mengetahui prosedur perjalanan serta pernah melewati sendiri semua tahap dalam
perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena tanpa bimbingan seorang syaikh
yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan tersesat.
C.
TAHAP-TAHAP
PERJALANAN SPIRITUAL
Seorang yang ingin menempuh
perjalanan spiritual haruslah mampu melewati setiap tahap-tahapnya. Oleh karena
itu, sangatlah penting melewati setiap tahap dan mustahil bagi seseorang sampai
pada tahap berikutnya tanpa melewati tahap-tahap sebelumnya.
Kaum sufi menawarkan upaya untuk
mendekatkan diri pada Allah, manusia haruslah melalui dua tahapan :
1. Melalui berbagai amal yang dapat menjernihkan qalbu.
Manusia yang akan melakukan perjalanan spiritual,
dalam tahap ini ia harus berupaya menyucikan qalbunya dari segala bentuk ikatan
duniawi. Tasaawuf dalam bentuk ini biasa disebut tasawuf akhlak. Disini salik
akan terbebas dari belenggu-belenggu material, sehingga dia benar-benar
merasakan hidup bersama Tuhan.
Kaum sufi dapat mencapainya hanya dengan mengekang
berbagai keinginan rendahnya serta melakukan perjalanan spiritual. Untuk
memasuki jenjang spiritual yang indah, para sufi menganjurkan kita untuk melewati
Sembilan tangga (maqam) yakni: wara’, zuhd, shabr, faqr,
syuk, khauf, raja’, tawakkal dan ridha.
Dari kesembilan maqam tersebut, kita bisa lihat
bagaimana manusia hidup hanya untuk Allah. Tentu untuk menjalani maqam-maqam
kehidupan tersebut, manusia harus siap menghadapi rintangan dan resiko apapun.
Akan tetapi, di zaman mutakhir ini, agaknya manusia sangat sulit untuk
mengaplikasikannya. Padahal, maqam-maqam tersebut merupakan jalan
spiritual dalam upaya pendakian ruhani menuju ridha Allah.
Disini salik akan berupaya menjalani segala bentuk
amal dalam tiga disiplin:
Ø Syari’at (syari’ah)
Syari’at adalah ajaran yang bersumber dari Al-qur’an
dan sunnah berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak, sosial, ekonomi,
pemerintahan, dan berbagai aspek kehidupan, baik lahir maupun batin. Tak ada
satupun tokoh tasawuf sepanjang sejarah yang pernah menyatakan menyepelekan
syari’at. Syari’at justru merupakan suatu ciri yang menonjol tasawuf. Bahkan,
dalam pandangan mereka, tak ada jalan lain untuk menempuh tasawuf (thariqah)
kecuali melalui penyelenggaraan ibadah-ibadah syar’i.
Ø Tarekat (thariqah)
Tarekat adalah jalan untuk menempuh
tasawuf. Dalam pengertian lusa, yaitu pengalaman syariat secara benar dan utuh.
Tarikat tidak lebih dari penyempurnaan pengalaman syari’at secara utuh,
sehingga syariat tak hanya sebagai ajaran yang teoritis, tetapi merupakan
praktik keagamaan yang dapat mengantarkan pemeluknya kepada kesempurnaan hidup.
Ø Hakiki (haqiqah)
Haqiqah adalah kebenaran sejati. Hakikat
merupakan puncak pencapaian setelah melalui tarekat yang didahului dengan
syari’at. Jika dibandingkan dengan tarekat, tarekat adalah kulit dari
hakikat dan hakikat adalah isi. Hakikat menjadi tujuan pencapaian yang paling
penting dalam perjalanan spiritual.
2.
Menemukan
Pengalaman Rohani
Ketika perjalanan rohani salik telah mencapai
tahap-tahap puncak. Melalui tahap ini, ia akan menemukan pengalaman rohani yang
unik, yang sebagiannya dapat diungkapkan pada khalayak, sementara yang lain
tidak karena keterbatasan bahasa untuk mengungkapkannya. Akibat kesukaran
pengungkapan itu, maka pada tahap ini sufi hanya bisa berdiam diri atau
mengatakan, “Rasakan sendiri baru anda bisa mengerti.” Tasawuf tahap ini
disebut tashawwuf nazhari (tasawuf teoritis) atau tashawwuf falsafi
(tasawuf filosofis), dimana salik telah mencapai pertemuan rohani dengan Tuhan,
merasakan kehadiran Tuhan, dan mendapatkan pengalaman rohani yang begitu kaya
bersama-Nya. Manusia yang telah merasakan maqam demikian, ia akan mengetahui
hakikat kehidupan dan tentu ia akan jauh dari persepsi manusia yang selalu memandang
kehidupannya lebih pada urusan materi.
Adapun disisi lain, mengenai perjalanan spiritual,
kaum sufi membagi dua tahap berbeda dalam perjalanan spiritual:
Ø Iradah (Kehendak dan Kemauan)
Tahap pertama dalam perjalanan spiritual disebut kaum
arif sebagai iradah (kehendak dan kemauan). Iradah bermakna munculnya
hasrat dan keinginan yang kuat serta ingin berpegang teguh pada jalan yang
membimbing menuju kebenaran serta menstimulasi jwa untuk mencapai tujuannya
yang hakiki. Tahap pertama dalam perjalanan spiritual ini merupakan suatu dasar
seluruh struktur irfan. Ibnu Sina mendefinisikan iradah yakni
kerinduan yang dirasakan manusia tatkala serta ingin bersatu dengan kebenaran
sehingga dia tidak lagi merasa kesepian dan tak berdaya.
Ø Riyadhah (Latihan Spiritual)
Tahap kedua adalah tahap persiapan. Menurut
madzhab-madzhab pemikiran tertentu, riyadhah bermakna memperlakukan diri
sendiri dengan keras atau memaksa diri mengalami sakit secara fisik. Dalam
bahasa Arab, riyadhah semula berarti memecahkan dan mendidik seekor kuda
yang masih muda. Kemudian kata ini digunakan dan sampai sekarang masih dipakai
dalam bahasa Arab dalam pengertian latihan fisik dan atletik. Dalam
penerapannya, riyadhah harus dilakukan dalam melaksanakan segala amal guna
mempersiapkan jiwa untuk menerima pencerahan
D.
MASYARAKAT
MODERN
Masyarakat modern terdiri dari dua kata yaitu
masyarakat dan modern, Masyarakat adalah suatu unit pergaulan hidup manusia
(himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan
yang tentu).
Masyarakat modern adalah masyarakat yang telah mengikuti kemajuan zaman yang bertentangan satu sama lain.
Masyarakat modern adalah masyarakat yang telah mengikuti kemajuan zaman yang bertentangan satu sama lain.
Sedangan kata modern di artikan yang terbaru, secara
baru, mutakhir. Dengan demikian secara harfiah masyarkat modern berarti
suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu
yang bersifat mutakhir.
Masyarakat modern dewasa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan
Yunani Purba. Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional
dan ilmiah yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi
canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.[9] Masyarakat dan
budaya modern yang berkembang dari bangsa barat itu bertumpu kepada dominasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, yang keduanya berinduk dari filasafat rasional
ilmiah yang berasal dari yunani purba
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk
sosial (zoon politicon) sama-sama saling membutuhkan satu dengan yang lainnya,
mereka berbaur dalam suatu komunitas yang dinamakan masyarakat. Pembaruan itu
kemudian melahirkan tindakan yang digunakan dan diakui oleh masyarakat secara
umum sebagai suatu hal yang sangat positif, inilah yang nantinya akan
menghasilkan kebudayaan.
Pada perkembangan berikutnya manusia selalu
berinteraksi satu dengan yang lainnya mengakui perubahan sikap dan tingkah laku
yang disebabkan adanya interaksi dalam hidup bermasyarakat dan perubahan pada
diri baik secara lahiriah yaitu dengan adanya perubahan bentuk tubuh
(pertumbuhan) maupun batiniah yaitu perubahan sikap dan tingkah laku yang
dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersangkutan.
E.
CIRI-CIRI
MASYARAKAT MODERN
Masyarakat
modern ditandai oleh lima ciri pokok, yaitu : pertama, berkembangnya mass
culture, karena pengaruh kemajuan mass media, shingga kultur (budaya) tidak
lagi bersifat lokal, melainkan nasional atau bahkan global. Kedua, tumbuhnya
sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak, manusia bergerak menuju
perubahan masa depan. Ketiga, tumbuhnya kecenderungan berpikir rasional.
Keempat, tumbuhnya sikap hidup materialistis, semua diukur dengan nilai
kebendaan dan ekonomi.[10]
Budaya adalah suatu pola struktur kebiasaan yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat yang memiliki kearifan tersendiri. Kearifan itu adalah
kearifan lokal yang bisa jadi tidak dimiliki oleh kelompok masyarakat duna
lainnya. Hilangnya batas-batas budaya akibat globalisasi, di satu sisi memang
baik untuk memperkenalkan eksistensi suatu masyarakat. Namun di sisi lain,
justru akan menjadikan kearifan lokal menghilang, atau bahkan berubah kearah
yang lebih buruk. Etika dan estetika menjadi sirna akibat asimilasi dan adopsi
budaya yang berlebihan, shingga memunculkan degradasi moral. Contoh nyata
dalam, hal ini, dimana masyarakat timur, yang dahulu dikenal arif, santun dan
beretika tinggi, kini tak beda lagi dengan masyarakat barat yang liberalis.[11]
Paham liberalisme menjadi ikon dunia modern saat ini. Liberalisme
memungkinkan terjadinya kebebasan bertindak.[12] Berpikir
rasional adalah salah satu bentuk pemkiran filsafat. Istilah rasional diambil
dari kata dasar ratio (latin) atau rationalism (inggris) yang berarti akal
budi.
Sedangkan rasionalisme dalam kamus ilmiah populer adalah pandangan
bahwa akal mempunyai kekuatan independen untuk mengetahui dan mengungkapkan
prinsip-prinsip pokok dari alam atau terhadap suatu kebenaran yang menurut logika
berada sebelum pengalama.[13] Materialistis
menjadikan masyarakat cenderung begitu kuat terhadap materi, maka segala sesuatu
akan diukur dengan materi atau bendawi, yang pada gilirannya akan menjadikan
kepemilikan terhadap materi dan ekonomi sebagai tujuan.
Profil masyarakat moden adalah masyarakat dengan budaaya industri. Yakni
masayarakat yang mengembangakan cara berpikir ilmiah. Karena masyarakat modern
menurut S. Takdir Alisyahbana dalam bukunya “Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi
dan Masa Depan Umat Manusia”. Dikatakan lahir dari refolusi ilmu. Revolusi ilmu
melahirkan revolusi teknologi. Revolusi teknologi melahirkan melahirkan
revolusi industri. Revolusi industri melahirkan revolusi perdagangan dan
revolusi komunikasi. Maka profil masyarakat modern akan didominasi kebudayaan
modern atau yang sering pula disebut kebudayaan industri.[14]
Manusia
modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan
berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan
kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih bijak dan arif,
tetapi dalam kenyataanya banyak manusia yang kualitas kemanusiannya lebih
rendah dibandingkan kemajuan berfikir dan teknologi yang dicapa. Akibat dari
ketidakseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaanya. Celakannya
lagi, penggunaan alat traportasi dan alat komunikasi modern menyebabkan manusia
hidup dalam pengaruh global dan dikehendaki oleh arus. Informasi global,
padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis tidaklah
sama.
F.
PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
Proses
modernisasi, yang dijalankan oleh dunia barat sejak zaman renaissance,
disamping membawa dampak positif, juga telah menimbulkan dampak negatif. Dampak
positifnya, modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan
manusia. Sementara dampak negatifnya, modernisasi telah menimbulkan krisis
makna hidup, kehampaan spiritual dan tersingkirnya agama dalam kehidupan
manusia.[15]
Manusia modern
memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka menikmati dan mengekploitasi
kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun. Inilah yang
menciptakan berbagai krisis dunia modern, tidak hanya krisisi dalam kehidupan
spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari.[16]
Problem paling
akut yang dihadapi manusia modern, tidak muncul dari situasi pembangunan yang
terbelakang, tapi justru dari pembangunan yang berlebihan. Manusia modern yang
memberontak melawan tuhan, telah menciptakan sebuah sains yang tidak
berlandaskan cahaya intellec –jadi berbeda dengan yang kita saksikan didalam
sain-sains Islam tradisional- tetapi berdasarkan kekuatan akal (rasio)manusia
semata untuk memperoleh data melalui indera.[17]
Sikap
hidup yang mengutamakan materi (materialistik) memperturutkan kesenangan dan
kelezatan syahwat (hedonistik) ingin menguasai semua aspek kehidupan
(totaliteristik) hanya percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja,
serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran
manusia tampak lebih menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Di tangan mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu
pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan
menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaimana di isyaratkan
Al-Qur'an
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar). (QS.Al-Rum 30;41)
Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran ilmu
pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat
modern sebagai berikut :
1.
Desintegrasi Ilmu Pengetahuan
Kehidupan moden antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi di
bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigms
sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.
Kepribadian yang terpecah (Split personality)
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan
yang coraknya kering nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka
manusianya menjadi pribadi yang terpecah (split personality). Jika proses
keilmuan yang berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses
kehancuran pribadi manusia akan terns bedalan. Dengan berlangsungnya proses
tersebut. Semua kekuatan yang lebih tinggi untuk mempertinggi derajat kehidupan
manusia menjadi hilang, sehingga bukan hanya kehidupan kita yang mengalami
kemerosotan tetapi jugs kecerdasan dan moral kita.
3.
Penyalahgunaan Iptek
4.
Pendangkalan iman
5.
Pola hubungan Materialilstik
6.
Menghalalkan segala cara
7.
Stress dan Frustasi
8.
Kehilangan harga Diri dan Masa Depanya
Dalam
masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler, dan materialis, ternyata
tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu,
Sayyid Hussein Nasr menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu
pengetahuan dan teknologi, mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya
sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang telah kehilangan
visi keilahian. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyak
dijumpai orng yang stres dan gelisah, akibat tidak mempunyai pegangan hidup.[18]
G.
FUNGSI
SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DALAM DUNIA MODERN
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam
dunia tasawuf adalah bentuk untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. hal ini karena ada beberapa
ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya:
"Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (Q.S. Asy-syam
[911:9); "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan
hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, den masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30).
Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku den matku hanyalah untuk Allah, Tuhan
semesta slam, tiada sekutu bagi-Nye; den demikian itulah yang diperintahkan
kepadaku den aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada)
Allah" (QS. Al An'am: 162).
Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan
manusia berkeperibadian yang shalih dan berperilaku baik den mulia serta
ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran
tasowuf dalam mengisi kesehariannya d1haruskan untuk hidup sederhana, jujur,
istiqamah den tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang
pada dasamya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa
remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin,
Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik
terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada
jalan yang benar. Perilaku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah
kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi. Jadi,
tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi
orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang
mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya,
sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya.
Ketidak jelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka
lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan
penyegaran serta mengerahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.
Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modem
Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modem
Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai
kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai
bidang kehidupan manusia modern. Apalagi dewasa ini tampak perkembengan yang
menyeluruh dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner
Tasawwuf tidak boleh dilihat hanya berfungsi sebagai
pemenuhan kerohanian manusia. Tasawwuf sebenarnya berfungsi sebagai penyeimbang
kepada keharmonisan hidup manusia. Kemajuan dan pembangunan yang tertumpu pada
aspek fisikal dan material akan melahirkan manusia yang berat sebelah
(pincang).
Menurut Amin Syukur, sepeninggal Rasulullah dan para sahabat
(khulafa ar-rasyidin) tasawuf diakui sebagai salah satu bentuk spiritualitas
Islam yang memiliki andil besar dalam berbagai bidang pengembangan umat Islam
di dunia. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang datang belakangan, setelah
fikih dan kalam, tasawuf justru menjadi penyempurna keduanya, yakni pengamalan
fikih dan pemikiran kalam. Dikatakan demikian, sebab tasawuf menempatkan
dirinya pada posisi terdalam di balik praktik-praktik ritual yang disyariatkan,
kemudian menjadi tindak lanjut amaliah, dari sekedar fikih dan pemikiran kalam,
yang diamalkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim.[19]
Islam, sebagai panduan hidup manusia, telah
memberikan jalan keluar bagi kepincangan dan ketidakharmonian kehidupan
manusia. Solusi yang diberikan oleh Islam adalah keseimbangan (i‘tidal) antara
pembangunan jasmani dan pembangunan rohani, antara keperluan material dan keperluan
spiritual.
KESIMPULAN
Spiritualitas merupakan bentuk kepribadian seseorang
yang bersifat kerohaniahan. Sementara akhlak adalah penyempurna dari rangkaian
kegiatan spiritualitas yang terdiri dari dua bentuk baik mahmudah maupun
madzmumah.
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam
dunia tasawuf sangat diperlukan untuk
membentengi kehampaan dan bahaya di dalam dunia moedern yang cenderung bersifat
rasionalis, hedonis, dan materialis.
Tahapan-tahapan spiritualitas tampil sebagai wujud
aplikatif yang perlu dilakukan oleh masyarakat modern. Hal tersebut senantiasa
sebagai langkah untuk menuju visi keilahiahan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatim. Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an. Pekan
Baru : Amzah. 2006.
Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta : Arkola. 1994.
Al
Ghozali, Ihya’ Ulumuddin. Maktabah Syamilah.
Mustofa.
Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 1997.
Simuh.
Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar Offset. 2001.
Syukur, Amin. Sufi Healing,
Terapi dengan Model Tasawuf. Jakarta : Erlangga. 2012.
Toriquddin,
Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang
: UIN-Malang Press. 2008.
[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf,
(Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
[2] Mustofa, Akhlak Tasawuf,
(Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
[3] Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an,
(Pekan Baru : Amzah, 2006), hlm. 3.
[4] Ibid, hlm. 3
[5] ibid, hlm. 56.
[6] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam
Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), hlm. 13.
[7] Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, (Maktabah Syamilah, bab Bayanu
haqiqoil kholqi wa su’i al-kholqi, Juz 2), hlm. 253.
[8] Moh. Toriquddin, Op.cit., hlm. 13.
[9] Simuh, Tasawuf dan Krisis, (Semarang : Pustaka Pelajar
Offset, 2001), hlm. 3
[10] Amin Syukur, op.cit., hlm.
28.
[11] Ibid, hlm. 28.
[12] Ibid,
hlm. 31.
[13] Pius dan
al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Arkola, 1994), hlm.
653-654.
[14] Simuh, op.cit., hlm.
11.
[15] Moh. Toriquddin, op.cit., hlm. 63-64.
[16] Ibid, hlm. 64.
[17] Ibid, hlm. 65.
[18] Ibid, hlm. 226.
[19] Amin Syukur, op.cit., hlm. 9.
No comments:
Post a Comment