GUDANG MAKALAH

Saturday, 3 May 2014

SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DI ERA MODERN



PENDAHULUAN
Kemajuan yang telah merambah dalam berbagai aspek kehidupan manusia, baik sosial, ekonomi, budaya dan polotik, mengharuskan individu untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi secara cepat dan pasti. Padahal dalam kenyataannya tidak semua individu mampu melakukannya sehingga yang terjadi justru masyarakat atau manusia yang menyimpan banyak problem.
Berbicara masalah solusi, kini muncul kecendrungan masyarakat untuk mengikuti kegiatan-kegiatan spiritual (tasawuf). Tasawuf sebagai inti ajaran islam muncul dengan memberi solusi dan terapi bagi problem manusia dengan cara mendekatkan diri kepada Allah yang maha pencipta. Peluang dalam menangani problema ini semakin terbentang luas diera modern ini.
Tulisan ini berangkat dari sebuah fenomena sosial masyarakat yang kini hidup di era modern, dengan perubahan sosial yang cepat dan komunikasi tanpa batas, dimana kehidupan cenderung berorientasi pada materirialistik, hedonistik, skolaristik, dan rasionalistik dengan kemajuan IPTEK di segala bidang. Mereka semakin kehilangan visi keilahian. Kondisi ini ternyata tidak selamanya memberikan kenyamanan, tetapi justru melahirkan abad kecemasan. Kemajuan ilmu dan teknologi hasil karya cipta manusia yang memberikan segala fasilitas kemudahan, ternyata juga memberikan dampak berbagai problema psikologis bagi manusia itu sendiri. Masyarakat modern kini sangat mendewa-dewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, sementara pemahaman keagamaan yang didasarkan pada wahyu sering di tinggalkan dan hidup dalam keadaan sekuler. Bagi masyarakat kita, kehidupan semacam ini sangat terasa di daerah-daerah perkotaan yang saling bersaing dalam segala bidang. Sehingga kondisi tersebut memaksa tiap individu untuk beradaptasi dengan cepat.
Keadaan yang seperti itu menjadikan spiritualitas dan akhlak harus lebih berperan dalam menghadapi tantangan modernitas.


A.    PENGERTIAN SPIRITUALITAS DAN AKHLAK
1.      Pengertian Spiritualitas
Kata “spiritual” merupakan bentuk derivasi dari kata “spirit”. Dalam bahasa Inggris, “spirit” berarti a person’s mind atau person’s soul. Kemudian spiritual berarti human spirit atau human soul atau not physical things. Dalam bahasa Indonesia spiritual diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kejiwaan (rohani atau batin). Lebih lanjut spiritualism disebut sebagai aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian. Kata spiritualitas diturunkan dari kata spirituality, yang dalam bahasa Inggris dimaknai sebagai kualitas manusia yang berhubungan dengan persoalan-persoalan spiritual.[1]
Terdapat sedikit perbedaan antara spiritualitas dan akhlak. Spiritualitas terkandung nilai-nilai yang bersifat rohani, seberti kejujuran, keindahan, dan kebahagiaan. Sementara akhlak adalah aplikatif dari spiritualitas tersebut. Dalam pembagiannya terdapat akhlak baik dan akhlak buruk. Dan keduanya dapat ternilai dari pancaran tingkah laku seseorang.
2.      Pengertian Akhlak
Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai tingkah laku, atau tabi’at.[2]
Sementara menurut Ahmad Amin akhlak ialah kebiasaan baik dan buruk. Contohnya apabila kebiasaan memberi sesuatu yang baik disebut akhlakul karimah dan bila perbuatan itu tidak baik disebut akhlakul madzmumah.[3]
Akhlakul karimah berarti tingkah laku yang terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah. Akhlakul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat yang terpuji.[4] Akhlak mazmumah merupakan tingkah laku kejahatan, kriminal, perampasan hak.[5]
Para ulama berbeda-beda dalam mendefinisikan akhlak yang terpuji seperti yang dikatakan oleh Hasan : “Akhlak yang terpuji adalah bermuka manis suka menolong dan mencegah perbuatan yang menyakiti orang lain”. Ali Ra. Berkata : “akhlak yang terpuji itu ada tiga perkara, menjauhi perkara-perkara haram, mencari rizki yang halal, dan memberi kelonggaran pada keluarga.[6]
Imam Al Ghozali membedakan antara akhlak dan khuluq. Menurutnya kholq adalah lahirnya sedangkan khuluq adalah batinnya. Lebih tegas beliau mengatakan bahwa :
وليس الخلق عبارة عن الفعل، فرب شخص خلقه السخاء ولا يبذل إما لفقد المال أو لمانع، وربما يكون خلقه البخل وهو يبذل إما لباعث أو لرياء وليس هو عبارة عن القوة.
“Al-Kholqu bukanlah gambaran dari sebuah perbuatan, banyak orang yang dermawan tetapi tidak mampu memberikan hartanya karena tidak memiliki harta atau ada faktor pencegah lain, dan banyak orang yang kikir mampu memberikan hartanya karena faktor yang menarik atau karena riya’ dan itu bukanlah suatu kekuatan”.[7]
Akhlak yang  baik merupakan sifat Nabi Muhammadsaw dan merupakan amal para siddiqin yang paling utama ia merupakan separoh dari agama dan merupakan buah dari kesungguhan orang yang bertakwa, latihan orang yang ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang jelek merupakan racun yang mematikan dan membinasakan serta kehinaan yang jelas. Ia bagaikan kotoran yang menjauhkan dari sisi Tuhan semesta alam yang memetakan pada jalan setan. Akhlak jelek adalah pintu yang terbuka menuju neraka Allah, begitu juga akhlak baik adalah pintu yang terbuka menuju kenikmatan surga dan sisi Allah.[8]

B.     PERJALANAN SPIRITUAL
Kebanyakan manusia lebih cenderung pada urusan dunia sehingga ia tidak begitu tergugah hatinya untuk menelusuri perjalanan rohani atau spiritual. Manusia merasa tidak membutuhkan sesuatu apapun selain materi karena ia merasa terpuaskan dengan kesenangan dunia yang sejatinya hanyalah akan memperbudak dirinya. Padahal, rohani manusia sangatlah jauh lebih fundamental dan tentu akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang jauh lebih tinggi dari kebahagiaan duniawi. Manusia yang cenderung pada dunia materi, tentu materi akan menutupi dirinya dari hakikat kebahagiaan sebenarnya.
Di zaman modern, dimana materi lebih sebagai orientasi dan pusat hidup yang utama, kejernihan hati pun telah mulai sirna. Manusia bergerak semakin permisif dan norma kehidupan kian melonggar. Oleh karena itu, hanya jalan spiritual inilah dapat sebagai jalan penjernihan hati yang mampu mengatasi budaya modern yang kian menjauh dari nilai-nilai agama. Untuk memberikan arahan manusia pada perjalanan spiritual, tentu sangat lazim bagi manusia untuk mengenal terlebih dahulu arti ‘perjalanan spiritual’ itu sendiri.
Perjalanan spiritual adalah salah satu bagian dari ilmu irfan ataupun tasawuf. Dalam pandangan tasawuf ataupun irfan, manusia pesuluk adalah manusia yang dengan menapaki jalan-jalan spiritual. Ia kembali ke tempat asalnya dengan kedekatan kepada-Nya serta mengabadikan dirinya dengan kebersamaan dengan-Nya. Perjalanan spiritual ini sangatlah penting, dimana manusia berupaya untuk mendekati Tuhan. Untuk itu, mendekati Tuhan itu tidaklah mudah, manusia harus menyucikan dirinya dengan melepaskan roh dari kukungan materi. Banyak tahap-tahap perjalanan spiritual yang ditawarkan oleh kaum sufi dimana manusia yang hendak melakukan perjalanan spiritual haruslah mengikuti tahapan tersebut. Oleh karena itu, dalam prosesnya, haruslah dilakukan dibawah bimbingan seorang pembimbing spiritual yang benar-benar berpengalaman yang mungkin akrab dan sangat mengetahui prosedur perjalanan serta pernah melewati sendiri semua tahap dalam perjalanan tersebut. Dikatakan demikian, karena tanpa bimbingan seorang syaikh yang berpengalaman, sang salik bisa kehilangan jalan dan tersesat.

C.    TAHAP-TAHAP PERJALANAN SPIRITUAL
Seorang yang ingin menempuh perjalanan spiritual haruslah mampu melewati setiap tahap-tahapnya. Oleh karena itu, sangatlah penting melewati setiap tahap dan mustahil bagi seseorang sampai pada tahap berikutnya tanpa melewati tahap-tahap sebelumnya.
Kaum sufi menawarkan upaya untuk mendekatkan diri pada Allah, manusia haruslah melalui dua tahapan :
1.      Melalui berbagai amal yang dapat menjernihkan qalbu.
Manusia yang akan melakukan perjalanan spiritual, dalam tahap ini ia harus berupaya menyucikan qalbunya dari segala bentuk ikatan duniawi. Tasaawuf dalam bentuk ini biasa disebut tasawuf akhlak. Disini salik akan terbebas dari belenggu-belenggu material, sehingga dia benar-benar merasakan hidup bersama Tuhan.
Kaum sufi dapat mencapainya hanya dengan mengekang berbagai keinginan rendahnya serta melakukan perjalanan spiritual. Untuk memasuki jenjang spiritual yang indah, para sufi menganjurkan kita untuk melewati Sembilan tangga (maqam) yakni: wara’, zuhd, shabr, faqr, syuk, khauf, raja’, tawakkal dan ridha.
Dari kesembilan maqam tersebut, kita bisa lihat bagaimana manusia hidup hanya untuk Allah. Tentu untuk menjalani maqam-maqam kehidupan tersebut, manusia harus siap menghadapi rintangan dan resiko apapun. Akan tetapi, di zaman mutakhir ini, agaknya manusia sangat sulit untuk mengaplikasikannya. Padahal, maqam-maqam tersebut merupakan jalan spiritual dalam upaya pendakian ruhani menuju ridha Allah.
Disini salik akan berupaya menjalani segala bentuk amal dalam tiga disiplin:
Ø  Syari’at (syari’ah)
Syari’at adalah ajaran yang bersumber dari Al-qur’an dan sunnah berkenaan dengan akidah, ibadah, akhlak, sosial, ekonomi, pemerintahan, dan berbagai aspek kehidupan, baik lahir maupun batin. Tak ada satupun tokoh tasawuf sepanjang sejarah yang pernah menyatakan menyepelekan syari’at. Syari’at justru merupakan suatu ciri yang menonjol tasawuf. Bahkan, dalam pandangan mereka, tak ada jalan lain untuk menempuh tasawuf (thariqah) kecuali melalui penyelenggaraan ibadah-ibadah syar’i.

Ø  Tarekat (thariqah)
Tarekat adalah jalan untuk menempuh tasawuf. Dalam pengertian lusa, yaitu pengalaman syariat secara benar dan utuh. Tarikat tidak lebih dari penyempurnaan pengalaman syari’at secara utuh, sehingga syariat tak hanya sebagai ajaran yang teoritis, tetapi merupakan praktik keagamaan yang dapat mengantarkan pemeluknya kepada kesempurnaan hidup.

Ø  Hakiki (haqiqah)
Haqiqah adalah kebenaran sejati. Hakikat merupakan puncak pencapaian setelah melalui tarekat yang didahului dengan syari’at. Jika dibandingkan dengan  tarekat, tarekat adalah kulit dari hakikat dan hakikat adalah isi. Hakikat menjadi tujuan pencapaian yang paling penting dalam perjalanan spiritual.
2.      Menemukan Pengalaman Rohani
Ketika perjalanan rohani salik telah mencapai tahap-tahap puncak. Melalui tahap ini, ia akan menemukan pengalaman rohani yang unik, yang sebagiannya dapat diungkapkan pada khalayak, sementara yang lain tidak karena keterbatasan bahasa untuk mengungkapkannya. Akibat kesukaran pengungkapan itu, maka pada tahap ini sufi hanya bisa berdiam diri atau mengatakan, “Rasakan sendiri baru anda bisa mengerti.” Tasawuf tahap ini disebut tashawwuf nazhari (tasawuf teoritis) atau tashawwuf falsafi (tasawuf filosofis), dimana salik telah mencapai pertemuan rohani dengan Tuhan, merasakan kehadiran Tuhan, dan mendapatkan pengalaman rohani yang begitu kaya bersama-Nya. Manusia yang telah merasakan maqam demikian, ia akan mengetahui hakikat kehidupan dan tentu ia akan jauh dari persepsi manusia yang selalu memandang kehidupannya lebih pada urusan materi.
Adapun disisi lain, mengenai perjalanan spiritual, kaum sufi membagi dua tahap berbeda dalam perjalanan spiritual:
Ø  Iradah (Kehendak dan Kemauan)
Tahap pertama dalam perjalanan spiritual disebut kaum arif sebagai iradah (kehendak dan kemauan). Iradah bermakna munculnya hasrat dan keinginan yang kuat serta ingin berpegang teguh pada jalan yang membimbing menuju kebenaran serta menstimulasi jwa untuk mencapai tujuannya yang hakiki. Tahap pertama dalam perjalanan spiritual ini merupakan suatu dasar seluruh struktur irfan. Ibnu Sina mendefinisikan iradah yakni kerinduan yang dirasakan manusia tatkala serta ingin bersatu dengan kebenaran sehingga dia tidak lagi merasa kesepian dan tak berdaya.

Ø  Riyadhah (Latihan Spiritual)
Tahap kedua adalah tahap persiapan. Menurut madzhab-madzhab pemikiran tertentu, riyadhah bermakna memperlakukan diri sendiri dengan keras atau memaksa diri mengalami sakit secara fisik. Dalam bahasa Arab, riyadhah semula berarti memecahkan dan mendidik seekor kuda yang masih muda. Kemudian kata ini digunakan dan sampai sekarang masih dipakai dalam bahasa Arab dalam pengertian latihan fisik dan atletik. Dalam penerapannya, riyadhah harus dilakukan dalam melaksanakan segala amal guna mempersiapkan jiwa untuk menerima pencerahan

D.    MASYARAKAT MODERN
Masyarakat modern terdiri dari dua kata yaitu masyarakat dan modern, Masyarakat adalah suatu unit pergaulan hidup manusia (himpunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu).
Masyarakat modern adalah masyarakat yang telah mengikuti kemajuan zaman yang bertentangan satu sama lain.
Sedangan kata modern di artikan yang terbaru, secara baru, mutakhir.  Dengan demikian secara harfiah masyarkat modern berarti suatu himpunan yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir.
Masyarakat modern dewasa ini tumbuh dari pengembangan kebudayaan Yunani Purba. Kebudayaan Yunani Purba memang punya dasar pikiran yang rasional dan ilmiah yang kemudian diolah dan dikembangkan oleh orang Eropa menjadi canggih dan melahirkan kebudayaan barat yang modern.[9] Masyarakat dan budaya modern yang berkembang dari bangsa barat itu bertumpu kepada dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang keduanya berinduk dari filasafat rasional ilmiah yang berasal dari yunani purba
Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) sama-sama saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, mereka berbaur dalam suatu komunitas yang dinamakan masyarakat. Pembaruan itu kemudian melahirkan tindakan yang digunakan dan diakui oleh masyarakat secara umum sebagai suatu hal yang sangat positif, inilah yang nantinya akan menghasilkan kebudayaan.
Pada perkembangan berikutnya manusia selalu berinteraksi satu dengan yang lainnya mengakui perubahan sikap dan tingkah laku yang disebabkan adanya interaksi dalam hidup bermasyarakat dan perubahan pada diri baik secara lahiriah yaitu dengan adanya perubahan bentuk tubuh (pertumbuhan) maupun batiniah yaitu perubahan sikap dan tingkah laku yang dipengaruhi oleh kebudayaan yang bersangkutan.

E.     CIRI-CIRI MASYARAKAT MODERN
Masyarakat modern ditandai oleh lima ciri pokok, yaitu : pertama, berkembangnya mass culture, karena pengaruh kemajuan mass media, shingga kultur (budaya) tidak lagi bersifat lokal, melainkan nasional atau bahkan global. Kedua, tumbuhnya sikap-sikap yang lebih mengakui kebebasan bertindak, manusia bergerak menuju perubahan masa depan. Ketiga, tumbuhnya kecenderungan berpikir rasional. Keempat, tumbuhnya sikap hidup materialistis, semua diukur dengan nilai kebendaan dan ekonomi.[10]
Budaya adalah suatu pola struktur kebiasaan yang menjadi ciri khas suatu masyarakat yang memiliki kearifan tersendiri. Kearifan itu adalah kearifan lokal yang bisa jadi tidak dimiliki oleh kelompok masyarakat duna lainnya. Hilangnya batas-batas budaya akibat globalisasi, di satu sisi memang baik untuk memperkenalkan eksistensi suatu masyarakat. Namun di sisi lain, justru akan menjadikan kearifan lokal menghilang, atau bahkan berubah kearah yang lebih buruk. Etika dan estetika menjadi sirna akibat asimilasi dan adopsi budaya yang berlebihan, shingga memunculkan degradasi moral. Contoh nyata dalam, hal ini, dimana masyarakat timur, yang dahulu dikenal arif, santun dan beretika tinggi, kini tak beda lagi dengan masyarakat barat yang liberalis.[11]
Paham liberalisme menjadi ikon dunia modern saat ini. Liberalisme memungkinkan terjadinya kebebasan bertindak.[12] Berpikir rasional adalah salah satu bentuk pemkiran filsafat. Istilah rasional diambil dari kata dasar ratio (latin) atau rationalism (inggris) yang berarti akal budi.
Sedangkan rasionalisme dalam kamus ilmiah populer adalah pandangan bahwa akal mempunyai kekuatan independen untuk mengetahui dan mengungkapkan prinsip-prinsip pokok dari alam atau terhadap suatu kebenaran yang menurut logika berada sebelum pengalama.[13] Materialistis menjadikan masyarakat cenderung begitu kuat terhadap materi, maka segala sesuatu akan diukur dengan materi atau bendawi, yang pada gilirannya akan menjadikan kepemilikan terhadap materi dan ekonomi sebagai tujuan.
Profil masyarakat moden adalah masyarakat dengan budaaya industri. Yakni masayarakat yang mengembangakan cara berpikir ilmiah. Karena masyarakat modern menurut S. Takdir Alisyahbana dalam bukunya “Pemikiran Islam dalam Menghadapi Globalisasi dan Masa Depan Umat Manusia”. Dikatakan lahir dari refolusi ilmu. Revolusi ilmu melahirkan revolusi teknologi. Revolusi teknologi melahirkan melahirkan revolusi industri. Revolusi industri melahirkan revolusi perdagangan dan revolusi komunikasi. Maka profil masyarakat modern akan didominasi kebudayaan modern atau yang sering pula disebut kebudayaan industri.[14]
Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.  Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataanya banyak manusia yang kualitas kemanusiannya lebih rendah dibandingkan kemajuan berfikir dan teknologi yang dicapa. Akibat dari ketidakseimbangan ini kemudian menimbulkan gangguan kejiwaanya. Celakannya lagi, penggunaan alat traportasi dan alat komunikasi modern menyebabkan manusia hidup dalam pengaruh global dan dikehendaki oleh arus. Informasi global, padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis tidaklah sama.
F.     PROBLEMATIKA MASYARAKAT MODERN
Proses modernisasi, yang dijalankan oleh dunia barat sejak zaman renaissance, disamping membawa dampak positif, juga telah menimbulkan dampak negatif. Dampak positifnya, modernisasi telah membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan manusia. Sementara dampak negatifnya, modernisasi telah menimbulkan krisis makna hidup, kehampaan spiritual dan tersingkirnya agama dalam kehidupan manusia.[15]
Manusia modern memperlakukan alam sama dengan pelacur, mereka menikmati dan mengekploitasi kepuasan darinya tanpa rasa kewajiban dan tanggungjawab apapun. Inilah yang menciptakan berbagai krisis dunia modern, tidak hanya krisisi dalam kehidupan spiritual tapi juga dalam kehidupan sosial sehari-hari.[16]
Problem paling akut yang dihadapi manusia modern, tidak muncul dari situasi pembangunan yang terbelakang, tapi justru dari pembangunan yang berlebihan. Manusia modern yang memberontak melawan tuhan, telah menciptakan sebuah sains yang tidak berlandaskan cahaya intellec –jadi berbeda dengan yang kita saksikan didalam sain-sains Islam tradisional- tetapi berdasarkan kekuatan akal (rasio)manusia semata untuk memperoleh data melalui indera.[17]
Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistik) memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistik) ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristik) hanya percaya pada rumus – rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia tampak lebih menguasai manusia yang memegang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di tangan mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaimana di isyaratkan Al-Qur'an
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS.Al-Rum 30;41)
Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern sebagai berikut :
1.        Desintegrasi Ilmu Pengetahuan
Kehidupan moden antara lain ditandai oleh adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigms sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.        Kepribadian yang terpecah (Split personality)
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual dan berkotak-kotak itu, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah (split personality). Jika proses keilmuan yang berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses kehancuran pribadi manusia akan terns bedalan. Dengan berlangsungnya proses tersebut. Semua kekuatan yang lebih tinggi untuk mempertinggi derajat kehidupan manusia menjadi hilang, sehingga bukan hanya kehidupan kita yang mengalami kemerosotan tetapi jugs kecerdasan dan moral kita.
3.        Penyalahgunaan Iptek
4.        Pendangkalan iman
5.        Pola hubungan Materialilstik
6.        Menghalalkan segala cara
7.        Stress dan Frustasi
8.        Kehilangan harga Diri dan Masa Depanya
Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler, dan materialis, ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya. Berkaitan dengan itu, Sayyid Hussein Nasr menilai bahwa akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, mereka berada dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri. Masyarakat yang demikian adalah masyarakat Barat yang telah kehilangan visi keilahian. Hal ini menimbulkan kehampaan spiritual, yang berakibat banyak dijumpai orng yang stres dan gelisah, akibat tidak mempunyai pegangan hidup.[18]

G.    FUNGSI SPIRITUALITAS DAN AKHLAK DALAM DUNIA MODERN
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam dunia tasawuf adalah bentuk untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara melalui penyucian diri dan amaliyah-amaliyah Islam. hal ini karena ada beberapa ayat yang memerintahkan untuk menyucikan diri (tazkiyyah al-nafs) di antaranya: "Sungguh, bahagialah orang yang menyucikan jiwanya" (Q.S. Asy-syam [911:9); "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, den masuklah ke dalam surga-Ku" (OS. Al Fajr: 28-30). Atau ayat yang memerintahkan untuk berserah diri kepada Allah, "Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku den matku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta slam, tiada sekutu bagi-Nye; den demikian itulah yang diperintahkan kepadaku den aku adalah orang yang pertama-tema menyerahkan diri (kepada) Allah" (QS. Al An'am: 162).
Jadi, fungsi tasawuf dalam hidup adalah menjadikan manusia berkeperibadian yang shalih dan berperilaku baik den mulia serta ibadahnya berkualitas. Mereka yang masuk dalam sebuah tharekat atau aliran tasowuf dalam mengisi kesehariannya d1haruskan untuk hidup sederhana, jujur, istiqamah den tawadhu. Semua itu bila dilihat pada diri Rasulullah SAW, yang pada dasamya sudah menjelma dalam kehidupan sehari-harinya. Apalagi di masa remaja Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai manusia yang digelari al-Amin, Shiddiq, Fathanah, Tabligh, Saber, Tawakal, Zuhud, den terrnasuk berbuat baik terhadap musuh dan lawan yang tak berbahaya atau yang bisa diajak kembali pada jalan yang benar. Perilaku hidup Rasulullah SAW yang ada dalam sejarah kehidupannya merupakan bentuk praktis dari cara hidup seorang sufi. Jadi, tujuan terpenting dari tasawuf adalah lahirnya akhlak yang baik dan menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
Dalam kehidupan modern, tasawuf menjadi obat yang mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya, sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari hidupnya. Ketidak jelasan atas makna dan tujuan hidup ini membuat penderitaan batin. Maka lewat spiritualitas Islam ladang kering jadi tersirami air sejuk dan memberikan penyegaran serta mengerahkan hidup lebih baik dan jelas arah tujuannya.
Penerapan Tasawuf dalam Kehidupan Modem
Manfaat tasawuf bukannya untuk mengembalikan nilai kerohanian atau lebih dekat pada Allah, tapi juga bermanfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia modern. Apalagi dewasa ini tampak perkembengan yang menyeluruh dalam ilmu tasawuf dalam hubungan inter-disipliner
Tasawwuf tidak boleh dilihat hanya berfungsi sebagai pemenuhan kerohanian manusia. Tasawwuf sebenarnya berfungsi sebagai penyeimbang kepada keharmonisan hidup manusia. Kemajuan dan pembangunan yang tertumpu pada aspek fisikal dan material akan melahirkan manusia yang berat sebelah (pincang).
Menurut Amin Syukur, sepeninggal Rasulullah dan para sahabat (khulafa ar-rasyidin) tasawuf diakui sebagai salah satu bentuk spiritualitas Islam yang memiliki andil besar dalam berbagai bidang pengembangan umat Islam di dunia. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang datang belakangan, setelah fikih dan kalam, tasawuf justru menjadi penyempurna keduanya, yakni pengamalan fikih dan pemikiran kalam. Dikatakan demikian, sebab tasawuf menempatkan dirinya pada posisi terdalam di balik praktik-praktik ritual yang disyariatkan, kemudian menjadi tindak lanjut amaliah, dari sekedar fikih dan pemikiran kalam, yang diamalkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim.[19]
Islam, sebagai panduan hidup manusia, telah memberikan jalan keluar bagi kepincangan dan ketidakharmonian kehidupan manusia. Solusi yang diberikan oleh Islam adalah keseimbangan (i‘tidal) antara pembangunan jasmani dan pembangunan rohani, antara keperluan material dan keperluan spiritual.


KESIMPULAN
Spiritualitas merupakan bentuk kepribadian seseorang yang bersifat kerohaniahan. Sementara akhlak adalah penyempurna dari rangkaian kegiatan spiritualitas yang terdiri dari dua bentuk baik mahmudah maupun madzmumah.
Spiritualitas dan akhlak manusia yang terangkum dalam dunia tasawuf  sangat diperlukan untuk membentengi kehampaan dan bahaya di dalam dunia moedern yang cenderung bersifat rasionalis, hedonis, dan materialis.
Tahapan-tahapan spiritualitas tampil sebagai wujud aplikatif yang perlu dilakukan oleh masyarakat modern. Hal tersebut senantiasa sebagai langkah untuk menuju visi keilahiahan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatim. Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an. Pekan Baru : Amzah. 2006.
Al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Yogyakarta : Arkola. 1994.
Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin. Maktabah Syamilah.
Mustofa. Akhlak Tasawuf. Bandung : Pustaka Setia. 1997.
Simuh. Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar Offset. 2001.
Syukur, Amin. Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf. Jakarta : Erlangga. 2012.
Toriquddin, Moh. Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern. Malang : UIN-Malang Press. 2008.



[1] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Model Tasawuf, (Jakarta : Erlangga, 2012), hlm. 43.
[2]  Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm. 11.
[3] Yatim Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Alqur’an, (Pekan Baru : Amzah, 2006), hlm. 3.
[4] Ibid,  hlm. 3
[5] ibid, hlm. 56.
[6] Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawuf, Membumikan Tasawuf dalam Dunia Modern, (Malang : UIN-Malang Press, 2008), hlm. 13.
[7] Al Ghozali, Ihya’ Ulumuddin, (Maktabah Syamilah, bab Bayanu haqiqoil kholqi wa su’i al-kholqi, Juz 2), hlm. 253.
[8] Moh. Toriquddin, Op.cit., hlm. 13.
[9] Simuh, Tasawuf dan Krisis, (Semarang : Pustaka Pelajar Offset, 2001), hlm. 3
[10] Amin Syukur, op.cit.,  hlm.  28.
[11] Ibid, hlm. 28.
[12] Ibid, hlm. 31.
[13] Pius dan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Arkola, 1994), hlm. 653-654.
[14] Simuh, op.cit.,  hlm. 11.
[15] Moh. Toriquddin, op.cit., hlm. 63-64.
[16] Ibid, hlm. 64.
[17] Ibid, hlm. 65.
[18] Ibid, hlm. 226.
[19] Amin Syukur, op.cit., hlm. 9.

No comments:

Post a Comment